Lonjakan Harga Beras Diantisipasi
Kenaikan harga beras disadari akan berdampak signifikan pada inflasi. Oleh karena itu, pemerintah mengambil langkah antisipatif untuk memastikan harga beras tak meroket.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan potensi terjadinya lonjakan harga beras telah diantisipasi. Hal ini merespons kekhawatiran masyarakat terkait harga beras yang mulai merangkak naik sepekan terakhir. Perum Bulog, yang kini memiliki stok 800.000 ton cadangan beras pemerintah, memasifkan operasi pasar. Kepastian ketersediaan beras terus dipantau mengingat potensi dampaknya terhadap inflasi.
Kendati tak signifikan, harga beras medium dan premium di tingkat nasional cenderung meningkat. Menurut data Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga rata-rata nasional beras medium naik dari Rp 10.990 per kg pada 17 September menjadi Rp 11.000 per kg pada 23 September. Pada periode sama, beras premium naik dari Rp 12.510 per kg menjadi Rp 12.520 per kg.
Sekretaris Jenderal Kemendag Suhanto meminta masyarakat tidak khawatir akan kenaikan harga beras. Terkait program cadangan stabilitas harga pangan (CSHP), jika harga beras lebih tinggi dari harga eceran tertinggi, Perum Bulog akan turun tangan dan menjual murah kepada masyarakat, dengan selisih harga beras dibayar pemerintah.
Baca juga: Harga Beras Perlahan Naik, Petani Masih Terimpit
”(Saat ini) harganya hanya naik 0,9 persen dibandingkan tahun lalu,” ujar Suhanto dalam acara Kinerja 100 Hari Kerja Menteri Perdagangan bersama para pemimpin redaksi media massa di Kementerian Perdagangan, Minggu (25/9/2022).
Dalam forum tersebut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebutkan, perbaikan produksi pangan, termasuk beras, tetap menjadi perhatian utama pemerintah. Selain persoalan yang dihadapi para petani seperti irigasi hingga mahalnya harga pupuk dan sarana produksi pertanian lain, peralihan konsumsi juga terjadi.
”Tentu, menyelesaikan ini tidaklah mudah. Perlu waktu. Namun, buat saya, kalau sudah (terkait) beras, tidak ada tawar-menawar. Saya dihujat pun kalau memang kurang, ya impor. Eggak apa-apa (impor), karena pengaruh beras terhadap inflasi itu 3,3 persen. Jadi kalau beras langka, tidak terbayang seperti apa. Minyak (langka) saja seperti itu,” kata Zulkifli.
Oleh karena itu, kata Zulkifli, ketersediaan beras harus betul-betul dikaji. Ia pun mengusulkan agar Bulog benar-benar berfungsi sebagai stabilisator. Bulog harus selalu membeli mahal dan menjual murah kepada masyarakat. Semua tata kelola terkait pangan perlu dibenahi ke depan.
Perkuat stok
Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita menjelaskan, saat ini stok cadangan beras pemerintah (CBP) sedikitnya 800.000 ton. Namun, diperkirakan akan bertambah pada masa panen musim gadu, yang puncaknya pada Oktober 2022. Ia berharap, pada masa panen itu, Bulog dapat menyerap lebih banyak lagi gabah maupun beras petani.
Menurut Febby, dari neraca beras, dalam kondisi normal, akan aman hingga akhir tahun. ”Namun, kita tidak tahu misalnya ada anomali, seperti panen di beberapa wilayah tidak seperti yang diharapkan. Sementara kebutuhan beras saat ini meningkat. (Kepastian ketercukupan) nanti kita lihat pada Oktober (2022). Kalau memang ada kebijakan-kebijakan lain, akan diputuskan dalam rakortas (rapat koordinasi terbatas),” kata Febby di kantor Kemendag, Minggu.
Setelah adanya kenaikan harga beras, Bulog pun telah memasifkan operasi pasar dengan harga Rp 8.300 per kg (medium) kepada masyarakat. Sementara dari petani sudah ditetapkan harga pembelian pemerintah (HPP), serta kebijakan fleksibilitas.
”Pokoknya, saat ini kami menyerap semaksimal mungkin. Nanti kita lihat neraca pangan atau stok akan seperti apa. Sebagai operator, kami akan laporkan terus dan nanti Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, atau Kemendag akan melihat (kondisi) CBP seperti apa. Apa pun keputusannya nanti, kami siap,” ujar Febby.
Dikutip dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (15/9/2022), dalam rapat kebijakan fleksibilitas harga pembelian gabah dan beras disebutkan perkembangan produksi gabah kering giling menurun dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan tren tahunan, produksi menurun dari September hingga akhir tahun.
Sementara itu, berdasarkan kondisi pasar dan perkembangan inflasi, mulai terjadi kenaikan harga beras. Kebijakan fleksibilitas harga pembelian gabah dan beras petani oleh Bulog ialah maksimal sebesar 10 persen sesuai wilayah sentra produksi.
Menurut data prognosis neraca pangan Badan Pangan Nasional pada 2022, total ketersediaan 37 ton, sedangkan kebutuhan tahunan 29,5 juta ton. Dengan demikian, diperkirakan stok akhir pada 2022 sebanyak 7,5 juta ton. Dalam tiga tahun terakhir ini, Indonesia tidak mengimpor beras umum atau yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Terkerek BBM
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan, secara siklus, pada semester II setiap tahun, terutama pada triwulan IV, produksi beras memang menurun. Panen raya tak melimpah seperti bulan-bulan sebelumnya. Kondisi ini juga membuat ada kenaikan harga.
Baca juga: Tekan Gejolak Harga Beras, Operasi Pasar Bulog Jatim Tembus 96.000 Ton
”Siklusnya seperti itu, tetapi kini ketambahan juga dampak kenaikan harga BBM yang memengaruhi pangan secara umum. Itu terjadi secara merata. Secara kuantitas, beras ini semestinya cukup, seperti tahun-tahun sebelumnya yang surplus. Tinggal bagaimana harganya. Perlu ada intervensi. Namun, jika petani sedang menikmati harga, jangan sampai terusik,” kata dia.
Menurutnya, selama ini, Bulog memang berada dalam posisi dilematis dalam menyerap beras petani. Selain adanya HPP, juga ada persyaratan teknis terkait kualitas beras yang diserap. Bulog kurang memiliki keleluasaan. Sejumlah pengaturan mestinya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu, saat harga gabah dan beras naik dan tak bisa diserap Bulog.
Di sisi lain, selama ini ada kecenderungan kebijakan terkait beras lebih berpihak pada konsumen ketimbang produsen atau petani, karena harga terus ditekan. Untuk jangka pendek, kata Rusli, kebijakan, seperti revisi HPP, serta intervensi pada distributor dan transportasi, menjadi kebijakan yang baik demi menjaga harga di tingkat konsumen tetapi juga tidak merugikan petani.
”Sekarang pemerintah memiliki banyak instrumen, tak cuma bantuan langsung tunai. Seperti (intervensi) ke distributor bahan pokok hingga pemerintah daerah yang bisa bisa memberi subsidi. Itu instrumen untuk mereduksi kenaikan harga beras,” katanya.
Usulan Rp 100 triliun
Pada Minggu, Mendag Zulkifli menyampaikan telah mengusulkan anggaran Rp 100 triliun per tahun untuk menyerap hasil pertanian. Dengan demikian, diharapkan petani cukup fokus pada produksi, sedangkan harga sudah terjamin. Diharapkan nantinya, petani bisa sejahtera. Ia pun membandingkannya dengan subsidi energi yang bisa mencapai Rp 600 triliun setahun.
”Presiden memang sudah memerintahkan BUMN harus membeli hasil-hasil petani. Makanya (usulan) ini akan kami kejar, bersama Badan Pangan Nasional, Kementerian BUMN, dan Kementerian Pertanian. Kami mau duduk dulu (membicarakan usulan tersebut),” kata Zulkifli.
Sebelumnya, Presiden Wahana Masyarakat Tani Nelayan Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan, Sabtu (24/9/2022) mengatakan, kenaikan harga beras belum tentu meningkatkan pendapatan petani. Namun, ada harapan pada panen berikutnya harga gabah terus meningkat sehingga diharapkan petani bisa untung.
Kalaupun harga gabah nantinya meningkat, kata Agusdin, margin petani akan terpotong dengan biaya pemeliharaan serta biaya panen yang meningkat. Belum lagi pendapatan harus dibagi dengan tengkulak atau pengumpul gabah. Selama ini, tengkulak kerap tak membayar kontan kepada petani, tetapi diangsur hingga musim selanjutnya.
”Korelasi antara naiknya harga beras dan harga gabah tidak selalu berbanding lurus. Kenaikan harga BBM langsung terasa pada petani karena harga bahan pokok, pengeluaran untuk traktor dan pompa, naik. Kenaikan biaya produksi untuk musim tanam selanjutnya pun akan menghantui. Nilai tukar petani (NTP) pasti akan turun,” kata Agusdin.