Harga beras di tingkat konsumen naik sepekan terakhir. Kenaikan harga bahan bakar minyak dinilai turut memicu kenaikan itu. Sayangnya, situasi di hilir sering tidak sejalan dengan harga gabah di tingkat petani.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Buruh tani mengangkut gabah setelah dipanen di Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Kamis (16/2/2017).
JAKARTA, KOMPAS — Harga beras di tingkat konsumen naik perlahan dalam sepekan terakhir kendati kenaikannya tidak signifikan. Hal itu dinilai sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak dan menjelang musim gadu. Namun, petani masih terimpit karena daya beli mereka tergerus seiring kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari.
Kendati perubahannya tidak signifikan, dalam sepekan terakhir, harga beras medium dan premium di tingkat nasional cenderung meningkat. Menurut data Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga rata-rata nasional beras medium naik dari Rp 10.990 per kilogram (kg) pada 17 September menjadi Rp 11.000 per kg pada 23 September. Pada periode yang sama, beras premium naik dari Rp 12.510 per kg menjadi Rp 12.520 per kg.
Presiden Wahana Masyarakat Tani Nelayan Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan, saat dihubungi Sabtu (24/9/2022), mengatakan, kenaikan harga beras belum tentu menaikkan harga gabah, yang juga berarti tak serta-merta meningkatkan pendapatan petani. Namun, ada harapan pada panen berikutnya harga gabah bisa terkerek dan petani bakal untung.
Kalaupun harga gabah nantinya meningkat, kata Agusdin, margin petani akan terpotong dengan biaya pemeliharaan serta biaya panen yang meningkat. Belum lagi pendapatan harus dibagi dengan tengkulak atau pengumpul gabah. Selama ini, tengkulak kerap kali tak membayar kontan kepada petani, tetapi diangsur hingga musim selanjutnya.
”Korelasi antara naiknya harga beras dan harga gabah tidak selalu berbanding lurus. Kenaikan harga BBM langsung terasa pada petani karena harga bahan pokok, pengeluaran untuk traktor dan pompa, naik. Kenaikan biaya produksi untuk musim tanam selanjutnya pun akan menghantui. Nilai tukar petani (NTP) pasti akan turun,” kata Agusdin.
Ia pun mendorong pemerintah segera bertindak mengurangi beban petani, seperti dengan memberikan insentif atau bantuan guna mempertahankan daya beli petani. Juga input untuk mempertahankan produktivitas petani serta subsidi pada harga pembelian gabah petani.
Hal itu berkait dengan produksi beras nasional. ”Apabila anjlok karena itu, tahun berikutnya bisa kekurangan (sehingga impor). Produktivitas dan produksi ini harus dijaga. Mau tidak mau mesti ada tindakan radikal karena jika terus menurun, justru akan meningkatkan kemiskinan. Politik anggaran penting untuk kecukupan pangan kita. Juga dalam menjaga tingkat kesejahteraan petani,” katanya.
Apalagi, saat ini harga pupuk nonsubsidi terus melambung seiring kenaikan sejumlah bahan bakunya. Sebelumnya, dalam Sidang Umum Ke-77 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), juga banyak dibahas mengenai isu krisis pupuk dan pangan dunia. Ketersediaan pupuk dunia mengkhawatirkan dan diperkirakan bakal berdampak pada panen beras (Kompas, 22/9/2022).
Capaian produksi beras terancam dengan kenaikan harga pupuk nonsubsidi. Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Blora, Jawa Tengah, Sudarwanto menuturkan, harga pupuk nonsubsidi saat ini melonjak dua kali lipat dari tahun lalu. Pupuk urea, misalnya, di Blora berkisar Rp 450.000-Rp 500.000 per 50 kilogram. Sementara NPK sekitar Rp 375.000 per 25 kg.
”Selama ini, jika hanya mengandalkan subsidi tidak bisa, tetap perlu tambahan nonsubsidi. Namun, dengan mahalnya harga saat ini, sebagian petani menyesuaikan dengan kondisi kantong saja. Seadanya. Apalagi, sekarang harga-harga naik. BBM termasuk karena kami membeli eceran untuk traktor dan pompa. Pakai surat di SPBU, kadang masih suka ditolak,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Ali Jamil mengatakan, terkait kepastian ketersediaan pupuk bagi petani, saat ini telah terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Ia meyakini, pengelolaan dan penyaluran pupuk kepada petani akan lebih baik dengan peraturan itu.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto udara buruh tani mencabuti bibit padi yang berumur 15 hari untuk dipindahkan ke lahan pertanaman di Desa Sukamaju, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi, Rabu (24/8/2022).
Operasi pasar
Dalam rangka stabilitas pangan, khususnya beras, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso telah mengeluarkan instruksi kepada seluruh jajarannya untuk memastikan program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar berjalan lancar. Itu agar tak ada gejolak di tingkat konsumen.
Menurut data Bulog, terhitung dari awal tahun hingga pekan ketiga September 2022, Bulog telah menggelontorkan 650.000 ton beras operasi pasar demi menjaga harga beras. Perkembangan ke depan akan terus dipantau.
Budi pun meminta masyarakat tidak khawatir meski beras mengalami sedikit kenaikan harga di pasaran. ”Kami memantau secara terus menerus di tengah situasi saat ini. Berdasarkan pencatatan, harga beras sedikit naik karena kenaikan harga BBM dan memasuki musim gadu,” katanya, melalui keterangan resmi, Sabtu.
Ia menambahkan, yang menjadi fokus Bulog saat ini ialah stabilitas harga beras di masyarakat. Oleh karena itu, program stabilisasi diupayakan berjalan seoptimal mungkin. Selain melalui jaringan infrastruktur kantor dan gudang yang tersebar hingga pelosok, juga gudang ritel modern milik Bulog.
Budi memastikan seluruh jaringan yang bekerja sama dengan Bulog sudah menyediakan kebutuhan beras di tingkat lokal baik secara luring maupun daring. ”Juga outlet-outlet binaan Perum Bulog, seperti RPK (Rumah Pangan Kita) yang tersebar di seluruh Indonesia, serta jaringan ritel modern yang ada,” katanya.