Siaran Analog di Jabodetabek Akan Dihentikan Mulai 5 Oktober 2022
Sebanyak 14 kabupaten/kota di wilayah siaran Jabodetabek akan terdampak penghentian siaran televisi analog terestrial pada 5 Oktober 2022. Setelah itu, giliran kota-kota yang biasanya masuk cakupan pengukuran Nielsen.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penghentian siaran televisi analog terestrial di wilayah siaran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek akan dilakukan pada 5 Oktober 2022. Sebanyak 14 kabupaten/kota di wilayah itu akan terdampak. Sejalan dengan proses ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika mendorong lembaga penyiaran swasta ataupun penyiaran publik penyelenggara multipleksing (kanal) memberikan insentif sewa kepada lembaga penyiaran lokal dan komunitas agar ekosistem siaran digital tumbuh.
Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rosarita Niken Widiastuti, Jumat (23/9/2022), di Jakarta, menjelaskan, wilayah siaran Jabodetabek siap dihentikan siaran televisi analog terestrialnya karena telah memenuhi tiga kriteria. Kriteria itu, pertama, cakupan siaran televisi analog terestrial sama dengan siaran televisi digital terestrial. Kedua, siaran televisi digital terestrial sudah berjalan.
Selain itu, ketiga, pembagian alat bantu siaran televisi digital terestrial kepada rumah tangga miskin sudah berjalan dan telah mencapai lebih dari 60 persen. ”Infrastruktur pemancar siaran televisi digital terestrial di wilayah Jabodetabek telah semuanya beroperasi melalui tujuh operator multipleksing, yaitu TVRI dan enam lembaga penyiaran swasta,” kata Niken.
Menurut dia, pada 30 April 2022, terdapat empat wilayah siaran yang sudah mengalami penghentian siaran televisi analog terestrial. Keempat wilayah itu adalah Riau -4 (Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kota Dumai), Nusa Tenggara Timur -3 (Kabupaten Timor Tengah Utara), Nusa Tenggara Timur -4 (Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka), dan Papua Barat -1 (Kabupaten Sorong, Kota Sorong). Selain itu, sudah ada 14 wilayah siaran lain yang juga sudah mengalami migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial. Sebagai contoh, wilayah siaran Kalimantan Selatan-2, Kalimantan Selatan-4, dan Kalimantan Barat -6.
Pada saat bersamaan, Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Geryantika Kurnia mengatakan, setelah Jabodetabek, wilayah siaran kota-kota yang biasanya masuk cakupan pengukuran oleh Nielsen akan dimatikan siaran televisi analog terestrialnya. Kota-kota yang dimaksud meliputi, antara lain Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Medan.
Distribusi alat bantu penerima siaran televisi digital terestrial akan terus berjalan. Dengan bantuan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, pembagian alat kini menggunakan data referensi pencacahan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Di antara lembaga penyiaran swasta (LPS) penyelenggara multipleksing, sudah ada yang telah mendistribusikan bantuan sampai tuntas di Jabodetabek sesuai dengan jatah komitmennya.
”Kami menegaskan, insya Allah tidak akan melewati tenggat 2 November 2022. Setelah tanggal itu, semua siaran televisi harus sudah digital terestrial,” ujar Geryantika.
Dia menambahkan, kementerian mendorong agar lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing memberikan insentif sewa kepada lembaga penyiaran lokal atau komunitas agar ekosistem siaran televisi digital terestrial semakin bertumbuh. Sejauh ini, lembaga penyiaran publik (LPP) TVRI telah memberikan diskon 74 persen kepada lembaga penyiaran komunitas.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Darmanto saat dihubungi terpisah berpendapat, perubahan kebijakan implementasi ASO menunjukkan Kemkominfo tidak percaya diri dengan kebijakan ASO yang telah dibuat sendiri. Kemkominfo pernah memiliki Peraturan Menkominfo Nomor 11 Tahun 2021 yang di dalamnya mengamanatkan perubahan tahapan migrasi dari lima menjadi tiga tahap.
Peraturan itu belakangan dibatalkan oleh kementerian. ”Apabila pemerintah (Kemkominfo) menginginkan ada perubahan jadwal, pemerintah harus melakukan perubahan regulasi dan menjelaskan kepada publik alasan,” ujarnya.
Menurut Darmanto, apabila Kemkominfo benar-benar fokus mendorong migrasi terlebih dulu di kota-kota Nielsen, ini menunjukkan keputusan kebijakan sepenuhnya dipengaruhi oleh industri. Hal seperti ini, katanya, bisa membuat ASO sukar terwujud.
”Insentif sewa kanal (mux) bisa saja diberikan, tetapi pemerintah harus membuat aturan yang jelas. Apabila LPS didorong untuk memberikan insentif, LPP TVRI seharusnya juga. Jangan sampai peminat sewa mux TVRI tidak banyak karena lebih mudah sewa di LPS,” ujarnya.