Pendistribusian alat bantu penerima siaran televisi digital terestrial yang belum juga tuntas, dinilai pemerintah, menjadi tantangan utama pelaksanaan migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Distribusi alat bantu penerima siaran televisi digital terestrial kepada rumah tangga miskin hingga sekarang belum merata. Hal ini menjadi persoalan utama proses migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial atau analog switch off (ASO) yang tenggatnya 2 November 2022.
”Isu utamanya bukan di (pemahaman) masyarakat, melainkan di pembagian alat bantu penerima siaran digital terestrial bagi rumah tangga miskin dari (lembaga penyiaran) swasta. Swasta masih tertatih-tatih. Sampai 18 Agustus 2022, proses pendistribusian bantuan yang terjadi masih berkisar 5 persen,” ujar Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Geryantika Kurnia, Minggu (28/8/2022), di Jakarta.
Target rumah tangga miskin penerima bantuan alat bantu penerima siaran televisi digital terestrial mencapai 6,7 juta unit. Dari jumlah itu, Kementerian Kominfo berkomitmen menyediakan dan menyalurkan sekitar 2,5 juta unit. Sisanya yang sebanyak 4,2 juta unit menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing.
“Distribusi bantuan alat ke rumah tangga miskin di Jabodetabek hampir selesai. Berbeda kondisinya di wilayah siaran lain,” kata Geryantika.
Geryantika menambahkan, pemerintah telah memutuskan menghapus penahapan ASO. Sebagai gantinya, pemerintah menerapkan multiple ASO. Sebanyak tiga komponen yang ditinjau oleh kementerian dalam menentukan tingkat kesiapan teknis suatu wilayah untuk diberlakukan ASO. Pertama, masih ada siaran televisi analog terestrial. Kedua, wilayah itu telah siap digantikan dengan siaran televisi digital terestrial. Ketiga, bantuan alat bantu penerima siaran televisi digital terestrial untuk rumah tangga miskin di wilayah itu telah tersalurkan.
“Pada tahun 2007, Organisasi Internasional di bidang Telekomunikasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau ITU menyepakati ASO karena frekuensi 700 megahertz yang dipakai penyiaran itu boros. Kesepakatan internasional pada tahun 2014 menyatakan bahwa ASEAN harus tuntas ASO pada 2020. Kita (Indonesia) sudah sangat terlambat,” ujar Geryantika.
Kepastian distribusi alat bantu penerima siaran televisi digital, menurut Direktur Eksekutif Information Communication Technology Institute Heru Sutadi, merupakan tantangan utama proses ASO. Pemerintah semestinya sedari awal bersikap tegas kepada lembaga penyiaran swasta agar tidak mengabaikan tanggung jawabnya menyediakan alat bantu siaran digital tersebut.
”Jangan sampai mereka (lembaga penyiaran swasta) pemenang lelang penyelenggara multipleksing tidak mau menyediakan alat bantu penerima siaran dan lantas menyandera ASO. Apabila mereka tidak mau, pemerintah cabut izinnya dan lelang kembali,” kata Heru.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Elektronika Joegiyanto menyampaikan, pelaku industri elektronik, seperti produsen perangkat televisi digital dan alat bantu penerima siaran digital, berkomitmen mendukung kebijakan pemerintah soal ASO. Permasalahan sekarang, di masyarakat berkembang isu bahwa proses ASO akan kembali ditunda. Ini menyebabkan penjualan alat bantu penerima siaran digital stagnan.
”Semoga pemerintah dengan dukungan seluruh lembaga penyiaran melaksanakan proses ASO dan memberikan bukti nyata kepada masyarakat bahwa ASO tetap berjalan sesuai jadwal seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020,” ujarnya.
ASO merupakan isu global melibatkan semua negara yang tergabung dalam The International Telecommunication Union (ITU). Dalam forum The Geneva Frequency Plan Agreement yang diselenggarakan ITU pada 2006, semua negara sepakat bahwa 17 Juni 2015 merupakan batas akhir migrasi siaran televisi secara analog dan beralih ke digital.
Di kawasan ASEAN, hanya Indonesia dan Timor Leste yang belum menuntaskan proses migrasi tersebut. Dari catatan Kementerian Kominfo, 80 persen dari sekitar 697 stasiun televisi analog terestrial di Indonesia telah beralih ke siaran digital.