Jadi Hub Perdagangan, Ekspor Rumput Laut ke Vietnam Didorong
Penguatan produksi dan mutu hulu-hilir rumput laut perlu didorong untuk peningkatan pasar ekspor.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspor komoditas rumput laut asal Indonesia ke Vietnam terus didorong. Indonesia perlu meningkatkan pemasaran ke Vietnam yang merupakan salah satu jalur hub perdagangan untuk rantai pasok rumput laut dunia.
Sebanyak 52,4 ton rumput laut kering asal Kalimatan Utara diekspor perdana ke Vietnam. Pengiriman komoditas senilai Rp 2,3 miliar tersebut sekaligus menandai ekspor melalui jalur laut dari Tarakan ke Vietnam.
Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP) Widodo Sumiyanto mengemukakan, jalur ekspor dari Tarakan langsung ke Vietnam diharapkan mendorong ekspor komoditas rumput laut. Ini menjadi peluang ekspansi bisnis ke luar negeri bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta skala besar.
”Tentu ini sangat menggembirakan, terutama produk rumput laut yang selama ini masih dilalulintaskan secara domestik melalui Makassar dan Surabaya. Ini merupakan potensi besar untuk ekspor ke depan,” kata Widodo, dalam keterangan pers, Senin (19/9/2022).
Widodo menambahkan, Provinsi Kalimantan Utara, terutama di perairan sekitar Pulau Tarakan, perairan Kabupaten Nunukan dan Pulau Sebatik merupakan salah satu provinsi penghasil rumput laut kering jenis Euchema cottonii dengan produksi per tahun mencapai 60.000 ton.
Pihaknya berupaya meningkatkan nilai tambah produk sektor kelautan dan perikanan nasional yang diperdagangkan di tingkat global melalui implementasi penjaminan mutu hasil perikanan hulu hilir, antara lain sertifikasi jaminan kesehatan ikan, mutu, dan keamanan hasil perikanan. Selain itu, digitalisasi pelayanan sertifikasi.
Saat ini, jumlah unit pengolahan yang telah tesertifikasi sistem keamanan pangan (HACCP) di Kalimantan Utara sebanyak 17 unit pengolahan ikan (UPI) dan 1 unit pengolahan rumput laut. Selain itu, terdapat 55 supplier UMKM yang telah memiliki sertifikasi cara penanganan ikan yang baik (CPIB).
Berdasarkan data Organisasi Pangan Dunia 2020, Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua dunia di bawah China dan memasok bahan baku rumput laut khusus jenis Eucheuma cotonii. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi rumput laut di Indonesia tersebar di 23 provinsi. Provinsi penghasil rumput laut, antara lain, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengemukakan, Vietnam merupakan salah satu negara tujuan ekspor sekaligus sebagai pusat perdagangan (trade hub). Pada 2021, ekspor rumput laut Indonesia ke Vietnam menempati peringkat kedua, setelah China, yakni sebesar 9.329 ton atau naik dibandingkan dengan 2020 sejumlah 8.126 ton. Ekspor itu berupa bahan baku dan produk olahan.
Vietnam menjadi trade hub karena kerja sama multilateral AFTA dalam kerangka ASEAN dengan Indonesia serta kerjasama bila teral khusus dengan Amerika. ”Pasar ke Vietnam perlu terus ditingkatkan sebagai bagian prinsip keberlanjutan rantai pasok global,” katanya.
Komoditas rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia meliputi Eucheuma cotonii, Eucheuma spinosum, dan Gracilaria verrucosa. Pemanfaatan rumput laut saat ini adalah sebagai hidrokoloid atau bahan campuran untuk industri pengolahan makanan, industri kesehatan, dan industri kosmetik. Di antaranya untuk pengenyal dan pengemulsi bahan olahan makanan.
Ia menambahkan, salah satu isu yang perlu menjadi perhatian adalah regulasi yang perlu lebih efisien untuk mendorong daya saing. Sebab, dokumen ekspor yang dipersyaratkan negara-negara tujuan ekspor beragam. Dicontohkan, China dan Korea Selatan mensyaratkan sertifikasi kesehatan (health certificate) yang diterbitkan BKIPM-KKP terkait kerja sama antarnegara mitra. Sedangkan negara tujuan ekspor lain mensyaratkan sertifikasi fitosanitari yang diterbitkan badan karantina Kementerian Pertanian dan ada pula yang tidak mensyaratkan dokumen tambahan.
Selain itu, pemerintah diminta mengkaji kembali pengembangan rumput laut berbasis bibit kultur jaringan yang metodologinya belum diakui dunia untuk standardisasi organik. Padahal, Indonesia masih terus memperjuangkan agar rumput laut dan hasil olahannya tidak dikeluarkan (delisting) dari daftar produk organik di Amerika Serikat karena akan sangat mengganggu pasar ekspor rumput laut.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memasukkan karagenan atau produk ekstraksi rumput laut dalam daftar pangan organik Amerika Serikat pada 4 April 2018. Keputusan itu akan dievaluasi lagi pada 2023, seiring berakhirnya ketetapan yang berlaku untuk lima tahun.