Pupuk Kaltim Targetkan Dominasi Pasar Asia-Pasifik
PT Pupuk Kalimantan Timur menargetkan bisa menjadi pemain kunci di pasar pupuk Asia-Pasifik. Akumulasi profit tahun lalu hingga paruh pertama tahun ini akan menjadi amunisi untuk mengejar target tersebut.
Produsen pupuk PT Pupuk Kalimantan Timur atau PKT terus tancap gas setelah mencatatkan kinerja positif tahun lalu. Pada 2021, PKT membukukan laba Rp 6,17 triliun, tertinggi sepanjang sejarah perusahaan. Tahun ini, per Agustus 2022, PKT telah membukukan laba lebih dari Rp 10 triliun, antara lain ditopang oleh kenaikan harga komoditas di pasar global.
Akumulasi profit akan dimanfaatkan untuk ekspansi usaha hingga menyiapkan buffer (penyangga) jika harga komoditas sewaktu-waktu turun. Badan usaha milik negara yang berpusat di Bontang, Kalimantan Timur, serta memproduksi 3,43 juta ton urea dan 2,74 juta ton amonia per tahun itu menargetkan bisa menjadi pemain utama di pasar Asia-Pasifik.
Apa saja yang mendorong capaian positif serta inovasi apa saja yang akan dilakukan ke depan? Berikut petikan wawancara Kompas dengan Direktur Utama PKT Rahmad Pribadi secara daring pada Jumat (16/9/2022).
Apa faktor pendorong capaian positif PKT itu?
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang komoditas, dampak dari harga komoditas jadi salah satu faktor penting. Namun, hal yang patut dicatat adalah kemampuan PKT mengelola biaya. Di banyak tempat yang skalanya sebesar PKT, biaya produksi meningkat seiring peningkatan harga jual. Namun, kami mengambil pendekatan berbeda. Kami sadar, harga ditentukan pasar, tak mungkin menentukan harga. Yang bisa kami kelola adalah biaya. Maka, kami tetapkan cost leadership.
Dengan cost leadership, maka yang kami kurangi adalah inefisiensi-inefisiensi sehingga biaya produksi bisa dijaga rendah. Sangat efisien jika dibandingkan kompetitor. Bahkan, kalau biaya di luar bahan baku, kami bisa tekan hingga 70 persen dibandingkan periode sebelumnya. Upaya ini juga untuk bersiap jika nanti harga komoditas turun.
Efisiensi apa saja yang dilakukan PKT?
Bahan baku produksi kami adalah gas alam, sumber alam yang ada batasnya (tidak terbarukan). Rasio konsumsi gas kami untuk produksi 1 ton urea atau 1 ton amonia lebih rendah dari target. Ini penting, tak hanya untuk meningkatkan profit, tetapi juga dampak pada lingkungan.
Selain itu, kami perbaiki biaya nonbahan baku. Ini kami lihat sebagai sebuah rantai nilai. Jadi, rantai ini kami evaluasi, salah satunya dengan memperbaiki cara kerja atau manajemen. Contohnya, kapasitas muat/bongkar pelabuhan yang meningkat dua kali lipat tanpa investasi alat dan peralatan, tetapi dengan pengelolaan yang baik.
Bagaimana dengan ekspansi pasar?
Kami melihat peluang karena peta pasar sekarang berubah. Sebelumnya, hampir 100 persen fokus PKT adalah pada Asia dan sedikit Pasifik, sedangkan hari ini bisa ekspansi ke Amerika Selatan, antara lain Uruguay, Argentina, Meksiko, dan Chile. Pasar di Australia juga kami pacu. Kami memanfaatkan peluang dari perubahan pasar karena beberapa problem yang dihadapi dunia akhir-akhir ini.
Secara umum, pasar terbesar masih Asia, yakni sekitar 80 persen, sedangkan pasar luar Asia sekitar 20 persen. (Khusus) Amerika Selatan dan Australia sudah hampir 5 persen. Kami juga mengembangkan pasar ke negara-negara lain yang sebelumnya kami tidak berkompetisi, seperti di North East Asia, yakni Korea Selatan, China, dan Jepang.
Strategi apa yang disiapkan untuk mendominasi pasar Asia-Pasifik?
Pertama, penguatan dari bisnis inti melalui perbaikan rantai pasok dan operasi perusahaan. Dalam strategi ini, kami juga meningkatkan kapasitas produk existing dengan membangun pabrik amonia dan urea yang baru.
Kedua, diversifikasi. Ini sangat penting dan barangkali akan mewarnai perjalanan PKT dalam fase pertumbuhan 40 tahun kedua. Ketiga ialah strategi ekspansi geografis. Kami tak hanya akan memperbesar pasar di luar negeri, pasar nontradisional, tetapi juga mengembangkan manufacturing footprint di luar Bontang.
Dalam melaksanakan tiga strategi utama itu, kami memastikan konsep ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan), harus melingkupinya. Sebab, kami melihat tantangan bagi perusahaan sudah berubah jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perusahaan kini tidak hanya dituntut menjadi lebih efisien dan menguntungkan, tapi juga lebih ramah lingkungan.
Baca juga : Masih Ada Tantangan pada Program Makmur
Mengenai diversifikasi, apa yang disiapkan PKT?
Kami meneruskan hilirisasi produk-produk petrokomia berbasis gas alam yang merupakan turunan amonia. Tahun ini kami sudah bangun pabrik amonium nitrat. Insya Allah awal tahun depan akan beroperasi di Bontang dengan kapasitas 75.000 ton. Begitu selesai program ini, dilanjutkan dengan membangun pabrik soda ash dengan kapasitas 300.000 ton. Ini juga konsep ekonomi sirkular karena soda ash ini mengggunakan bahan baku CO2 sehingga akan mengurangi emisi karbon.
Di samping itu, produk di luar amonia dan yang sudah kami lihat adalah metanol. Ada peluang pembangunan metanol yang insya Allah kami akan bangun di Papua Barat dengan kapasitas sekitar 1 juta ton per tahun. Ada peluang diekspor, tetapi kami fokus pada pasar domestik. Kami ingin Indonesia mandiri di bidang ekonomi, baik pangan lewat produksi pupuk maupun juga pada sektor kimia.
Kami ingin Indonesia mandiri di bidang ekonomi, baik pangan lewat produksi pupuk maupun juga pada sektor kimia.
PKT juga akan masuk pada industri kimia berbasis energi terbarukan. Salah satu yang telah kami jajaki adalah pembangunan pabrik oleokimia berbasis kelapa sawit karena PKT sekarang memiliki anak perusahaan yang punya kebun dan kelapa sawit. Selain itu, ada potensi industri hidrogen hijau.
Dengan program diversifikasi disertai inovasi itu, bagaimana bisnis inti nantinya?
(Bisnis inti) Tentu tidak akan kami tinggalkan. Saat ini, 90 persen dari bisnis kami dari amonia dan urea. Namun, diversifikasi ini pelan-pelan porsinya akan lebih dari 10 persen. Ini kami lakukan bertahap, tetapi amonia dan urea sendiri akan terus kami kembangkan, termasuk di Papua Barat.
Kementerian BUMN mendorong program Makmur, bagaimana keterlibatan PKT?
Ini adalah program yang diinsiasi PKT, yakni prorgram Agro Solution. Lalu perkembangannya dilihat pemerintah hingga menjadi program BUMN yang diberi nama Makmur. (Makmur) Kependekan dari Mari Kita Majukan Usaha Rakyat.
Program ini penting sebagai upaya kami membangun ekosistem pertanian yang mandiri. Harapannya, petani tak lagi tergantung pada bantuan pemerintah dalam bentuk subsidi, tetapi pada saat sama bisa lebih sejahtera. Ini cara inovatif agar tujuan pemerintah, yakni peningkatan produksi pertanian untuk menopang ketahanan pangan, tercapai, sekaligus menyejahterakan petani. Namun, tak menggunakan pupuk subsidi. Dalam Makmur, yang digunakan adalah 100 persen pupuk nonsubsidi.
Terkait akses pasar, kami selalu mengajak offtaker (pembeli) untuk mengambil peran. Sementara mengenai teknologi, kami menempatkan agronom-agronom kami di sana agar mengubah kebiasaan dari memupuk tanaman sesuai ketersediaan pupuk menjadi sesuai kebutuhan tanamannya. Pada pembiayaan, kami mengajak bank, juga asuransi. Sesuai arahan BUMN, kami mengajak Himbara (Himpunan Bank Milik Negara).
Apakah program tersebut juga menyasar milenial?
Memang, pertanian ini masalah budaya sehingga tidak mudah dalam mengubah kebiasaan-kebiasaan petani. Namun, menjadi lebih mudah kalau generasi milenial yang terlibat. Dalam program Makmur ini, partisipasi milenial cukup tinggi, khususnya di luar produk tanaman pangan. Pada hortikultura, misalnya, hampir 100 persen itu oleh petani milenial. Partisipasi aktif dari generasi muda ini kami harapkan dan terus kami dorong.
Kini telah terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 yang membatasi jenis (hanya urea dan NPK) dan target komoditas pupuk subsidi. Bagaimana tanggapan Anda?
Pupuk bersubsidi adalah kebijakan pemerintah dan PKT akan mendukung apa pun kebijakan terkait itu. Namun, yang paling penting, dengan mahalnya pupuk nonsubsidi, solusinya ya dengan program Makmur. Jadi, kebijakan subsidi kami akan ikuti arahan pemerintah, tetapi kami menyiapkan jalur yang tidak akan terlalu membebani fiskal pemerintah.
Hingga kini, (yakni di) tahun kedua, sudah 50.000 hektar yang kami kelola dengan berbasis ekosistem Makmur dan saat tutup tahun (2022) akan mencapai 75.000 hektar. Saya yakinkan, ini akan terus meningkat.
Ini adalah bola salju perubahan yang kami inisiasi di Indonesia. Kalau bola saljunya semakin besar, nantinya akan meningkat secara eksponensial. Kami juga punya kepentingan agar itu bisa berjalan baik, karena PKT ini BUMN. Jadi, bagaimana pemerintah bisa mencapai tujuan sasaran pembangunan strategisnya, beban pemerintah juga berkurang. Program ini akan terus kami dorong.
Berapa persentase produksi PKT untuk kebutuhan dalam negeri?
Pada urea dan amonia, kira-kira 50 persen ekspor dan 50 persen dalam negeri. Fokus kami adalah memastikan kebutuhan pupuk dalam negeri terpenuhi dulu, lewat program pemerintah, baik subsidi maupun nonsubsidi. Di luar itu, baru ekspor.
Jadi, 20 persen dari kapasitas produksi urea kami untuk subsidi, 30 persen untuk nonsubsidi, dan 50 persen ekspor. Kami ada di dalam grup usaha (perusahaan induk) Pupuk Indonesia yang memiliki lima anak perusahaan yang memproduksi pupuk. Kebetulan, PKT berada di Kalimantan Timur yang bukan lumbung pangan.
Namun, kami memiliki keunggulan komparatif dibandingkan sister company kami karena letak geografis yang memungkinkan untuk ekspor. Kami tepat berada di depan Selat Makassar dan pelabuhan kami juga besar-besar. Kami memiliki tujuh dermaga dengan kedalaman laut hingga 12,5 meter. Artinya, kapal-kapal di atas 50.000 ton juga bisa bersandar.
Dengan di bawah koordinasi Pupuk Indonesia, (jumlah) ekspor PKT besar. Namun, tidak berarti kami meninggalkan kebutuhan domestik. Jadi, domestiknya dipenuhi dulu. Kalau tak bisa dipenuhi oleh sister company kami, kami juga support.
Baca juga : Rahmad Pribadi, Lebih Manusiawi
Harga bahan baku pupuk yang masih harus impor, seperti NPK, melonjak. Bagaimana tanggapan PKT?
Dalam pengamanan pasok bahan baku, kami berkoordinasi dengan Pupuk Indonesia. Kami memastikan kontinuitas suplai bahan baku dari negara-negara yang biasa mengekspor pada kami, seperti Jordania, Maroko, Christmas Island untuk fosfat, serta Kanada dan Rusia. Sementara Belarus sekarang sudah tidak bisa. Kami juga mencari dari negara-negara sumber lainnya.
Namun, saat ini tim riset kami sedang sangat intensif untuk melihat potensi bahan baku yang ada di dalam negeri, untuk potasium dan fosfat. Memang tidak akan bisa serta-merta menggantikan 100 persen, tetapi upaya ini kami lakukan. Surprisingly, ada bahan-bahan yang tersedia cukup banyak di Indonesia, yang bisa diekstraksi fosfat dan potasiumnya. Dengan kemajuan teknolgi, meski kualitas bahan bakunya tak bisa sama dengan impor, kami ingin pastikan (dengan bahan baku dalam negeri) produktivitasnya tidak terdampak.
Ada limbah perusahaan yang cukup besar yang mengandung potasium yang coba diekstraksi. Kami mohon doanya, semoga yang dilakukan ini membuahkan hasil sehingga perekonomian Indonesia semakin mandiri dan ketahanannya semakin kokoh.
Bagaimana dengan rencana penawaran saham ke publik (IPO) PKT?
Menurut kami, IPO adalah shareholders issue (menjadi isu para pemegang saham) karena yang memutuskan adalah pemegang saham. Tugas kami sebagai manajemen adalah memastikan ketika pemerintah atau pemegang saham memutuskan untuk IPO, PKT siap.
Seperti apa upaya memastikan kesiapan itu?
Dengan memastikan kinerja kami selalu terjaga dengan baik, dan persiapan-persiapan lainnya. Namun, intinya, fokus kami saat ini ialah menjaga kinerja. Kalau nanti, ketika kapan pun diputuskan oleh pemerintah atau pemegang saham bahwa PKT go IPO, maka kami harus memastikan PKT bisa IPO.