Diinisiasi oleh PKT sejak 2020, Program Makmur dirancang untuk menciptakan ekosistem pertanian dengan pengembangan terintegrasi mulai dari riset kebutuhan pasar, inovasi, produk, hingga kolaborasi dengan berbagai pihak.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana saat buruh perempuan bekerja menyelesaikan panen sayuran bayam di lahan pertanian Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/4/2021). Para buruh pekerja perempuan ini memperoleh upah kerja sebesar Rp 70.000 per hari. Bekerja menjadi buruh harian di lahan cocok tanam menjadi salah satu upaya mereka untuk membantu menopang perekonomian keluarga.
JAKARTA, KOMPAS — Program Makmur yang diinisiasi PT Pupuk Kalimantan Timur atau PKT bersama Kementerian BUMN terus dikembangkan agar tercipta ekosistem pertanian dari hulu ke hilir. Tantangan yang masih dihadapi dalam pengembangan program itu antara lain terkait penyerap atau offtaker dan akses permodalan.
Diinisiasi oleh PKT sejak 2020, Program Makmur dirancang untuk menciptakan ekosistem pertanian dengan pengembangan terintegrasi mulai dari riset kebutuhan pasar, inovasi, produk, hingga kolaborasi dengan berbagai pihak. Lewat ekosistem hulu ke hilir, diharapkan produktivitas pertanian meningkat.
Menurut data PKT, pada 2021 Program Makmur PKT menggandeng 9.780 petani untuk bergabung dalam program tersebut. Padahal, target yang diharapkan pada tahun tersebut ada sebanyak 9.000 petani yang bersedia bergabung. Adapun pengembangan luasan area pertanian dalam program itu pada 2021 mencapai 18.110 hektar atau terealisasi 151 persen dari target.
Project Manager Program Makmur PKT Adrian RD Putera, dalam telekonferensi pers, Selasa (15/3/2022) mengatakan, dari evaluasi pencapaian 2021, memang masih ada sejumlah tantangan. “Seperti offtaker (penyerap) dan akses permodalan, yang masih menjadi bagian untuk kami tingkatkan,” ujarnya.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petani memanen kubis di Desa Genting, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (10/7/2020). Lahan tersebut menggunakan perpaduan pupuk kandang dari peternakan ayam dan pupuk kimia. Kombinasi itu dilakukan untuk memperlambat kerusakan lahan akibat penggunaan pupuk kimia secara berlebih.
Upaya yang terus dilakukan, menurut Adrian, antara lain dengan menghadirkan kemitraan berupa sinergi dengan berbagai pihak untuk menjadi offtaker. Salah satunya di Malang, Jawa Timur, yakni dengan melibatkan produsen dari produk kentang tingkat nasional yang mampu menampung produk pertanian petani. Dengan cara itu, diharapkan ada nilai tambah pada produk pertanian.
“Kami juga berharap para petani lebih merasakan peningkatan produktivitas. Sebab, jika tak didukung offtaker andal yang mampu menampung produk pertanian, kesejahteraan tidak akan tercapai. Itu terus kami upayakan demi tercapainya target pada 2022 yang lima kali lipat lebih tinggi dari 2021,” kata Adrian.
Program Makmur dirancang untuk menciptakan ekosistem pertanian dengan pengembangan terintegrasi mulai dari riset kebutuhan pasar, inovasi, produk, hingga kolaborasi dengan berbagai pihak.
Adapun program Makmur juga menjadi program BUMN di bawah perusahaan induk PT Pupuk Indonesia. Pada 2021, di tingkat holding, program ini dilaksanakan oleh 50.054 petani di seluruh Indonesia dengan luas lahan 71.612 hektar. Pada komoditas jagung, disebutkan mengalami peningkatan produktivitas sebesar 34,91 persen, sedangkan pada padi 33,71 persen.
Adrian menambahkan, pihaknya juga terus mengembangkan pupuk hayati yang turut disertakan untuk diperkenalkan di dalam Program Makmur. “Pada 2022, kami juga akan meluncurkan produk pupuk NPK yang di dalamnya sudah mengandung pupuk hayati. Pupuk hayati ini didorong demi keberlanjutan lingkungan,” ucanya.
ABDULLAH FIKRI ASHRI
Suryana (51) menunjukkan pupuk kompos di rumahnya di Desa Nangka, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rabu (16/12/2020). Pupuk itu berasal dari berbagai bahan, seperti kotoran kambing dan air beras. Pupuk tersebut diberikan ke tanaman sayurannya di depan ruamhnya.
Direktur Keuangan dan Umum PKT Qomaruzzaman menambahkan, selain mendampingi petani secara intensif dalam proses operasional sehari-hari, pihaknya juga memperkuat kolaborasi. “Diharapkan kesejahteraan petani secara finansial tercapai,” katanya.
Harap direalisasikan
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M Nur Khabsyin mengatakan, pihaknya mendukung langkah yang dilakukan Kementerian BUMN dalam program Makmur. Ia berharap integrasi pertanian dari hulu ke hilir dapat direalisasikan di banyak petani tebu. Dengan demikian, kesejahteraan petani benar-benar dapat dicapai.
Hal itu penting karena saat ini petani tebu khawatir akan penghapusan pupuk ZA pada pupuk subsidi. “Dari rapat DPR terakhir, rekomendasinya pupuk subsidi hanya Urea dan NPK pada 2022. Kami menolak karena pertanian tebu di Jawa, komposisinya 60 persen pupuk ZA dan sisanya NPK atau phonska. Luasan pertanian tebu, 60 persen di Jawa,” ujarnya.
Menurut Nur Khabsyin, harga pupuk ZA subsidi yakni Rp 1.700 per kilogram (kg), sedangkan nonsubsidi Rp 6.000 per kg. Menurutnya, kebijakan itu memberatkan petani karena akan ada penambahan beban biaya sekitar 15 persen. Apalagi harga patokan petani (HPP) gula kristal putih yang sebesar Rp 9.100 per kilogram, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 42 Tahun 2016, belum juga berubah.
“Ini perlu dipikirkan serius. Yang jelas kami harapkan insentif bagi petani karena jika rugi terus petani enggan menanam dan akan mengurangi produksi. Pada akhirnya, jika barang tidak ada dan harus impor, akan lebih mahal biayanya. Penghargaan kepada petani penting untuk mencapai swasembada pangan,” ujar dia.