Petani Jatim Desak Pemerintah Benahi Data Penerima Pupuk Bersubsidi
Para petani di Jatim mendesak pemerintah pusat segera memperbaiki data penerima pupuk bersubsidi agar tepat sasaran. Ketidakakuratan data dalam proses pengajuan terbukti rugikan petani dan akhirnya mengancam produksi.
SURABAYA, KOMPAS — Para petani di Jawa Timur mendesak pemerintah pusat segera memperbaiki data penerima pupuk bersubsidi agar tepat sasaran. Ketidakakuratan data dalam proses pengajuan terbukti merugikan petani dan pada akhirnya mengancam produktivitas pertanian, terutama tanaman pangan. Jatim menduduki peringkat pertama produsen padi di Indonesia dengan produksi 9,91 juta ton gabah kering giling.
Desakan itu, antara lain, disampaikan Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim Suharno. Dia mengatakan, sengkarut distribusi pupuk bersubsidi di Tanah Air berpangkal pada data penerima yang tidak akurat. Sumber ketidakakuratan data itu sangat beragam.
Salah satunya, pada proses pemasukan (input) di sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang diterapkan Kementerian Pertanian. Banyak terjadi pemasukan data ganda sehingga jumlah penerima tidak sesuai data riil di lapangan. Suharno menyinyalir terjadi penggelembungan data hingga dua kali lipat.
”Penggelembungan data ini merugikan petani karena bilangan pembagi dari alokasi pupuk bersubsidi menjadi lebih besar. Akibatnya, jatah pupuk yang diterima petani menjadi lebih kecil sehingga tidak cukup untuk memupuk tanaman padi sesuai kebutuhan,” ungkap Suharno, Kamis (17/2/2022).
Suharno mengatakan, untuk mendapatkan hasil maksimal dan ramah lingkungan, petani dianjurkan menerapkan pola pemupukan berimbang 5:3:2. Artinya, dalam setiap hektar (ha) tanaman padi, memerlukan 500 kilogram (kg) pupuk organik, 300 kg pupuk NPK Phonska, dan 200 kg pupuk urea. Pola itu berlaku untuk satu kali masa tanam. Pada sawah dengan sistem irigasi yang baik, dalam setahun bisa tiga kali masa tanam.
Dengan asumsi setahun tiga kali tanam, petani memerlukan setidaknya 600 kg urea, 1.500 kg pupuk organik, dan 900 kg pupuk jenis NPK. Nyatanya, petani hanya menerima 200-300 kg urea bersubsidi dalam setahun. Petani harus membeli sisanya sebanyak 400 kg urea dengan harga keekonomian yang selisihnya dua kali lipat lebih.
Baca juga: Butuh Keseriusan dalam Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi
Menurut Suharno, harga pupuk urea nonsubsidi saat ini menembus Rp 600.000 per kemasan 50 kg atau naik dari sebelumnya Rp 280.000. Saat musim tanam, urea sulit diperoleh di kios-kios pertanian. Harganya juga naik berlipat-lipat sehingga petani tak mampu menebusnya.
Ancam produksi
Ketidakcukupan pupuk berdampak pada pertumbuhan tanaman padi dan pada akhirnya memengaruhi produksi. Penurunan produksinya bisa mencapai 20-50 persen. Jika hal itu terjadi, produksi padi di Jatim akan terancam.
Padahal, berdasarkan angka sementara produksi padi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Jatim menduduki peringat pertama penghasil padi terbesar di Indonesia dengan produksi 9,91 juta ton GKG (gabah kering giling) pada 2021. Pada 2020, Jatim juga menduduki peringat pertama penghasil padi terbesar nasional sebanyak 9,94 juta ton GKG dari luas panen sebesar 1,75 juta hektar.
Baca juga: Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Bermasalah, Sistem Perlu Dibangun Ulang
Provinsi Jawa Tengah berada di peringkat kedua dengan produksi 9,8 juta ton GKG, Jawa Barat 9,4 juta ton, Sulawesi Selatan 5,2 juta ton, dan Sumatera Selatan sebesar 2,5 juta ton.
Menanggapi desakan petani, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim Hadi Sulistyo mengatakan, penyusunan dan penetapan rencana kebutuhan pupuk dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2016. Kegiatan dimulai dengan penyusunan RDKK oleh kelompok tani yang didampingi penyuluh. Selanjutnya, RDKK diunggah pada sistem e-RDKK.
”Usulan pupuk bersubsidi Jatim tahun 2022 sebesar 4,5 juta ton. Namun, alokasi yang diterima hanya 2,25 juta ton. Alokasi pupuk bersubsidi ini diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan tanam selama Januari hingga Mei,” kata Hadi.
Hadi berencana mengusulkan alokasi tambahan pupuk bersubsidi ke Kementan jika terjadi kekurangan. Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia (Persero), realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Jatim hingga 15 Februari 2022 sebesar 243.000 ton. Angka tersebut mencapai 11 persen dari total alokasi pupuk bersubsidi untuk Jatim sebesar 2,25 juta ton.
Hadi menambahkan, mekanisme pengusulan alokasi tambahan pernah dilakukan pada 2021. Saat itu, Jatim mengajukan usulan e-RDKK sebesar 4.721.503 ton pupuk padat. Namun, alokasi yang diberikan hanya 2.287.214 ton dan 517.609 liter pupuk cair atau sekitar 48,44 persennya.
Sebanyak 2.287.214 ton pupuk tersebut terdiri dari 948.470 ton urea, 122.990 ton SP-36, 344.474 ton ZA, 600.566 ton NPK, serta organik granul sebanyak 270.714 ton. Setelah dilakukan beberapa kali realokasi, total jatah pupuk bersubsidi untuk Jatim menjadi 2.336.426 ton untuk jenis pupuk padat dan 177.609 liter pupuk cair.
Artinya, setelah dilakukan realokasi, terjadi kenaikan alokasi pupuk bersubsidi berbentuk padat sebesar 49.212 ton. Di sisi lain, terjadi penurunan alokasi untuk pupuk cair sebanyak 340.000 liter. Penyaluran pupuk bersubsidi di Jatim dilakukan dengan mekanisme tertutup melalui produsen kepada distributor atau penyalur di lini III, lalu pengecer atau penyalur di lini IV. Adapun penyaluran kepada petani dilakukan oleh pengecer resmi.
Menurut Hadi Sulistyo, isu kelangkaan pupuk bersubsidi berawal dari usulan kebutuhan sebesar 4.721.503 ton, sedangkan alokasi yang diberikan pemerintah pusat hanya 2.336.426 ton atau terpenuhi hanya 49,48 persennya. Dengan demikian, berdasarkan fakta di lapangan, pupuk bersubsidi tidak langka, melainkan alokasinya memang kurang.
Hal itu diperkuat dengan data penebusan pupuk bersubsidi di Jatim hingga 31 Desember 2021, yang masih di bawah alokasi yang ditetapkan pemerintah. Dari alokasi pupuk 2.336.426 ton, yang tersalurkan selama setahun sebanyak 2.107.605 ton atau sekitar 90,21 persennya. Masih ada sisa alokasi pupuk sebesar 9 persen.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dalam beberapa kesempatan, mengatakan, pihaknya terus berkomitmen mewujudkan kedaulatan pangan nasional melalui pemanfaatan agriculture technology (agritech) dan hilirisasi produk pertanian. Hal ini mengingat potensi produk pertanian di Jatim sangat besar dan wilayahnya merupakan produsen padi terbesar di Indonesia.
Namun, masalahnya, lanjut Khofifah, produksi padi di Jatim sebagian besar masih berupa beras dengan kualitas medium dan masih sedikit yang mampu mencapai kualitas premium. Hal ini membuat petani belum bisa memaksimalkan nilai tambah produk. Padahal, nilai tambah tersebut bisa meningkatkan kesejahteraan petani.
”Petani masih mengolah beras berkualitas medium karena kandungan air dalam beras yang masih tinggi. Selain itu, masih banyak gapoktan belum memiliki mesin pengering (dryer) dan rice milling unit (RMU),” ujar Khofifah.
Beras berkadar air tinggi akan remuk jika diproses dengan penggilingan biasa. Dibutuhkan pengering dan RMU agar beras tidak mudah patah sehingga memiliki kualitas premium. Persoalan lain adalah hilirisasi produk pertanian, terutama oleh pelaku UMKM.
Pemprov Jatim terus mendorong berbagai upaya penguatan, pendampingan, dan pemberdayaan pelaku UMKM yang produknya berbasis hasil pertanian dan perikanan. Hal itu karena sektor pertanian dan UMKM menjadi tulang punggung ekonomi Jatim. Kedua sektor itu terbukti tidak terkontraksi saat pandemi Covid-19.
Untuk itu, Pemprov Jatim juga terus mendorong akselerasi peningkatan produksi sektor pertanian dan perikanan dari hulu hingga hilir. Salah satunya, melalui diversifikasi dan memberikan nilai tambah pada produksi pertanian dan perikanan. Proses ini tidak hanya terfokus pada aktivitas petik, olah, kemas, dan jual, tetapi juga proses tanam hingga pascapanen.
”Nilai tambah itu biasanya kalau kita lihat pascapanen, ya, diolah dan dikemas. Jadi, pengolahan dan pengemasan harus menjadi satu kesatuan. Namun, sebenarnya, diolah dan dikemas itu saja tidak cukup, tapi harus distandardisasi kualitasnya agar pasarnya kuat dan besar,” papar Khofifah.
Baca juga: Polri Mulai Usut Permainan Penyelewengan Pupuk Bersubsidi