Hyatt Hotels, Usung Konsep Berkelanjutan dan Digitalisasi
Hyatt Hotels Corporation memilih untuk serius bermain di segmen pasar kelas atas, premium, dan mewah. Operasionalisasi perusahaan akan tetap mengikuti tren pariwisata berkelanjutan dan perilaku wisatawan kekinian.
Oleh
MEDIANA
·7 menit baca
Pada triwulan II-2022, total pendapatan yang dibukukan oleh Hyatt Hotels Corporation (Hyatt Hotels) mencapai lebih dari 200 juta dollar AS, yang merupakan pendapatan triwulanan tertinggi sepanjang perusahaan berdiri. Hyatt Hotels terus bertransformasi, terjun spesifik ke bisnis hotel segmen kelas atas, premium, dan mewah. Pada tahun 2018, Hyatt Hotels mengakuisisi Two Roads Hospitality, menambahkan lima merek hotel, seperti Alila dan Thompson. Kemudian, tahun 2021, perusahaan mengakuisisi Apple Leisure Group. Adapun pada 2022 mulai diperkenalkan sembilan merek resor mewah yang dikelola secara inklusif.
Kompas berbincang dengan Carina Chorengel, Senior Vice President Commercial Hyatt Hotels untuk Asia Pasifik, dan Marco Groten selaku Area Vice President Hyatt Hotels untuk Indonesia untuk mengetahui dinamika perjalanan perusahaan, khususnya menghadapi pasar pariwisata Asia Pasifik. Perbincangan berlangsung Rabu (14/9/2022) di Jakarta.
Kompas (K): Sejumlah hotel lain masih dalam proses pemulihan dari pandemi Covid-19. Akan tetapi, Hyatt Hotels secara grup membukukan pendapatan positif triwulan lalu. Apa yang perusahaan lakukan untuk meraih prestasi itu?
Carina Chorengel (CC): Triwulan ini, Hyatt Hotels memperoleh earnings tertinggi sepanjang sejarah kami beroperasi. Sebagai grup, kami benar-benar melakukan diferensiasi segmen pasar. Kami bermain spesifik di kelas atas dan premium. Mungkin karena upaya diferensiasi diri ini yang membawa kami mencapai earnings tinggi.
Selain itu, kami mencitrakan diri sebagai merek hotel yang aman. Pandemi belum sepenuhnya pulih. Belum banyak warga mau bepergian. Kalaupun akan bepergian, sejumlah orang menginginkan tinggal di hotel yang aman, bersih, dan higienis. Restoran ataupun bar di dalam hotel juga dituntut sama.
Sejumlah wisatawan semakin suka memesan kamar tipe suite, kamar memiliki area menerima tamu terpisah dengan area tempat tidur. Wisatawan juga semakin suka memesan vila. Kami menduga, salah satu faktor penyebabnya adalah mereka ingin mencari suasana aman, bersih, dan higienis. Masih mengutamakan cara hidup seperti saat pandemi, yaitu ada jaga jarak.
Semua hotel kami menyediakan itu. Secara group, Hyatt Hotels sekarang memiliki 1.150 hotel dengan 26 merek di seluruh dunia.
Hyatt Hotels memandang pasar layanan pariwisata di Asia Pasifik tetap positif. Oleh karena itu, sepanjang 2022, Hyatt Hotels sudah dan akan membuka properti baru, yaitu Alila Kothaifaru Maladewa (Mei 2022), Park Hyatt Jakarta (Juli 2022), Fuji Speedway Hotel Jepang (Oktober 2022), Hyatt Centric Kota Kinabalu (Oktober 2022), Andaz Pattaya Jomtien Beach Thailand (triwulan IV-2022), dan Grand Hyatt Shenzhou Peninsula China (triwulan IV-2022).
K: Salah satu fenomena lain di industri pariwisata saat pandemi Covid-19 adalah staycation. Ketika kini pandemi berangsur-angsur pulih, apakah fenomena itu masih akan terjadi dan bagaimana Hyatt menyikapi?
Marco Groten (MG) : Di pasar Indonesia, masih banyak orang tertarik melakukan staycation di hotel, meski mungkin tidak akan sebanyak saat pembatasan sosial ketat karena pandemi Covid-19. Mereka akan tetap datang bersama keluarga. Jadi, kamar-kamar hotel akan lebih banyak didesain untuk tipe suite. Untuk kondisi sekarang, kami mengupayakan ada perubahan di properti hotel yang sudah ada agar bisa dimaksimalkan untuk tipe suite.
K: Sebagai bagian dari industri jasa usaha pariwisata, apa saja tren industri yang Hyatt Hotels perhatikan dan mungkin sedang ataupun akan terjadi pada masa mendatang?
CC: Tren pertama yaitu pariwisata yang digerakkan oleh pariwisata bersenang-senang (leisure) untuk bertemu keluarga, teman, dan menemukan dunia baru. Pembatasan sosial yang berlangsung dua -tiga tahun belakangan membuat orang balas dendam ingin bepergian dalam rangka bersenang-senang.
Tren kedua yaitu pariwisata berkelanjutan. Sebelum pandemi Covid-19, dampak perubahan iklim sudah nyata terlihat, seperti banjir dan berbagai bencana alam lainnya. Adanya pandemi Covid-19 membuat orang semakin sadar pentingnya merawat bumi, baik untuk dirinya sendiri maupun generasi mendatang.
Tren ketiga adalah pengalaman nyata (immersive experience). Pembatasan sosial karena Covid-19 membuat sejumlah orang harus bekerja dari jarak jauh memakai platform daring, bekerja sambil tinggal di hotel, dan belakangan mengarah ke pola bekerja hibrida (daring dan luring). Hal itu membuat orang kelelahan. Mereka haus berburu pengalaman nyata melalui berlibur ke destinasi-destinasi yang menawarkan hal-hal otentik. Mereka tidak segan bepergian ke destinasi baru.
Tren keempat yaitu pelancong multigenerasi. Pelancong keluarga besar. Mereka semua mau bepergian bersama-sama.
Tren kelima seperti yang Marco bilang, hotel-hotel di perkotaan masih akan mendapatkan tamu dengan tingkat okupansi semakin panjang. Hotel tersebut dipakai untuk tempat bekerja jarak jauh, tetapi setelah itu dipakai sebagai tempat menginap seusai menjelajah/pelesiran.
MG: Ketika pembatasan sosial mulai dilonggarkan, hotel kami di Bali mendapatkan tamu bisnis domestik terlebih dulu. Mereka ternyata mau menginap lebih lama karena mereka bawa keluarga yang multigenerasi itu.
Di Indonesia, kami melihat wisatawan kini menyukai pula aktivitas-aktivitas di luar ruangan. Hotel kami di Yogyakarta, yakni Hyatt Regency Yogyakarta, memiliki fasilitas golf. Fasilitas ini semakin disukai sekarang.
K: Bagaimana Hyatt Hotels beradaptasi dengan tren wisatawan yang haus dengan pengalaman nyata dan tuntutan pariwisata berkelanjutan?
MG: Hotel terbaru kami di Jakarta, yakni Park Hyatt Jakarta, sengaja kami desain agar menciptakan kesan privat dan mewah. Ketika tamu masuk, mereka mulanya akan disuguhkan dengan desain interior bak lanskap hutan hujan tropis. Cat dinding gelap mendominasi. Lalu, saat mereka ke lantai atas, nuasa ruangan semakin terang. Mereka pun bisa langsung melihat pemandangan Monas. Makanan - makanan yang kami sajikan pun dibuat seotentik mungkin dengan tradisi lokal.
Beberapa dari hotel kami di Indonesia pun sedang berusaha tidak lagi menggunakan plastik. Misalnya, botol plastik air minum yang biasanya ada di kamar diganti dengan gelas dan kendi kaca. Isi ulang air. Setiap pagi, petugas datang mencuci gelas tersebut.
CC: Alila Villas Uluwatu, Bali, menjadi hotel kami di Indonesia yang memang terdepan untuk penerapan pariwisata berkelanjutan. Sampah dipilah-pilah hingga diupayakan bisa didaur ulang, termasuk sandal kamar dan roda dari mobil buggy untuk main golf. Botol anggur juga didaur ulang jadi gelas.
Grand Hyatt Singapura pun telah memiliki area menanam tanaman herbal di bagian atap gedung. Hasilnya dipakai oleh pihak restoran hotel. Kemudian, Alila Kothaifaru Maladewa telah memasang sistem penyulingan air laut dan hasilnya dipakai untuk kebutuhan air minum tamu. Kalau tinggal di pulau, mencari kebutuhan air minum dari luar akan terasa susah dan mahal.
Keseluruhan hotel kami sedang berupaya memakai sedotan yang mudah didaur ulang. Setiap tamu bisa langsung melihatnya ketika pesan minuman.
K: Apakah semua chain hotel di tingkat global juga mengarah ke pendekatan pariwisata berkelanjutan?
CC: Saya percaya, semua chain hotel pun mau melakukan pendekatan pariwisata berkelanjutan. Semua perusahaan besar kini dituntut menerapkan komitmen lingkungan, sosial, dan governance (ESG). Kami juga telah menerbitkan 2021 World of Care Highlights and Diversity, Equity and Inclusion (DE&I) Report.
Keragaman tenaga kerja Hyatt Hotels tahun 2021 menunjukkan peningkatan tingkat representasi orang kulit berwarna di seluruh angkatan kerja serta pertumbuhan di hampir semua ras dan etnis di antara rekan kerja, manajer, dan pemimpin. Pada tahun 2021, Hyatt Hotels menerima persetujuan dari Science Based Targets Initiative(SBTI) pada target mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030.
Untuk setiap program ESG, kami selalu menggunakan data sehingga pengukuran dampak lebih terukur. Kami berusaha agar operasionalisasi yang kami lakukan semakin mengarah ke ekonomi sirkular.
K: Lantas, apa tantangan yang Hyatt Hotels hadapi ketika menerapkan pendekatan pariwisata berkelanjutan?
MG: Dampak perubahan iklim terjadi lebih cepat. Di Bali, hujan bisa terjadi setiap hari pada Agustus- Oktober. Kami memperhatikan, fenomena itu hampir tidak pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Setiap destinasi wisata di Indonesia memiliki masalah ataupun penanganan dampak perubahan iklim yang berbeda-beda. Oleh karena itu, kami memandang, upaya penerapan pariwisata berkelanjutan harus dilakukan bersama-sama semua pemangku kepentingan di industri.
Tantangan berikutnya, kesadaran masyarakat mencintai dan merawat bumi. Implementasi tata kelola pariwisata berkelanjutan tidak akan ke mana-mana kalau kesadaran masyarakat merawat bumi masih rendah.
Tantangan lainnya adalah investasi. Kami mengganti botol plastik ke kaca pun bertahap, belum semua hotel. Salah satu faktor yang kami lakukan yaitu mempertimbangkan kebutuhan investasi.
K: Bagaimana Hyatt Hotels tetap bisa relevan dengan tren teknologi digital yang erat dengan wisatawan generasi muda?
CC: Digitalisasi terakselerasi saat pandemi Covid-19. Kini, seluruh pemesanan kamar telah menggunakan platform daring. Membuka kamar juga sudah bisa memanfaatkan fitur yang ada di ponsel pintar. Dulu, kami aktif bekerja sama dengan media tradisional untuk pemasaran. Kini, kami bergeser ke media sosial. Di Asia, kami mengamati konsumsi media sosial di kalangan wisatawan generasi muda itu tinggi. Maka, kami akhirnya bekerja sama dengan sejumlah influencer untuk memopulerkan spot-spot menarik di properti hotel kami.