Sebanyak 81 Persen Kecelakaan Libatkan Sepeda Motor
Di tengah maraknya kecelakaan kendaraan komersial maupun penumpang, kecelakaan lalu lintas masih didominasi oleh sepeda motor. Sebanyak 81 persen kecelakaan melibatkan sepeda motor.
JAKARTA, KOMPAS – Di tengah maraknya kecelakaan kendaraan komersial maupun penumpang, kecelakaan lalu lintas masih didominasi oleh sepeda motor. Data sistem manajemen keselamatan jalan terintegrasi atau IRSMS Korps Lalu Lintas Kepolisian RI atau Korlantas Polri menunjukkan, kecelakaan yang melibatkan pengguna sepeda motor mencapai 81 persen.
Sementara itu, berdasarkan jumlah santunan yang diberikan oleh PT Jasa Raharja (Persero) Tbk atas korban kecelakaan, sebanyak 76 persen santunan diberikan kepada korban kecelakaan sepeda motor. Selebihnya diberikan kepada korban kecelakaan kendaraan komersial dan penumpang.
Pelaksana Tugas Ketua Subkomite Moda Investigasi Lalu Lintas Angkutan Jalan dan Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ahmad Wildan, dalam diskusi “Langkah-langkah Penanganan Kecelakaan Sepeda Motor” yang digelar secara hibrida di Jakarta, Selasa (13/9/2022) mengatakan, penyebab kecelakaan antara lain karena faktor manusia, kendaraan, dan jalan.
Akan tetapi, modus kecelakaan didominasi oleh manusianya sendiri, yakni berbentuk kesalahan manusia (error) yang didasarkan keterampilan dasar mengemudi (skill based) yang biasanya berkaitan dengan kondisi jalan sub-standar, kurang kesadaran (awareness) akibat penggunaan gawai atau keasyikan mengobrol di perjalanan, dan lepas dari kontrol dalam mengemudi (mengantuk). Ada juga bentuk pelanggaran baik bersifat rutin atau di luar kebiasaan.
Terkait kelemahan dalam keterampilan mengemudi, KNKT menggandeng PT Astra Honda Motor (AHM) untuk membuat riset kecelakaan sepeda motor. KNKT mencermati, banyak kondisi jalan yang membuat posisi pengguna sepeda motor berada dalam situasi paling lemah.
“Padahal, skill based error itu mencakup kemampuan pengemudi saat menghadapi jalan yang sub-standar kondisinya. Tidak sesuai geometrik yang ditetapkan dalam regulasi,” kata Wildan.
KNKT mencermati, banyak penampang jalan yang sub-standar di Indonesia. Jalan didesain untuk kecepatan maksimum 80 kilometer per jam, tetapi kendaraannya sangat bervariasi, mulai dari truk, bus, mobil, sepeda motor, dan sepeda. Akibat posisi sepeda motor berada dalam situasi paling lemah, kecelakaan tak terhindarkan, seperti tabrak depan, tabrak belakang, maupun tabrak samping.
Wildan mencontohkan kondisi jalan di Nusa Tenggara Barat. Dari data PT Jasa Raharja, setiap hari selalu ada kecelakaan sepeda motor. Semakin sepi lalu lintasnya, semakin bahaya jalannya. Begitu pula, semakin bagus jalannya, semakin bahaya pula pengemudi memanfaatkan jalannya. Sementara itu, jika situasi jalan semakin ramai, kecepatan kendaraan menjadi rendah.
Baca juga: 11 Orang Tewas di Perempatan Transyogi, Lampu Merah Jadi Sorotan
Sementara, sub-standar jalan vertikal mudah ditemukan di Indonesia, seperti di Cangar (Jawa Timur) dan Cikidang (Jawa Barat). Saat melaju menuju jalan menurun, kecepatan kendaraan lebih didominasi gaya gravitasi bumi. Justru mesin berfungsi sebagai penahan dari daya dorong.
“Yang jadi masalah, kemampuan menahan pada kendaraan motor matik berbeda dengan motor manual. Kemampuan menahan motor matik lebih kecil sehingga pengemudi secara otomatis melakukan pengereman,” jelas Wildan.
KNKT juga mencermati banyaknya sub-standar jalan horizontal. Tikungan patah maupun ganda cukup banyak terdapat di Indonesia. Ketika pengemudi melakukan kecepatan tinggi di tikungan, kondisinya akan terbanting akibat daya sentrifugal, bahkan berpindah ke jalur berlawanan. Ini kerap menyebabkan kecelakaan.
“Posisi sepeda motor paling lemah di jalan-jalan seperti ini. Karena itu, dibutuhkan edukasi teknik mengemudi sepeda motor saat menghadapi kondisi jalan sub-standar,” kata Wildan.
Berdasarkan data Korlantas Polri, jumlah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor tahun 2020 mencapai 93.319 kasus, tahun 2021 naik menjadi 97.095 kasus, dan Januari-Agustus 2022 telah mencapai 85.691 kasus. Korban meninggal dunia tahun 2020 mencapai 21.525 orang, lalu 2021 mencapai 22.626 orang, dan pada tahun 2022 mencapai 16.115 orang.
Sementara korban luka berat pada tahun 2020 mencapai 9.594 orang,lalu tahun 2021 mencapai 9.436 orang, dan tahun 2022 mencapai 7.918 orang, sedangkan korban luka ringan tahun 2020 mencapai 106.392 orang, lalu tahun 2021 mencapai 109.707 orang, dan tahun 2022 sebanyak 101.205 orang.
Safety Riding Manager AHM, Johannes Lucky Margo Utomo, mengatakan, edukasi keterampilan mengemudi sepeda motor memang perlu dikembangkan agar lebih efektif menekan kecelakaan. Fatalitas kecelakaan sepeda motor perlu diturunkan. Data Korlantas Polri menunjukkan, jumlah kecelakaan sepeda motor mencapai 73 persen, disusul angkutan barang 12 persen, angkutan orang 8 persen, mobil 3 persen, dan moda kendaraan lain 4 persen.
Baca juga: Santunan Kecelakaan Lalu Lintas 2021 Capai Rp 2,41 Triliun
AHM sendiri diminta membantu mengurangi angka kecelakaan yang melibatkan sepeda motor hingga 50 persen pada tahun 2030. “Kami melihat arah visi yang sama sehingga memerlukan kolaborasi agar terlihat dampaknya,” ujar Lucky.
Menurut Lucky, edukasi yang dilakukan AHM tahun 2021 mencapai 75.000 orang dan tahun 2022 kurang lebih mencapai 100.000 orang. Setelah pelatihan, hasilnya dilihat kembali pemahaman peserta terhadap materi edukasi tersebut. Paling tidak, 80 persen peserta memahami materi keterampilan mengendarai sepeda motor.
Di diler AHM, kata Lucky, sebenarnya AHM memiliki alat simulator untuk memprediksi bahaya. Ada 940 diler yang dilengkapi alat simulator ini. Alat ini bisa dikembangkan dengan memasukkan konten kecelakaan sepeda motor di Indonesia, mulai dari penyebab yang umumnya terjadi hingga yang paling fatal. Kasus-kasus semacam ini sudah dilakukan di Thailand.
Lucky mengajak kolaborasi dengan KNKT, Korlantas Polri, dan perguruan tinggi dalam investigasi kecelakaan. Kemudian melakukan analisa statistik faktor penyebab maupun pola kecelakaan yang sering terjadi untuk dilanjutkan perbaikannya.“Kalau di Thailand, mereka melakukan terhadap 1.000 kasus. Di Indonesia, paling tidak 500 kasus, kemudian didalami hingga ketemu faktor utamanya,” kata Lucky.
Fokus studi kasus kolaboratif itu diusulkan dilakukan di area blackspot jalan substandar, antara lain, penampang jalan melintang (Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang Pusat, Bekasi), jalan horizontal (Cadas Pangeran, Sumedang Selatan, Sumedang), dan jalan vertikal (turunan Cangar-Pacet, Pacet, Mojokerto dan turunan Cikidang, Sukabumi). Bukan hanya pola kecelakaan tabrak belakang atau tabrak depan, tetapi juga perilaku pengendaranya yang dianalisa.
Aine Kusumawati, Kepala Program Studi Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya Institut Teknologi Bandung, mengatakan, dari hasil riset AHM saja menunjukkan, dari peserta yang telah menjalani pelatihan berkendara tetap ada sebagian yang mengalami kecelakaan. Artinya, hanya melatih atau mendidik itu sangat sulit. Apalagi, jika edukasi ingin dilakukan oleh seluruh pengemudi di jalanan. “Dampaknya pun sulit diukur. Mungkin kita harus berfokus pada aspek jalan dan kendaraan. Tapi, itu bukan berarti kita melupakan aspek edukasi,” ujar Aine.
Baca juga : Dinilai Ekstrem, KNKT Minta Evaluasi Jalur-jalur Wisata di DIY
Menurut Aine, sebagaimana dicermati Korlantas Polri, kecelakaan sepeda motor justru didominasi terjadi di jalan lurus. Kelalaian pengendara yang memacu dengan kecepatan tinggi menjadi salah satu faktornya. Karena itu, selain mengedukasi pengendara, diperlukan pula mengelola kondisi prasarana jalan yang berkeselamatan. Misalnya, lajur khusus sepeda motor dan mengatur kecepatan maksimum sepeda motor.
Penghalang jalan, seperti rumble strip atau penambahan tinggi perkerasan jalan serupa “polisi tidur”, dinilai berbahaya. KNKT pun menilai, kondisi jalan lurus yang berpotensi memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi justru membuat fasilitas rumble strip sangat membahayakan karena posisi ban sepeda motor tidak menapak pada badan jalan. Fasilitas ini hanya cocok ditempatkan di jalan perumahan.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menambahkan, edukasi keselamatan berkendara dapat dilakukan dengan pendekatan komunitas. Tidak semua jalan dapat dilakukan dengan menggunakan sepeda motor, terutama sepeda motor matik.