Kementerian Koperasi dan UKM secara resmi telah menerima desain rekayasa detail pembangunan pabrik minyak makan merah. Awal tahun 2023, produksi minyak makan merah bisa dimulai.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah menerima desain rekayasa detail (detail engineering design/DED)pembangunan pabrik minyak makan merah yang digarap oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Tuntasnya desain ini menandai rencana pengelolaan minyak makan merah sudah memasuki tahap proses dan siap dijadikan acuan realisasi pembangunannya oleh koperasi kelapa sawit.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (11/9/2022), mengatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, ada 10 tahap yang harus disiapkan sebelum peluncuran pembangunan pabrik ini.
Saat ini, kata Teten, perkembangannya sudah mencapai 40 persen. Standar Nasional Indonesia sudah dalam tahap konsensus oleh Badan Standardisasi Nasional. Penyerapan produk direncanakan salah satunya melalui nota kesepahaman dengan Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) untuk menjadi offtaker pembelian minyak makan merah. Sementara penetapan lokasi pilot project dan kemitraan dilakukan dengan PT Perkebunan Nusantara.
”Sekarang, desain sudah diserahkan oleh tim PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit),” ujar Teten di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta.
Penyerahan DED dilakukan oleh Kepala PPKS Edwin S Lubis kepada Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Turut menyaksikan Sekretaris Kemenkop dan UKM Arif R Hakim, Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop dan UKM Ahmad Zabadi, Staf Khusus Menkop dan UKM Riza Damanik, serta Direktur Produksi dan Pengembangan PTPN Mahmudi.
Dalam tiga bulan ke depan, Menkop dan UKM berkomitmen untuk mempercepat pembangunan pabrik minyak makan merah di Sumatera Utara. Jika berjalan tepat waktu, peluncuran produk minyak makan merah dapat dilakukan pada Januari 2023.
”Kita juga sudah siapkan dari segi pengadaan mesin hingga aspek pembiayaan yang dikoordinasikan bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, perbankan, dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir KUMKM. Kita juga melakukan masifikasi edukasi dan kampanye penggunaan minyak makan merah,” kata Teten.
Jika berjalan tepat waktu, peluncuran produk minyak makan merah dapat dilakukan pada Januari 2023.
Teten menyatakan optimistis pengelolaan minyak makan merah akan menjadi sejarah baru bagi industri persawitan di Indonesia. Selain melakukan produksi, koperasi juga menjadi solusi pemenuhan kebutuhan minyak makan merah sehat dan murah bagi masyarakat di sekitar pabrik.
”Jadi, kita tidak perlu khawatir soal penyerapan atau pemasaran produknya,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala PPKS Edwin S Lubis mengapresiasi Kemenkop dan UKM yang terus mendukung sehingga DED tersebut dapat terwujud. Dengan selesainya DED, pembangunan minyak makan merah dapat segera terealisasi tepat waktu. Saat ini, secara paralel sudah dilakukan pelatihan-pelatihan kepada SDM koperasi.
”Selanjutnya, kami mohon dukungan dari seluruh pihak, terutama menyangkut perizinan di lapangan, agar semua dapat terlaksana sesuai dengan waktu yang telah ditentukan,” ujar Edwin.
Kemenkop dan UKM mencoba mengembangkan minyak makan merah bersama koperasi guna mendorong kemandirian pangan. Setidaknya, ada alternatif produk dan solusi bagi keterbatasan bahan baku dan ketidakstabilan harga minyak goreng yang terjadi selama ini.
Di Indonesia, dari 14,59 juta hektar luas perkebunan sawit, sebesar 6,04 juta hektar atau 41 persen dikelola oleh petani swadaya. Dari total produksi sebanyak 44,8 juta ton, 35 persen di antaranya atau 15,68 juta ton adalah hasil dari sawit rakyat. Potensinya sangat besar.
Minyak makan merah ini tidak hanya digunakan untuk menggoreng, tetapi juga bisa dikonsumsi sebagai minyak makan, suplemen atau emulsi anti-stunting, dan kosmetik alami. Ekosistem usaha pengembangan minyak makan merah bisa dilakukan melalui koperasi, dengan kerja sama dan kolaborasi multipihak yang meliputi petani swadaya terkonsolidasi dalam wadah koperasi. Koperasi bisa berperan sebagai agregator sekaligus offtaker pertama hasil sawit rakyat (TBS) dengan harga pokok produksi terbaik.