Komitmen Dana Perantara Keuangan untuk Pandemi Diperkuat
Kolaborasi Bank Dunia, WHO, G20, dan sejumlah lembaga donor sudah cukup kuat untuk mewujudkan inklusivitas dana tata kelola pengaturan pencegahan dan respons pandemi secara fleksibel dan efisien.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengelola Dana Perantara Keuangan untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respons Pandemi telah menyelenggarakan rapat perdana untuk menutup kesenjangan global dalam penerapan peraturan kesehatan internasional. Keyakinan potensi pengembangan organisasi ini meluas, tecermin dari kontribusi negara di luar G20 serta organisasi filantropi.
Dalam rapat Dewan Pengelola Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respons Pandemi (Pandemic Prevention, Preparedness and Response/PPR) yang berlangsung secara virtual pada 8-9 September 2022 tersebut, turut hadir di antaranya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Presiden Grup Bank Dunia David Malpass, dan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dalam keterangan tertulisnya, Sri Mulyani menuturkan, selain negara anggota G20, negara non-anggota serta para lembaga donor telah berkomitmen memperkuat kehadiran FIF.
Kontribusi resmi dari FIF atas pengumpulan dana untuk PPR yang sudah tercatat sejauh ini berjumlah sekitar 1,4 miliar dollar AS.
Dewan ini dibentuk bertujuan untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dalam memperkuat upaya membangun pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons terhadap pandemi yang juga akan melengkapi upaya berbagai lembaga pembiayaan yang ada, dengan fleksibilitas untuk bekerja melalui berbagai lembaga pelaksana.
”Kolaborasi Bank Dunia, WHO, G20, serta negara dan lembaga donor yang turut mengembangkan organisasi FIF sudah sangat kuat untuk mewujudkan inklusivitas dengan tata kelola dan pengaturan pencegahan serta respons terhadap pandemi secara sederhana dan fleksibel,” kata Sri Mulyani dikutip pada Minggu (11/9/2022).
Selain perwakilan WHO dan Bank Dunia, terdapat empat belas perwakilan negara yang hadir dalam rapat perdana FIF, yakni Amerika Serikat (AS), Italia, Indonesia, China, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, Spanyol, Australia, Singapura, Norwegia, dan Selandia Baru. Di luar keempat belas negara ini, terdapat juga lembaga donor, yakni Yayasan Bill dan Melinda Gates, Yayasan Rockefeller, Wellcome Trust, Amref Health Africa, dan Global Health Council.
Sri Mulyani menuturkan, kontribusi resmi dari FIF atas pengumpulan dana untuk PPR yang sudah tercatat sejauh ini berjumlah sekitar 1,4 miliar dollar AS.
”Sebagai Presidensi G20 2022, Indonesia akan terus menempatkan diri dalam posisi yang strategis untuk terlibat aktif dalam pembahasan dan menjaga keberlanjutan organisasi FIF untuk PPR. Bersama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, upaya bersama untuk memperkuat arsitektur kesehatan global akan dilakukan,” ujarnya.
Upaya pembentukan FIF dimulai pada masa Presidensi G20 Italia 2021 dengan G20 membentuk Panel Independen Tingkat Tinggi untuk mengusulkan hal-hal utama terkait pembiayaan yang dapat diatur secara sistematis dan berkelanjutan, untuk mengurangi kerentanan dunia terhadap pandemi di masa depan.
Selanjutnya, upaya tersebut dibahas dan disepakati serta akhirnya terwujud di bawah Presidensi Indonesia. Indonesia juga dapat menerima manfaat langsung dari kontribusi yang dibayarkan. Indonesia akan berposisi tidak hanya sebagai donor, tetapi juga dapat berposisi sebagai penerima dana.
Fokus organisasi
Presiden Grup Bank Dunia David Malpass pun menegaskan adanya komitmen kuat dari para negara ataupun lembaga donor berdaulat dan dalam memperkuat pendanaan. FIF fokus pada beberapa prinsip, yaitu melengkapi upaya yang ada dalam menyediakan pembiayaan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan merespons situasi pandemi.
”FIF juga akan berfungsi sebagai integrator untuk menyalurkan pendanaan dari berbagai lembaga yang sudah disepakati secara inklusif dengan standar yang tinggi,” kata Malpass.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom menuturkan bahwa pandemi Covid-19 mengajarkan kita untuk menerapkan langkah-langkah dalam rangka membuat dunia lebih aman. Negara-negara anggota WHO telah menegaskan bahwa regulasi kesehatan internasional harus tetap menjadi fondasi arsitektur kesehatan global.
Fungsi lain FIF adalah menutup kesenjangan dalam situasi yang kritikal secara global, regional, dan nasional guna memperkuat kapasitas penerapan peraturan kesehatan internasional. Hal tersebut membutuhkan analisis dan prioritas yang cermat yang akan menjadi pekerjaan rumah bagi dewan pengelola FIF.
Pemilihan ketua
Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri terpilih sebagai co-chairs atau Ketua Dewan Pengelola FIF untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respons Pandemi bersama dengan Menteri Kesehatan Rwanda Daniel Ngajime.
Chatib dalam sambutannya menyampaikan, pendirian FIF merupakan aksi nyata dari G20 yang dapat dilihat oleh masyarakat internasional. ”Pendirian FIF akan dilihat sebagai sinyal yang jelas oleh masyarakat internasional sebagai aksi nyata G20 untuk secara kolektif dan kolaboratif mengambil pelajaran dari pengalaman bersama dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya.
Organisasi FIF bertujuan membantu negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dalam memperkuat upaya membangun PPR pandemi yang juga akan melengkapi upaya berbagai lembaga pembiayaan yang ada, dengan fleksibilitas untuk bekerja melalui berbagai lembaga pelaksana.
”Potensi penggunaan dana ini sendiri dapat membantu Indonesia dalam mencapai program reformasi kesehatan dalam negeri, khususnya untuk program atau kegiatan yang terkait dengan program FIF,” ujarnya.