Pelan-pelan Berdikari Susu, Ayam, dan Sapi
Kendati bermodal minim, sejumlah perusahaan negara dituntut mengembangkan bisnis yang berorientasi pada ketahanan pangan. Kerja sama dengan BUMN lain dan perusahaan asing menjadi salah satu solusinya.
ID Food pelan-pelan terus memperkuat ketahanan pangan nasional. Tak hanya bergerak di komoditas beras, ikan, gula, dan minyak goreng, tetapi juga susu, daging ayam, dan daging sapi. Rencana bisnis apik digulirkan. Namun, lagi-lagi, permodalan menjadi kendala.
Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan, ID Food, melalui PT Berdikari (Persero)—salah perusahaan yang menjadi anggota holding—berencana membangun bisnis peternakan ayam terintegrasi, penggemukan dan pembibitan sapi, serta susu sapi. Rencana bisnis itu akan digulirkan pada 2022-2025.
”Total dana atau investasi yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana bisnis dalam kurun periode tersebut sebesar Rp 5,761 triliun,” kata Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Harry Warganegara dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR yang digelar secara hibrida, Senin (5/9/2022).
ID Food melalui PT Berdikari berencana membangun bisnis peternakan ayam terintegrasi, penggemukan dan pembibitan sapi, serta susu sapi pada 2022-2025. Total dana yang dibutuhkan sebesar Rp 5,761 triliun.
Bisnis peternakan ayam terintegrasi ini mulai dari penyediaan bibit ayam, peternakan ayam pedaging, hingga penyediaan pakan ayam. Peran utama Berdikari dalam integrasi industri peternakan tersebut adalah menjadi perusahaan buffer stock atau penyangga bagi peternak ayam untuk menyediakan bibit dan pakan dengan harga terjangkau.
Sasarannya adalah menjamin keberlangsungan bisnis peternak ayam rakyat yang berjumlah sekitar 10 persen dari total peternak ayam di Indonesia. Salah satunya dengan memasok anak ayam (day old chick) berumur di bawah 10 atau paling lama 14 hari.
Baca juga: Memperkuat Para Penjaga Minyak Goreng dan Gula
Hal itu dilakukan dengan cara memiliki indukan ayam (grand parent stock/GPS) dan perusahaan peternakan ayam. GPS tersebut diperoleh dengan cara mengimpor. Pada tahun ini, Berdikari mendapatkan kuota impor GPS sebanyak 17.296 ekor dari total kebutuhan nasional sebanyak 630.000 ekor. Kuota pada tahun ini turun 67 persen dari kuota pada 2017 yang sebanyak 53.836 ekor.
Berdikari juga diminta menjadi offtaker atau penjamin pasar peternak ayam rakyat dengan cara memiliki rumah pemotongan hewan. Terkait dengan ketersediaan pakan, pemerintah juga menugaskan Berdikari mengimpor gandum pakan. Pada tahun ini, misalnya, Berdikari telah merealisasikan 87.400 ton gandum impor dari Australia dan India hingga Mei 2022. Namun, lantaran harga gandum masih tinggi, Berdikari belum mengimpor lagi.
Baca juga: Harga Naik Sekejap Tak Obati Derita Peternak Selama Pandemi
Berdikari juga mulai merintis bisnis sapi sejak 2021 untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan impor sapi. Kebutuhan daging sapi di dalam negeri pada 2022 sebesar 706.388 ton atau meningkat dari 669.731 ton. Hal itu berdasarkan perhitungan kebutuhan konsumsi daging sapi per kapita per orang yang meningkat dari 2,46 per kilogram (kg) per tahun menjadi 2,57 per kg per tahun.
Produksi daging sapi nasional pada 2022 diperkirakan hanya 436.704 ton, naik dari 423.443 ton pada tahun 2021. Dengan stok awal tahun yang sebanyak 62.485 ton, Indonesia diperkirakan masih defisit 207.199 ton. Pemerintah juga menetapkan stok cadangan 58.886 ton sehingga kebutuhan impor pada tahun ini sebesar 266.065 ton.
Untuk itu, pada 2022, Berdikari menargetkan memproduksi sapi potong sebanyak 10.000 ekor dan baru tercapai sekitar 30 persen. Hingga 2025, Berdikari menargetkan dapat dapat memproduksi 60.000 sapi potong secara bertahap.
Sapi-sapi tersebut diproduksi di kandang sendiri di Sidrap, Sulawesi Selatan, dan di kandang-kandang lain milik perusahaan negara yang lain di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Untuk memelihara sapi itu membutuhkan dana yang besar. Untuk 1.000 ekor sapi, misalnya, dana yang dibutuhkan, termasuk untuk membeli sapi, sekitar Rp 25 miliar.
Baca juga: Hati-hati, RI Berpotensi Kekurangan Stok Daging Sapi
Bisnis susu sapi
Berdikari juga berencana mengembangkan bisnis susu untuk memperkuat ekosistem susu nasional karena potensi pasarnya cukup besar. Total kebutuhan susu sapi nasional saat ini sebanyak 4,4 juta ton dan sekitar 1 juta ton atau 23 persen dipenuhi dari dalam negeri. Sisanya, 3,4 juta ton masih impor, baik itu berupa susu cair maupun bubuk.
Konsumsi susu nasional juga baru 16,27 per kg per kapita per tahun. Tingkat konsumsi tersebut masih rendah dibandingkan Malaysia yang sebanyak 26,2 per kg per kapita per tahun, Myanmar 26,7 per kg per kapita per tahun, dan Thailand 22,2 kg per kapita per tahun.
Menurut Harry, Berdikari berencana membidik peluang pasar susu domestik yang besar itu. Salah satu caranya dengan meningkatkan produksi susu sapi nasional melalui kemitraan bisnis. Tanpa kemitraan, modal yang dibutuhkan sangat besar.
Jika ingin menaikkan 3,5 persen dari kemampuan produksi susu nasional dengan skema bisnis ke bisnis (BtoB), dibutuhkan dana 350 juta dollar-500 juta dollar AS. Artinya, Berdikari memproduksi susu dan memasoknya ke industri pengolahan susu besar.
”Namun, jika dengan skema bisnis ke konsumen (BtoC), Berdikari harus memiliki sendiri pabrik pengolahan susu. Investasi yang dibutuhkan 500 juta dollar-700 juta dollar AS,” katanya.
Baca juga: Sebagian Pabrik Pengolahan Susu Tolak Beli Susu dari Peternak
Harry mengaku tak mudah merealisasikan rencana bisnis itu lantaran modal masih terbatas. Selama ini, Berdikari tidak pernah mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sehingga permodalan didapat dari kas perusahaan dan restrukturisasi bisnis lain.
Upaya lain yang ditempuh adalah bermitra dengan perusahaan-perusahaan asing yang memiliki modal besar dan bergerak di bidang yang sama dengan Berdikari. Untuk mengembangkan industri susu, misalnya, Berdikari telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) penjajakan bisnis susu dengan perusahaan asal Qatar.
”Perusahaan tersebut memiliki 250.000 sapi perah dan peternakan modern. Mereka tengah menjajaki kerja sama bisnis susu dengan Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Kami sudah mengusulkannya ke pemegang saham utama, Kementerian BUMN, agar dapat bekerja sama dengan perusahaan itu,” kata Harry.
Untuk mengembangkan industri susu, misalnya, Berdikari telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) penjajakan bisnis susu dengan perusahaan asal Qatar.
ID Food, perusahaan yang menaungi Berdikari, juga berkomitmen memperkuat ekosistem susu sapi dalam negeri melalui kolaboriasi dengan PT Perkebunan Nusantara (Persero) VIII, perusahaan Belanda HVA International B.V, dan FrieslandCampina. Penandatanganan kerja sama keempat perusahaan itu dilakukan di Belanda pada 2 September 2022.
Direktur Utama ID Food Frans Marganda Tambunan mengatakan, PTPN VIII akan menyediakan lahan untuk peternakan dan ID Food memasok pakan ternak ke peternakan tersebut. ”Sementara HVA International B.V akan menjadi penghimpun investasi sekaligus operator dalam pengembangan peternakan sapi perah, sedangkan Frisian Flag Indonesia, anak usaha FrieslandCampina, akan menjadi offtaker,” ujarnya melalui siaran pers.
Menteri BUMN Erick Thohir berharap populasi sapi perah dan produksi susu segar dalam negeri dapat ditingkatkan melalui kerja sama tersebut. Kerja sama itu juga bakal menciptakan efek berganda bagi perekonomian masyarakat, khusus yang terlibat dalam ekosistem produksi susu nasional.
Baca juga: Investasi Topang Produksi Berorientasi Ekspor dan Substitusi Impor