Migrasi Penyiaran di Jabodetabek Ditargetkan Paling Lambat 11 September 2022
Proses migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial atau analog ”switch off” untuk Jabodetabek diharapkan paling lambat selesai 11 September 2022.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial atau analog switch off untuk Jabodetabek diharapkan paling lambat selesai 11 September 2022. Pemerintah mendorong lembaga penyiaran agar meningkatkan sosialisasi migrasi dan menambah konten siaran digital dengan impresi kuat. Penurunan penonton dan dampaknya ke bisnis iklan perlu diantisipasi.
Sebelumnya, pada Kamis (25/8/2022), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memutuskan meniadakan penahapan tenggat analog switch off (ASO). Keputusan ini mempertimbangkan hasil evaluasi penerapan ASO di beberapa wilayah sebelumnya. Peniadaan penahapan migrasi diharapkan mampu membuat kegiatan ASO efektif dan meminimalkan potensi kendala akses siaran masyarakat.
Meski demikian, Kemenkominfo menegaskan bahwa tenggat ASO tanggal 2 November 2022 — yang sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja — tetap berlaku. Kesiapan wilayah ASO sekarang sedang dipusatkan di wilayah Jabodetabek.
Kemenkominfo memutuskan fokus ASO di 11 kota yang selama ini jadi pengukuran Nielsen. Jabodetabek salah satunya. Direktur Penyiaran Kemenkominfo Geryantika Kurnia menyebutkan, lebih dari 77 persen infrastruktur penyiaran di wilayah itu telah digital dan sudah tersedia 52 program siaran digital terestrial untuk DKI Jakarta.
”Kami berharap, paling cspat 5 September 2022 atau paling lambat 11 September 2022, siaran televisi analog terestrial di Jabodetabek telah dimatikan. Tanggal 5 September 2022, persentase penuntasan pembagian alat bantu penerima siaran televisi digital terestrial di sana sudah tuntas 60–70 persen. Nanti, menteri yang akan mengumumkan,” kata dia di webinar ”Siap-Siap Menuju ASO!Diskusi dan Update tentang Analog Switch Off” yang diselenggarakan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Kamis (1/9/2022), di Jakarta.
Menurut Geryantika, Kemkominfo rutin menggelar survei untuk mengetahui perkembangan pemahaman warga tentang ASO. Pada survei Juli 2022, dia mengklaim, hasil menunjukkan 89 persen pemirsa siaran televisi di kota Nielsen telah memahami maksud siaran televisi digital terestrial. Mereka tertarik dan mau beralih.
Dia menekankan, waktu tersisa sebelum 2 November 2022 dimanfaatkan optimal untuk sosialisasi manfaat ASO beserta petunjuk migrasi ke warga. Warga diharapkan tidak lagi menunda beralih ke siaran televisi digital.
”Harusnya, kalau ASO di Jabodetabek bisa tuntas 5 September 2022, siaran televisi digital terestrial jangan sampai blank,” tegas dia.
Geryantika menambahkan, pengalaman ASO di negara lain bisa sukses karena lembaga penyiaran aktif membuat konten-konten yang memiliki impresi kuat. Oleh karena itu, para lembaga penyiaran di Tanah Air semestinya bisa meniru.
”Setelah Jabodetabek, mematikan siaran analog terestrial akan dilakukan secara paralel di Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Bali, Makassar, Palembang, Medan. Lalu, menuju seluruh wilayah siaran yang ada di Indonesia,” imbuh dia.
Country Lead Nielsen Media Indonesia Hellen Katherina mengatakan, dari 11 kota yang selama ini jadi pengukuran Nielsen, DKI Jakarta, Semarang, dan Makassar memiliki tingkat kesiapan tinggi terhadap siaran digital terestrial. Persentase kesiapan pemirsa di tiga daerah itu, sesuai riset Nielsen, mencapai di atas 40 persen.
Di antara pemirsa yang siap siaran digital terestrial itu, kata Hellen, dominan berasal dari kelompok ekonomi atas. Ini bisa dimaknai kesiapan menghadapi ASO tidak merata ke seluruh kelompok masyarakat.
Menurut dia, total populasi penonton televisi berusia lima tahun ke atas di 11 kota target pengukuran Nielsen mencapai sekitar 58 juta orang. Untuk Jabodetabek, khususnya, total populasi penonton televisinya mencapai 35,34 juta orang.
”Asumsi kami (dengan mempertimbangkan tingkat kesiapan ASO), saat siaran televisi analog terestrial jadi dimatikan, populasi penonton televisi akan turun. Penurunan sementara. Di Jabodetabek, jumlah penonton siaran televisi terestrial diperkirakan akan drop 39 persen,” kata Hellen.
Pada saat bersamaan, Ketua Kluster Media Agency P3I DKI Jakarta Amir Suherlan mengatakan, total jumlah penonton siaran televisi terestrial berusia lima tahun ke atas mencapai 239 juta orang. Siaran televisi terestrial di Indonesia, dia yakini, tidak akan ditinggalkan warga. Salah satu alasannya adalah keterjangkauannya yang luas.
Bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah dan bertempat tinggal di desa, siaran televisi terestrial masih menjadi sumber informasi utama. Ini dipengaruhi oleh belum meratanya infrastruktur jaringan internet ke wilayah rural.
Bagi pengiklan, perhatiannya tertuju bukan hanya ke rumah tangga kelas bawah, melainkan juga kelas menengah di tingkat nasional, bukan di kota Nielsen saja. Penurunan jumlah penonton televisi saat siaran televisi analog terestrial dimatikan adalah keniscayaan.
“Kami berusaha mengantisipasi segala konsekuensi, seperti berapa persen porsi penurunan jumlah penonton, seberapa dalam tingkat penurunan, dan berapa lama. Lalu, kami memetakan media audiovisual apa yang harus ditambahkan sebagai alternatif sementara. Selanjutnya, berapa implikasi ongkos yang harus dialami,” ujar Amir.