Permintaan Kapasitas Listrik Pusat Data Terus Naik, Dituntut Lebih Ramah Lingkungan
Seiring dengan meningkatnya permintaan kapasitas listrik fasilitas pusat data, operator di Indonesia dituntut beralih mengembangkan fasilitas yang lebih ramah lingkungan.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Teknisi melakukan perawatan rutin pada base transceiver station (BTS) milik salah satu operator telekomunikasi di kawasan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu (3/8/2022). Operator telekomunikasi seluler berupaya menggaet investasi baru agar bisa terus membangun infrastruktur hingga berekspansi model bisnis yang juga baru, seperti bisnis pusat data hingga konten internet.
JAKARTA, KOMPAS — Kapasitas listrik fasilitas pusat data per awal 2022 telah mencapai 120 megawatt (MW). Permintaan kapasitas diperkirakan masih berpotensi naik 10 kali lipat dalam satu dekade mendatang. Sejalan dengan ini, tekanan agar mereka ikut menekan emisi karbon semakin menguat. Namun, operator fasilitas pusat data mengakui tidak mudah beralih sepenuhnya ke fasilitas yang ramah lingkungan.
”Ketika kami pertama kali berdiri tahun 2016, total kapasitas fasilitas pusat data di Indonesia masih berkisar 32 MW. Enam tahun kemudian, yakni tahun ini, telah mencapai sekitar 120 MW. Sebanyak 74 persen dari total penduduk Indonesia menggunakan internet, mengadopsi komputasi awan, dan ada tambahan 19 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masuk ke ekosistem digital,” ujar Ketua Indonesia Data Center Provider (Idpro) Hendra Suryakusuma saat membuka diskusi hibrida Buku Putih Pusat Data Hijau, Selasa (30/8/2022), di Jakarta.
Dari sisi pemerintahan, Hendra menyebut sejumlah kabupaten/kota di Indonesia mulai gencar menerapkan sistem kota cerdas yang salah satunya ditandai dengan pelayanan publik serba daring. Sistem seperti ini ikut membutuhkan fasilitas pusat data.
Founder dan CEO PT DCI Indonesia Tbk Toto Sugiri mengatakan, permintaan kapasitas listrik fasilitas pusat data masih berpotensi naik sepuluh kali lipat dalam satu dekade mendatang atau bisa mencapai di atas 1.000 MW.
Sebanyak 74 persen dari total penduduk Indonesia menggunakan internet, mengadopsi komputasi awan, serta ada tambahan 19 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masuk ke ekosistem digital.
Terkait dengan potensi investasi di Asia, Managing Director Princeton Digital Group Indonesia Stephanus Tumbelaka mengatakan, tanpa adanya moratorium pembangunan pusat data baru oleh Pemerintah Singapura, Indonesia akan tetap jadi negara tujuan investasi fasilitas pusat data baru yang menarik bersama India.
”Penyedia layanan komputasi awan internasional, seperti Alibaba Cloud dan AWS, memiliki basis customer yang besar di negara berkembang, seperti Indonesia. Pada saat bersamaan, tekanan untuk mengurangi emisi karbon terus menguat. Sejumlah operator fasilitas pusat data di Indonesia memilih berkutat menyelesaikan masalah itu daripada sekadar menunggu perkembangan masif pembangkit listrik energi terbarukan muncul,” ujarnya.
TIM KEK NONGSA
Rancangan bangunan pusat data Nongsa One di Kawasan Ekonomi Khusus Nongsa, Batam, Kepulauan Riau.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah membangun sendiri pembangkit tenaga listrik solar atap. Meski dayanya kecil dan memiliki intermiten tinggi, upaya ini tetap dilakukan. Operator juga coba menggunakan generator dengan sumber energi gas. Akan tetapi, harga gas belum ekonomis dan lebih mahal dibandingkan dengan diesel.
”Di internal masing-masing operator sedang coba menekan konsumsi energi dari desain pembangunan gedung dan perangkat pendingin,” kata Stephanus.
Menurut Komisaris Utama/Komisaris Independen PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, pendekatan pembangunan fasilitas pusat data yang lebih ramah lingkungan atau green data center bukan sekadar tren. Sejumlah pelaku industri dari berbagai sektor dituntut untuk adaptif dengan digitalisasi, tetapi pada saat bersamaan mereka dituntut untuk lebih ramah lingkungan.
”Ketika mereka datang kepada operator fasilitas pusat data, mereka akan bertanya sejauh mana pengelolaan pusat data mendukung pendekatan ramah lingkungan. Artinya, semua pengusaha sekarang memang dituntut untuk bersama-sama menekan emisi karbon,” ujarnya.
Sejumlah pelaku industri dari berbagai sektor dituntut untuk adaptif dengan digitalisasi, tetapi pada saat bersamaan mereka dituntut untuk lebih ramah lingkungan.
Bambang berpendapat, upaya untuk mengembangkan green data center bukan hanya dari sisi suplai listrik, tetapi juga operasional operator fasilitas pusat data. Dari sisi suplai listrik, menurut dia, pengembangan fasilitas pusat data sebaiknya ditempatkan dalam satu kawasan khusus yang punya akses langsung ke pembangkit listrik energi terbarukan. Operator fasilitas pusat data juga seharusnya bisa mengembangkan sendiri pembangkit listrik energi terbarukan, seperti surya atap, dan harus didukung oleh PLN.
Kemudian, dari sisi operasional operator fasilitas pusat data sehari-hari, Bambang menyampaikan, tiga perempat pusat data biasa melakukan pembaruan peralatan teknologi dalam jangka waktu lima tahun atau lebih cepat. Oleh karena itu, dia memandang daur ulang material peralatan tersebut dapat berkontribusi dalam offsetting dampak dari eksplorasi tambang bahan mentah mineral. Sejumlah studi memperkirakan jejak karbon dari satu MW pusat data yaitu sekitar 15 ton plastik, 36 ton aluminium, dan 188 ton baja.
Gedung pusat data yang berada di area Data Center Kampus DCI Indonesia di Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (27/5/2021). DCI Indonesia mulai meresmikan gedung pusat data JK5 melengkapi tiga gedung pusat data yang telah beroperasi sebelumnya. Penambahan gedung pusat data tersebut untuk meningkatkan layanan bagi pelanggan di Indonesia serta membangun ekosistem pusat data lokal terlengkap di Indonesia yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi digital.
Pemerintah
Pada 2017, Bank Pembangunan Asia (ADB) melalui studi The Emerging Indonesian Data Center Market and Energy Efficiency Opportunities mengatakan, di tingkat global, penggunaan energi listrik di fasilitas pusat data diperkirakan 1,1 persen dari total penggunaan energi pada tahun 2012 dan pada 2020 diperkirakan meningkat menjadi 2,5 persen.
Studi ini juga memperkirakan bahwa pusat data Indonesia menggunakan sekitar 1,5 persen dari total kapasitas pembangkit listrik pada tahun 2014 dan mencapai antara 2,0 persen dan 3,0 persen pada 2017. Antara tahun 2016 dan 2017, permintaan listrik sebesar semua pusat data tumbuh dari 10 kilowatt menjadi 236 dan 405 MW.
Pendiri Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia, Eddie Widiono, menyebut, dalam riset ADB tersebut, dinilai lonjakan pengguna seluler, internet, dan ketergantungan berkelanjutan pada pembangkit listrik bahan bakar fosil berkontribusi ke peningkatan emisi karbon dari pusat data yang secara intensif mengonsumsi listrik. ADB memandang penting adanya sejumlah langkah efisiensi energi di fasilitas pusat data. Langkah efisiensi energi, berapa pun investasi yang dikeluarkan oleh operator fasilitas pusat data, akan menghemat biaya operasional hingga mengurangi emisi.
ADB memandang penting adanya sejumlah langkah efisiensi energi di fasilitas pusat data. Langkah efisiensi energi, berapa pun investasi yang dikeluarkan oleh operator fasilitas pusat data, akan menghemat biaya operasional hingga mengurangi emisi.
ADB dalam laporan yang sama juga merekomendasikan beberapa hal ke Indonesia. Sebagai contoh, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu mendorong setiap fasilitas pusat data menetapkan metrik penggunaan energi, intensitasnya, dan potensi efisiensi energi yang bisa dilakukan. Contoh lain, Kementerian ESDM bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika seharusnya bisa memastikan bahwa peraturan yang akan datang tentang pengembangan pusat data sudah mengikutsertakan efisiensi energi.
Adapun Sekretaris Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sahid Junaidi yang hadir bersamaan mengatakan, pemerintah dan DPR sedang mengupayakan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan. Sejauh ini masih baru akan bentuk panja.
”Dalam RUU ini, salah satu substansi yang kami perjuangkan adalah power wheeling atau pemanfaatan jaringan listrik bersama dan kontrak jual beli listrik langsung dengan pengembang energi terbarukan. Selain itu, kami dorong semua pelaku industri tetap melakukan manajemen efisiensi energi, terutama bagi pengguna energi 6.000 TOE,” ujarnya.