Penyedia Lokapasar Perlu Ambil Bagian dalam Pelatihan Talenta
Rantai bisnis e-dagang membutuhkan tenaga kerja terampil, termasuk menguasai bidang teknologi digital. Penyedia platform lokapasar ikut ambil bagian dalam pelatihan keterampilan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
Perdagangan secara elektronik atau e-dagang telah menjadi subsektor ekonomi digital yang telah menjadi bagian hidup sehari-hari. Masa pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan transaksi e-dagang semakin terakselerasi. Subsektor ini pun semakin butuh tenaga kerja andal di semua rantai bisnisnya.
Menyediakan sumber daya manusia yang terampil bukan hanya peran pemerintah, melainkan juga swasta. Perusahaan penyedia platform lokapasar, seperti Lazada Indonesia, pun telah ikut mengupayakan program untuk membantu peningkatan mutu tenaga kerja di e-dagang. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Executive Director Lazada Indonesia Ferry Kusnowo saat berkunjung ke Menara Kompas, Kamis (25/8/2022), di Jakarta, dalam rangka acara ”Kompas G20 Program Sapa Sosok Bersama Lazada”.
Selama pandemi Covid-19, sebenarnya bagaimana peran subsektor e-dagang menjaga api perekonomian Indonesia?
Selama mobilitas sosial dibatasi karena pandemi Covid-19, belanja daring menjadi pilihan utama dari kehidupan. Ini berdampak bagi pedagang yang sebelum pandemi hanya menggantungkan kanal penjualan dari luring. Mereka akhirnya memutuskan membuka penjualan daring. Dari pengalaman kami di Lazada Indonesia, jumlah mitra penjual naik tiga kali lipat selama dua tahun pembatasan sosial pandemi Covid-19. Pandemi mengakselerasi pertumbuhan e-dagang, termasuk pertumbuhan jumlah penjual yang masuk ke platform digital.
Akan tetapi, belum semua pelaku di rantai bisnis e-dagang ikut menikmati keuntungan. Apa saja tantangan yang Lazada Indonesia lihat dan bagaimana upaya perusahaan?
Sebagai platform e-dagang, kami membutuhkan pembeli, mitra penjual, karyawan kerja di Lazada Indonesia, dan perusahaan logistik beserta kurir mereka. Kami membantu mendukung mitra penjual, terutama dari kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) naik kelas dengan adanya e-dagang. Kami memiliki program utama bernama AKAR Digital Indonesia yang bekerja sama dengan pemerintah kota, kabupaten, dan provinsi. Kami juga mempunyai Lazada University yang memberikan akses belajar jarak jauh bagi UMKM. Ditambah lagi, kami memiliki Lazada Club, komunitasnya para mitra penjual Lazada Indonesia di 30 kabupaten dan kota. Di Lazada Club, semua mitra penjual bisa saling belajar pemasaran digital.
Dari sisi pendidikan, kami telah ikut program Kampus Merdeka yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi. Jadi, mahasiswa-mahasiswa bisa ikut program magang di tempat kami sehingga setelah lulus mereka siap menghadapi industri digital.
Kepada para kurir, kami pun mengupayakan pelatihan agar pelayanan kepada konsumen lebih baik. Mereka juga mesti melek digital.
Apa masalah yang Lazada Indonesia temui selama menjalankan program -program pelatihan ataupun pembinaan talenta itu?
Berdasarkan studi yang kami lakukan tahun 2021, kami menemukan bahwa masih ada kesenjangan keterampilan yang disuplai oleh institusi pendidikan dan permintaan industri e-dagang. Kami yakin persoalan ini butuh duduk bersama antara pelaku industri, pemerintah, dan institusi pendidikan. Kalaupun sudah ada pelatihan-pelatihan khusus teknologi digital, kami menemukan kendalanya adalah masih terpusat di kota besar. Maka, kami bangun Lazada University yang menunjang akses pelatihan bisa dilakukan dari mana saja.
Masalah lain yang kami temui adalah pola berpikir tertutup atau fixed mindset yang masih dimiliki sebagian talenta. Dengan pelatihan keterampilan lunak terus-menerus, pola berpikir terbuka atau growth mindset itu bisa muncul. Di program magang kami, bagian dari dukungan perusahaan terhadap Kampus Merdeka, kami mengajari mahasiswa untuk terus berlatih growth mindset.
Apakah permasalahan kesenjangan keterampilan juga dialami negara lain?
Kesenjangan keterampilan membuat pekerja susah diserap pasar. Kami memilih fokus ke Indonesia. Kami bekerja sama dengan pemerintah kota dan kabupaten agar kesempatan pelatihan keterampilan teknologi digital semakin terbuka lebar. Dengan demikian, penyerapan bisa lebih tinggi.
Kita juga perlu memahami bahwa keterampilan yang dibutuhkan oleh industri e-dagang tidak melulu berkaitan dengan kode pemrograman. Masih banyak keterampilan yang dibutuhkan industri, seperti mengembangkan tampilan menarik di aplikasi atau user interface dan user experiece sehingga konsumen betah berbelanja di platform kita. Kami juga butuh profesi, seperti manajemen gudang, key opinion leader, dan live streamer.
Secara spesifik, apa masalah yang Lazada Indonesia temui ketika menjalankan pelatihan kepada para mitra penjual?
Pelatihan yang kami jalankan hampir berjalan setiap minggu. Jumlah peserta mencapai 100–200 UMKM. Kami berupaya menyediakan materi pelatihan yang menarik mereka datang. Akan tetapi, dari jumlah peserta yang dilatih itu, tidak semuanya bisa segera sukses. Apalagi, model pelatihan kami buat secara berjenjang. Mitra penjual harus gigih mau terus berjuang, belajar, dan berinovasi agar bisa maju. Kami senang jika ada mitra yang akhirnya sukses bisa memperoleh pasar di luar negeri. Saat ini, sekitar 100 mitra penjual kami telah mempunyai pangsa pasar di ASEAN.
Lazada Indonesia telah beroperasi satu dekade dan ikut ambil bagian dalam Hari Belanja Online Nasional yang jatuh setiap 12 Desember. Apa lagi persoalan yang masih dihadapi oleh pelaku industri ?
E-Dagang telah menjadi salah satu subsektor ekonomi digital yang sudah mapan. Meski demikian, ruang tumbuh penerimaan transaksi masih besar. Produk yang diperjualbelikan di platform e-dagang tidak bisa hanya itu-itu saja. Literasi digital konsumen juga masih perlu ditingkatkan. Cara melayani konsumen pun masih perlu lebih dioptimalkan.