Penggunaan Anggaran Pendidikan untuk Pengembangan Manusia Belum Optimal
Krisis akibat pandemi Covid-19 cukup mengganggu upaya peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia karena perlambatan aktivitas ekonomi dan meningkatnya biaya kesehatan.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Menteri Keuangan Sri Mulyani
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai rintangan menghalangi upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Saat ini pemerintah masih menghadapi tantangan pemulihan ekonomi global pasca-pandemi Covid-19. Alokasi anggaran belanja pendidikan diharapkan semakin efektif untuk menghasilkan manusia Indonesia yang unggul.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan kuliah umum bagi masyarakat akademik di lingkungan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bertema ”Generasi Unggul di Era Society 5.0” secara virtual di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Sri Mulyani menyatakan, kondisi dunia pasca-pandemi masih menyisakan sejumlah krisis di sektor kesehatan dan ekonomi. Krisis di dua sektor ini cukup mengganggu upaya peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia karena perlambatan aktivitas ekonomi dan meningkatnya biaya kesehatan.
Dunia diliputi bayang-bayang stagflasi, di mana perekonomian melambat, tetapi dalam waktu bersamaan inflasi merangkak naik.
”Dunia diliputi bayang-bayang stagflasi, di mana perekonomian melambat, tetapi dalam waktu bersamaan inflasi merangkak naik,” ujarnya.
Dari sektor pendidikan, model dan mekanisme jalannya pendidikan formal juga berubah seiring berkurangnya pembelajaran tatap muka untuk mengurangi angka penularan virus Covid-19. Sayangnya, kualitas layanan internet untuk menunjang kegiatan pendidikan secara daring masih belum merata antara daerah ibu kota dengan daerah terluar, tertinggal, dan terdepan.
Pemerintah sebenarnya telah berupaya dan mengalokasikan anggaran untuk menghasilkan manusia Indonesia unggul yang diharapkan, yakni yang produktif, inovatif, dan berdaya saing global. Alokasi anggaran pendidikan tahun ini mencapai Rp 574,9 triliun dalam APBN 2022. Total anggaran tersebut terdiri dari belanja melalui pemerintah pusat Rp 213,4 triliun, transfer ke daerah Rp 290,5 triliun, dan pembiayaan pendidikan Rp 71 triliun.
”Anggaran tersebut merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Namun, sayangnya, alokasi belanja anggaran pendidikan masih didominasi untuk belanja pegawai, bukan hanya guru, melainkan juga para birokrat,” ujarnya.
Kementerian Keuangan mencatat, dari total dana transfer ke daerah untuk pendidikan, sebanyak 10 persen terserap untuk belanja modal, 16 persen untuk belanja barang dan jasa, serta 74 persen untuk belanja pegawai. Ia menilai penting bagi suatu bangsa untuk terus mencari cara menerjemahkan komitmen anggaran pendidikan dalam bentuk kualitas pendidikan di Indonesia.
Belum optimalnya penggunaan anggaran belanja pendidikan untuk pengembangan kualitas manusia Indonesia juga tecermin dari skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang masih jauh di bawah rata-rata negara ASEAN serta negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangun Ekonomi (OECD).
PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh OECD, untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Pada 2018 lalu, sejumlah siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak di masing-masing negara untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar yaitu membaca, matematika dan sains.
PISA mengukur apa yang diketahui siswa dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya. Hasilnya untuk kemampuan membaca, skor siswa Indonesia mencapai 371 berada di bawah skor rata-rata negara OECD yakni sebesar 487. Capaian skor rendah juga didapat Indonesia untuk bidang matematika (379) dan sains (396).
Sri Mulyani mengatakan, kendati alokasi anggaran belanja untuk sektor pendidikan telah memenuhi amanat konstitusi yang telah diamandemen yakni minimal 20 persen dari total anggaran belanja negara, anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan masih berpotensi dilampaui oleh anggaran belanja negara untuk subsidi energi.
”Anggaran untuk subsidi BBM kita sekarang sudah mencapai Rp 502 triliun dan kemungkinan akan melebihi kalau konsumsi BBM bersubsidi meningkat. (Jika harga BBM dipertahankan) kemungkinan anggaran pendidikan akan tersalib dengan anggaran untuk subsidi energi,” ujarnya.
Sementara untuk tahun 2023, pemerintah menyiapkan anggaran pendidikan sebesar Rp 608,3 triliun. Angka ini bertambah Rp 33,4 triliun dibandingkan tahun lalu, namun secara proporsi tetap 20 persen dari anggaran belanja negara.
Selain alokasi anggaran pendidikan, program pembangunan manusia juga bergantung pada alokasi untuk anggaran kesehatan yang porsinya minimal 5 persen dari APBN. Untuk tahun 2023 anggarannya disiapkan Rp 169,8 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2022 yang mencapai Rp 212,8 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, pengurangan dilakukan terkait dengan kondisi pandemi yang sudah lebih terkendali. Proyeksi realisasi belanja penanganan pandemi menjadi berkurang, seperti pengadaan vaksin dan obat Covid-19 serta penggantian klaim perawatan pasien Covid-19.
”Kita berkejaran dengan waktu dalam meraih bonus demografi yang puncaknya berada pada periode 2020-2030. Jika periode ini terlewati tanpa keuntungan optimal yang bisa diraih, perjuangan meningkatkan kualitas manusia Indonesia akan lebih berat,” kata Sri Mulyani.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyayangkan beragamnya program peningkatan kapasitas yang tak berada di bawah kewenangan yang sama. Pemerintah disarankan agar mengevaluasi sejumlah kebijakan peningkatan sumber daya manusia agar peningkatan anggaran pendidikan setiap tahunnya dapat efektif dan tepat sasaran.
Upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia di Indonesia tersebar di berbagai kementerian, mulai dari manajemen pelaksana (PMO) kartu prakerja untuk program kartu prakerja, balai latihan kerja (BLK) di bawah yurisdiksi Kementerian Ketenagakerjaan, hingga program manajemen talenta yang disiapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Selain itu, besarnya anggaran pendidikan perlu dimanfaatkan membenahi kurikulum pendidikan level menengah atas, terutama kurikulum di sekolah kejuruan, agar bisa menjawab kebutuhan industri. ”Faktanya, dunia usaha perlu menyiapkan biaya pelatihan lagi untuk lulusan SMK. Seharusnya sejak masa pendidikan para pelajar sudah disiapkan dan industri dilibatkan,” kata Bhima.