Tak hanya soal rencana penambahan kuota BBM bersubsidi, menaikkan harga jual eceran BBM bersubsidi juga menjadi pertimbangan pemerintah. Tekanan besar terhadap APBN menjadi perhatian.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi VII DPR mendesak pemerintah untuk menambah kuota bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi pada tahun ini. Selain desakan menambah kuota, ada pula usulan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi yang saat ini harga jual ecerannya jauh di bawah harga keekonomian. Besarnya anggaran subsidi BBM membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Desakan penambahan kuota BBM bersubsidi tersebut menjadi salah satu kesimpulan rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Rabu (24/8/2022), di Jakarta. BBM bersubsidi yang kuotanya diusulkan naik adalah pertalite dari 23 juta kiloliter di tahun ini menjadi 29 juta kiloliter, dan biosolar dari 14,9 juta kiloliter menjadi 17,39 juta kiloliter. Dengan kuota yang ada saat ini, diperkirakan jatah pertalite dan biosolar akan habis pada Oktober mendatang.
Dalam rapat tersebut, Arifin menuturkan, penambahan kuota BBM subsidi sedang dalam pembahasan. Di saat yang sama, pemerintah juga menyusun skema penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Dengan demikian, penambahan kuota diharapkan tidak melebihi plafon anggaran pemerintah yang ada saat ini.
”Pemerintah tetap berusaha memenuhi kebutuhan energi bagi masyarakat. Namun, sebaiknya kita juga mengimbau mereka yang seharusnya mampu (membeli BBM nonsubsidi) untuk mematuhi peraturan-peraturan yang ada,” kata Arifin.
Dari hasil inspeksi ke lapangan, ujar Arifin, ditemukan praktik penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi yang seharusnya dialokasikan untuk masyarakat yang tidak mampu. Praktik penyelewengan itu, menurut dia, terjadi cukup masif di masyarakat. Pemerintah tengah mengevaluasi kebijakan penyaluran BBM bersubsidi yang ada dan berjanji akan memperbaikinya.
Menaikkan harga
Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi VII DPR dari Partai Nasdem Sugeng Suparwoto berpendapat perlunya menaikkan harga BBM bersubsidi di situasi sekarang ini. Menurut dia, menaikkan harga menjadi jalan tengah di situasi tekanan fiskal akibat besarnya anggaran subsidi energi. Untuk pertalite, misalnya, harga idealnya Rp 10.000 per liter dari saat ini yang Rp 7.650 per liter.
”Kenaikan harga ini bukan menghapus subsidi. Sebab, harga Rp 10.000 per liter ini pun masih perlu disubsidi pemerintah lantaran harga jualnya masih di bawah harga keekonomian. Jadi, subsidi tetap ada, tetapi sebaiknya harus tepat sasaran,” ujarnya.
Dari Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah masih harus mengevaluasi soal harga BBM bersubsidi sebelum memutuskan akan menaikkan atau mempertahankan harga. Ada banyak pertimbangan sebelum keputusan diambil.
”Evaluasi masih dilakukan dalam satu dua hari ini. Minggu ini kami akan melaporkan kepada Bapak Presiden. Akan dilaporkan terlebih dahulu,” ujar Airlangga.
Ketika ditanya apakah akan ada bantuan sosial khusus jika harga BBM bersubsidi kelak dinaikkan, Airlangga membenarkannya. Namun, lebih rinci mengenai hal itu masih menunggu hasil rapat evaluasi. ”Ya, tentu perlindungan sosialnya akan kita tebalkan. Kita punya banyak sistem yang sudah dilakukan selama KPC PEN (Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional),” katanya.
Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi mengemuka dalam sepekan terakhir. Pasalnya, kuota pertalite maupun biosolar diperkirakan jebol dan habis pada Oktober 2022. Adapun anggaran subsidi dan kompensasi energi pada 2022, termasuk di dalamnya pertalite dan solar, total mencapai Rp 502,4 triliun. Dikhawatirkan APBN tidak lagi mampu menahan beban. Namun, di sisi lain, kenaikan harga BBM bakal mendorong inflasi.
Jaga daya beli
Saat dihubungi, Rabu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengatakan, kebijakan mempertahankan harga jual energi di dalam negeri merupakan hal krusial untuk menjaga daya beli masyarakat. Saat harga BBM meningkat, kemungkinan merosotnya daya beli masyarakat akan semakin terbuka.
”Merosotnya daya beli masyarakat akan mengganggu pemulihan ekonomi domestik yang strukturnya didominasi oleh konsumsi,” ujarnya.
Febrio menyadari bahwa kenaikan harga pertalite dan solar bersubsidi akan berdampak terhadap semua kelompok masyarakat sehingga diperlukan instrumen kebijakan yang dapat meminimalkan dampak negatif terhadap daya beli masyarakat. Untuk itu, mekanisme subsidi energi ke depannya akan dibuat lebih tepat sasaran.
”Kalau terjadi kenaikan (harga pertalite dan biosolar), semua masyarakat kena. Namun, daya beli masyarakat berbeda-beda. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan lebih memukul masyarakat berpendapatan rendah. Ini yang harus bisa dikompensasi secara tepat waktu, tepat jumlah, mekanismenya juga pas,” kata Febrio.
Secara terpisah, Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sekaligus pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Fajar Bambang Hirawan berpendapat, belanja subsidi energi yang mencapai Rp 502 triliun pada 2022 harus menjadi perhatian.
Apabila kenaikan harga BBM bersubsidi ditahan, kebijakan itu lebih berorientasi pada stabilitas dan keberlangsungan ekonomi nasional dalam jangka pendek. Itu akan membebani pemerintahan selanjutnya. ”Namun, jika berorientasi pada stabilitas dan keberlangsungan ekonomi jangka menengah-panjang, kenaikan harga BBM dapat meringankan beban APBN ke depan,” ujarnya.
Tak dimungkiri, lanjut Fajar, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menimbulkan gejolak terhadap inflasi. Namun, hal tersebut harus direspons dengan program atau kebijakan ekonomi yang bertujuan menjaga daya beli masyarakat. Misalnya, anggaran perlindungan sosial harus dioptimalkan pada kelompok masyarakat rentan terdampak kenaikan harga BBM bersubsidi.
Di sisi lain, regulasi terkait penyaluran subsidi energi yang tepat sasaran dibutuhkan. ”Perlu ada perubahan paradigma pemerintah dalam menyalurkan subsidinya, dari yang tadinya subsidi pada barang menjadi subsidi diberikan langsung kepada orang atau individu. Pemerintah harus terus berbenah dalam sinkronisasi data,” ujar Fajar.
Selain itu, tambah Fajar, edukasi akan pentingnya menjaga kesehatan APBN untuk pembangunan juga perlu terus digencarkan. Masyarakat harus diberikan informasi yang lengkap mengenai situasi dan kondisi keuangan negara, khususnya di tengah pemulihan ekonomi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tingginya konsumsi BBM bersubsidi membuat anggaran subsidi dan kompensasi energi yang telah ditetapkan saat ini tidak cukup untuk mempertahankan harga jual BBM dan elpiji bersubsidi. Setidaknya untuk mempertahankan harga energi bersubsidi hingga akhir tahun, alokasi anggaran subsidi energi perlu ditambah Rp 198 triliun.
Pada Mei 2022, Kementerian Keuangan menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebanyak Rp 349,9 triliun. Dengan tambahan ini, anggaran subsidi dan kompensasi energi 2022 menjadi Rp 502,4 triliun.