Sumsel Siapkan Kebun Tebu Terintegrasi untuk Swasembada Gula
Lahan seluas 8.300 hektar di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, disiapkan sebagai kawasan perkebunan tebu terintegrasi. Kawasan ini diproyeksikan mengelola beberapa produk turunan tebu.
—
Proyek ini juga sebagai upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada gula kristal pada 2024.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Tenaga Ahli Penyusunan Peta Peluang Investasi dari Sucofindo Edi Wiraguna dalam Penyusunan Peta Peluang Investasi Proyek Prioritas Strategis di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (23/8/2022).
Edi mengatakan, setelah melakukan kajian awal, pihaknya memilih Kecamatan Jirak Jaya dan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, sebagai tempat pembangunan kebun tebu terintegrasi dengan luas lahan yang disiapkan sekitar 8.300 hektar.
Sebelumnya, lahan itu merupakan konsesi dari PT Musi Andalan Sumatera (MAS) yang tidak lagi diusulkan izin usaha perkebunannya. Jumlah tersebut sudah melebihi syarat pembuatan pabrik pengolahan tebu dan turunannya di mana harus memiliki lahan tebu setidaknya 2.000 hektar.
Pemilihan lahan tersebut, lanjut Edi, mempertimbangkan beberapa faktor, mulai dari aspek kriteria agroklimat, aksesibilitas, hingga kondisi masyarakat sekitar.
Untuk kriteria agroklimat, sebuah perkebunan tebu harus memenuhi sejumlah syarat, seperti curah hujan 1.000-2.000 milimeter per tahun dengan intensitas penyinaran 10-12 jam per hari.
Sebab, untuk di Jawa dan Lampung tidak ada lagi lahan. (Ratih Purbasari Kania)
Selain itu, kelembaban udara yang diperlukan kurang dari 85 persen dengan ketinggian maksimal 500 meter di atas permukaan laut. Adapun untuk aksesibilitas, lokasi ini juga dekat dengan sungai yang terhubung dengan Pelabuhan Tanjung Api-Api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Baca juga : Hilirisasi Batubara Berkelanjutan Terus Didorong
clean and clear
Tumpang tindih
”Jangan sampai ada tumpang tindih lahan yang bisa mengganggu proses investasi,” ucap Edi. Karena itu, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, terutama pemerintah daerah.
Menurut dia, pasar dari produk turunan tebu masih sangat luas. Dilihat dari gula saja, kebutuhan domestik yang sebesar 6 juta ton (gula rafinasi dan gula kristal) baru terpenuhi sekitar 5 juta ton. ”Sisanya masih diimpor dari negara lain,” ucapnya.
Pembangunan perkebunan tebu terintegrasi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gula di dalam negeri. Apalagi saat ini pemerintah sedang menggalakkan swasembada gula rumah tangga pada 2024.
”Pra-studi kelayakan ditargetkan tuntas pada enam bulan ke depan,” ucapnya. Apabila kajian telah dianggap lengkap, lokasi ini akan ditawarkan kepada investor.
Dia berkeyakinan, jika terwujud, proyek ini akan menjadi perkebunan tebu terintegrasi pertama di Indonesia.
Dipilihnya Sumsel sebagai lokasi pembangunan karena dianggap masih memiliki lahan yang memadai. ”Sebab, untuk di Jawa dan Lampung tidak ada lagi lahan,” ucap Ratih.
Ada beberapa syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk menjadi perkebunan terintegrasi, yakni jarak antara kebun dan pabrik tidak boleh lebih dari 80 kilometer karena waktu pengiriman tidak boleh lebih dari 24 jam. ”Sebab, jika terlalu lama, akan mengurangi rendemen dari tebu tersebut,” ujar Ratih.
Baca juga : Petani Swadaya di Sumsel Desak Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sumsel Yudha Husni memaparkan, secara keseluruhan nilai investasi perkebunan tebu dan industri gula di Sumsel mencapai Rp 6,4 triliun yang dikelola oleh lima perusahaan.
Hingga Juli 2022, lahan tebu di Sumsel mencapai 38.344 hektar dengan jumlah produksi gula mencapai 89.802 ton. Capaian ini menempatkan Sumsel sebagai provinsi penghasil gula terbesar nomor empat dengan kontribusi 4,32 persen di Indonesia setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
Yudha berpendapat, ditetapkannya kebun tebu terintegrasi ini sebagai proyek prioritas strategis diharapkan bisa mengundang investor untuk segera menanamkan modalnya di Sumsel. Dengan begitu, akan lebih banyak penyerapan tenaga kerja.
”Harapannya, 60 persen tenaga kerja di industri ini adalah warga lokal,” ucapnya. Kebun tebu terintegrasi ini diproyeksikan dapat menyerap hingga 4.500 tenaga kerja.
Sekretaris Daerah Sumatera Selatan Supriono berharap proyek ini dapat segera diwujudkan sebagai implementasi hilirisasi yang selama ini telah digaungkan. Menurut dia, walau dianugerahi sumber daya alam yang melimpah, Sumsel masih belum merasakan dampak dari hilirisasi industri.
Seperti sektor kelapa sawit yang sampai saat ini produk turunan dari Sumsel hanya berupa minyak sawit mentah dan minyak goreng, sedangkan 18 item produk turunan lain dikelola oleh Singapura.
Begitu juga dengan komoditas lain, seperti karet, batubara, dan kopi, di mana Sumsel hanya mengirim bahan mentah dan daerah lain yang menikmati hasilnya.
”Saya berharap ini (kebun tebu terintegrasi) bisa menjadi momentum bagi Sumsel untuk menghasilkan produk turunan dari komoditas yang dihasilkan,” ucap Supriono.