Nomor Induk Berusaha Jadi Modal Transformasi Usaha Formal
Kepemilikan nomor induk berusaha (NIB) menjadi modal penting bagi usaha mikro dan kecil. Berbekal NIB, usaha sektor informal berpotensi naik kelas menjadi usaha formal, termasuk mendapat akses permodalan.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepemilikan nomor induk berusaha atau NIB menjadi modal penting bagi usaha mikro dan kecil. Berbekal NIB, transformasi usaha yang semula berkutat pada sektor informal berpotensi naik kelas menjadi usaha formal sehingga semakin mudah untuk mengakses pembiayaan perbankan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki dalam acara ”Pemberian NIB untuk Pelaku UMK Perseorangan” di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (23/8/2022), menargetkan pada tahun 2024 sebanyak 16 persen atau sekitar 2,5 juta usaha mikro dan kecil bisa memiliki NIB.
”Untuk merealisasikan target tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM memiliki program Transformasi Formal Usaha Mikro (Transfumi) guna mempercepat penerbitan NIB. Mereka akan memperoleh pendampingan yang dilakukan oleh sukarelawan Garda Transfumi,” kata Teten dalam acara yang diselenggarakan secara hibrida tersebut.
Selama ini, program Transfumi melibatkan para sukarelawan pendamping Garda Transfumi yang berasal dari asosiasi-asosiasi berkompeten. Mereka mendampingi pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia untuk mengakses NIB melalui aplikasi online single submission-risk based approach (OSS-RBA).
Dalam data Kementerian Koperasi dan UKM, sekitar 600 sukarelawan pendamping Garda Transfumi aktif melakukan pendampingan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 pendamping berasal dari wilayah Yogyakarta.
Teten menambahkan, saat ini pemerintah sedang mengembangkan kerja sama dengan aplikasi digital untuk menerapkan scoring credit bagi UMKM. Tujuannya, pelaku UMKM yang belum dapat mengakses perbankan (unbankable) dapat memiliki kepastian dalam mendapatkan pembiayaan melalui scoring credit tersebut.
Teten juga menghendaki UMKM bisa menjadi bagian dari industrialisasi nasional. Jadi, industri otomotif, misalnya, pemasok komponennya harus berasal dari UMKM. Begitu pula industri furnitur, makanan, dan minuman. Dengan begitu, ada jalinan kerja sama terintegrasi yang baik dan berkelanjutan antara UMKM dan industri.
”Jadi, gap antara usaha besar dan kecil akan hilang. Kemudahan perizinan, termasuk pengurusan NIB, akan mempermudah jalan UMKM masuk ke industrialisasi,” ujar Teten.
Di tempat yang sama, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menegaskan, sebesar 50 persen UMKM Indonesia merupakan pelaku usaha informal. Banyak di antaranya belum bisa mengakses pembiayaan formal atau perbankan. Hal inilah yang membuat pemerintah harus bekerja keras meningkatkan literasi keuangan dan membuat pelaku UMKM naik kelas menjadi usaha formal.
”UMKM ini anak kandung republik ini. Setiap krisis, UMKM menjaga benteng pertahanan ekonomi kita. Mereka harus diberikan tempat terbaik untuk diberikan permodalan,” ujar Bahlil.
Sementara itu, Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam X menambahkan, karakter perekonomian DIY didominasi industri mikro dan kecil. Jumlahnya diperkirakan mencapai 98,4 persen dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 79 persen.
Menurut Paku Alam X, adanya NIB bagi UMK menjadi keharusan. Pasalnya, NIB telah menjadi fungsi utama pengenal bagi pelaku usaha, baik perorangan maupun nonperorangan. ”Dengan NIB, pelaku usaha dapat mengajukan izin operasional. NIB juga berfungsi sebagai tanda daftar perusahaan, angka pengenal importir, dan hak akses kepabeanan. Pelaku usaha yang mendapat NIB terdaftar juga menjadi peserta jaminan kesehatan sosial dan jaminan sosial ketenagakerjaan,” katanya.
Ia menyambut baik pemberian NIB tersebut. Hal ini akan membuka berbagai kemudahan untuk perizinan usaha dan mendorong UMK segera memutakhirkan legalitas yang mereka kantongi. ”Kami juga akan meminta pelaku usaha yang belum memiliki NIB untuk segera mengurusnya,” ujarnya.
Mengembangkan UMKM
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam syukuran Hari Ulang Tahun Ke-42 Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA), Kamis (18/8/2022), secara virtual menyampaikan, UMKM adalah pelaku ekonomi yang sangat penting dan merupakan tulang punggung bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2021, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto Indonesia sebesar 61 persen. Nilai tambah dari UMKM di dalam perekonomian Indonesia mencapai Rp 8.573,9 triliun.
Hal tersebut merupakan bukti nyata UMKM Indonesia memiliki peran penting, termasuk dalam menciptakan kesempatan kerja. Pemerintah terus mendukung perkembangan dan kemampuan UMKM untuk terus mampu berdaya saing.
Dalam syukuran tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, sektor industri manufaktur senantiasa menjadi penopang utama dalam perekonomian nasional. Pertumbuhan pada triwulan II-2022 mencapai 4,33 persen, dengan nilai ekspor sebesar 102 miliar dollar AS atau setara 72,3 persen dari total ekspor nasional pada periode Januari-Juni 2022.
”Berbagai upaya pengembangan industri kecil dan menengah sungguh menuntut kolaborasi pemerintah, penyedia teknologi, serta yang terpenting adalah komitmen dari pelaku IKM (industri kecil menengah) itu sendiri,” tegas Agus.
Teten Masduki pun mengapresiasi YDBA untuk mengembangkan kewirausahaan dan keterampilan masyarakat melalui program pembinaan dan pengembangan UMKM. Ini selaras dengan upaya pemerintah untuk membangun dan mengembangkan kewirausahaan nasional.
Menurut Teten, kemitraan dan kolaborasi adalah kunci pengembangan UMKM di masa depan. Pemerintah terus mendorong kemitraan usaha besar dan UMKM agar terhubung ke dalam rantai pasok global. Hingga saat ini, baru 4,1 persen UMKM Indonesia yang sudah terhubung ke rantai pasok global.