Tak Hanya yang Ilegal, Pelanggaran oleh Pertambangan Berizin Juga Marak
Perlu dibentuk satgas khusus untuk memberantas pelanggaran pertambangan ilegal dan yang legal. Satgas ini sebaiknya melibatkan kementerian dan lembaga dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden atau Wakil Presiden.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tak hanya pertambangan tanpa izin, aktivitas pertambangan yang berizin atau legal juga terus bermunculan. Penegakan hukum untuk menyikapi kasus tersebut semestinya ditingkatkan dengan melibatkan kementerian dan lembaga.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Pipit Rismanto mengatakan, selama 2017-2021, pihaknya telah melakukan penegakan hukum tindak pidana pertambangan di seluruh Indonesia, di antaranya memproses 2.708 laporan polisi dan menetapkan 3.103 tersangka. Dalam penegakan hukum kasus ini, aparat dihadapkan juga pada kasus tindak pidana pencucian uang yang cukup menantang penanganannya.
Di luar penegakan hukum terhadap pertambangan tanpa izin, Pipit menyampaikan bahwa pihaknya kerap menemukan berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh pengusaha tambang berizin. Contoh penyimpangan adalah eksplorasi tidak dilakukan meski sudah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), IUP sudah habis tetapi rencana kerja dan anggaran perusahaan mineral dan batubara tetap terbit, serta pemakaian dana reklamasi yang tidak optimal.
Penyimpangan lain, imbuh Pipit, adalah penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sejumlah pengusaha tambang berizin ataupun yang ilegal diduga telah memanfaatkan disparitas harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi. Padahal, sektor industri, termasuk pertambangan, tidak masuk dalam kelompok pengguna BBM bersubsidi.
”Kami berharap kolaborasi penegakan hukum diperkuat, tata kelola pertambangan diperbaiki, dan regulasi juga harus terus berkembang,” ujar Pipit dalam webinar ”Penanggulangan Penambangan Tanpa Izin di Indonesia”, Senin (22/8/2022), di Jakarta.
Identifikasi pelanggaran selalu diarahkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Perusakan Hutan, dan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan lainnya adalah UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga akhir Agustus 2021, terdapat 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin di Indonesia. Inspektur Tambang Ahli Madya dan Ketua Kelompok Kerja Pertambangan Rakyat dan Pembinaan Aspek Teknik dan Lingkungan Ditjen Mineral dan Batubara Antonius Agung Setiawan menyampaikan, terdapat sekitar 3,7 juta pekerja di sektor pertambangan tanpa izin. Mereka berada di 96 lokasi pertambangan batubara tanpa izin dan 2.645 lokasi pertambangan mineral tanpa izin.
Terdapat sekitar 3,7 juta pekerja di sektor pertambangan tanpa izin. Mereka berada di 96 lokasi pertambangan batubara tanpa izin dan 2.645 lokasi pertambangan mineral tanpa izin.
”Pendataan ini bersifat dinamis. Tidak semua aktivitas pertambangan seperti itu bersifat terus-menerus. Kami melakukan upaya-upaya penataan wilayah agar kegiatan pertambangan rakyat bisa diformalisasi (dilegalkan). Semua aktivitas pertambangan rakyat, sesuai UU No 3/2020, berbeda dengan pertambangan tanpa izin,” ucap Antonius.
Ia menambahkan, beberapa upaya penegakan hukum telah dicoba dilakukan. Sebagai contoh, intervensi pemerintah melalui pemberlakuan syarat dokumen penjualan komoditas tambang, tetapi disalahgunakan. Pemerintah, termasuk Kementerian ESDM, mencoba cara baru, yaitu digitalisasi mineral dan batubara. Pembayaran royalti dilakukan melalui sistem elektronik atau e-PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Sistem digital ini terhubung dengan kementerian dan lembaga lain.
”Kami pun berupaya memutus rantai pasok bahan baku dan mata rantai penjualan hasil pertambangan tanpa izin melalui koordinasi bersama Polri dan pemerintah daerah. Di luar itu, salah satu solusi yang selalu kami dorong adalah penciptaan banyak lapangan kerja sehingga warga tidak berpindah ke pertambangan tanpa izin,” kata Antonius.
Bentuk satgas
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menyarankan perlunya pembentukan satuan tugas (satgas) khusus untuk memberantas pertambangan tanpa izin. Satgas ini sebaiknya melibatkan kementerian dan lembaga dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden atau Wakil Presiden. Sementara untuk Kementerian ESDM, ia menyarankan perlunya dibentuk direktorat khusus penegakan hukum untuk menangani kasus pelanggaran di bidang energi, mineral, dan batubara.
”Kami rasa, upaya penegakan aturan terhadap semua bentuk pelanggaran aktivitas pertambangan perlu ditingkatkan, seperti harus menyasar ke cukong ataupun pemodalnya,” ujar Rizal.
Dari sisi pertambangan rakyat, ia berpendapat, izin usaha pertambangan rakyat sebaiknya diberi nama pertambangan skala kecil. Pemerintah juga perlu memberikan bantuan teknis kepada aktivitas pertambangan rakyat skala kecil, seperti teknik penambangan yang lebih efisien dan akses finansial.