Lima Perusahaan Batubara di Jambi Bertahun-tahun Menambang Tak Sesuai Izin
Setelah bertahun-tahun menambang batubara tanpa izin di wilayah Batin XXIV, Kabupaten Batanghari, lima perusahaan kini dalam penyidikan kepolisian. Sebanyak 45 alat berat di lokasi tambang turut disegel.
Oleh
IRMA TAMBUNAN, EURIKA
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tambang batubara di Koto Boyo, Kecamatan Batin XXIV, Batanghari, Jambi, Senin (18/10/2021).
JAMBI, KOMPAS — Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Polri menyidik lima perusahaan tambang batubara yang telah bertahun-tahun beroperasi tak sesuai izin di Kabupaten Batanghari, Jambi. Sebanyak 45 alat berat di lokasi tambang telah disegel.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Pipit Rismanto mengatakan, proses penyidikan tengah berlangsung. ”Sekarang dalam proses penyidikan. Pemanggilan saksi-saksi,” ujar Pipit, Kamis (5/5/2022).
Pihaknya juga telah menyegel 45 alat berat di lokasi tambang pada 20 April lalu. Penyidikan itu dilakukan timnya menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dengan aktivitas sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi tak sesuai perizinan.
”Kegiatan penambangannya tidak didukung dokumen perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
IRMA TAMBUNAN
Penyakit kulit dialami warga komunitas adat Orang Rimba di Koto Boyo, Kecamatan Batin XXIV, Batanghari, Jambi, Senin (18/10/2021), menyusul masifnya aktivitas tambang batubara. Sebagian warga terpaksa mengungsi karena tak tahan oleh pekatnya debu yang beterbangan di udara dan kondisi air sungai yang tercemar.
Menggusur komunitas
Adapun aktivitas tambang batubara tanpa izin itu berlangsung sejak dua hingga enam tahun terakhir. Lokasinya di wilayah Batin XXIV, Kabupaten Batanghari. Aktivitas itu juga menggusur keberadaan komunitas adat Orang Rimba yang telah turun-temurun di sana.
Dalam berita yang terbit 23 Oktober 2021, Kompas mengungkap penderitaan warga komunitas itu bertahan di tengah lautan batubara.
Saban hari ratusan truk pengangkut batubara hilir mudik melewati pondok mereka. Pekatnya partikel debu beterbangan di udara. Limbah batubara juga mencemari Sungai Radin, merupakan satu-satunya sumber air bersih di sana. Akibat terpapar limbah, air sungai jadi keruh.
Kegiatan penambangannya tidak didukung dokumen perizinan sesuai peraturan perundang-undangan. (Pipit Rismanto)
Sejak itu, rentetan penyakit dialami Orang Rimba di wilayah tersebut. Warga mengeluhkan penyakit kulit, batuk, gangguan pernapasan, hingga diare. Puncaknya, seorang warga ditabrak hingga tewas oleh salah satu truk pengangkut batubara.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari, ada sembilan perusahaan tambang batubara yang beroperasi di wilayah itu. Sebagian belum punya izin usaha pertambangan. Ada pula yang belum mengurus izin pengolahan limbah cair dan limbah B3.
Tim DLH menguji kadar Ph (power of hydrogen) air di Sungai Radin. Hasilnya menunjukkan angka 5,78, yang berarti kondisi air asam. ”Kualitasnya di bawah baku mutu. Air sungai ini telah tercemar. Tidak layak konsumsi,” kata Dewi Andriyani, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kerusakan Lingkungan DLH Batanghari.
Ia pun menyebut partikel debu udara sangat pekat sehingga dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Anak-anak dari komunitas adat Orang Rimba wilayah Serenggam bermain di dekat areal tambang batubara di Koto Boyo, Kecamatan Batin XXIV, Batanghari, Jambi, Senin (18/10/2021). Masifnya aktivitas tambang di wilayah itu memicu rentetan sejumlah penyakit dialami warga setempat.
Di lokasi, tim juga mendapati pembangunan areal tambang menutup aliran sungai untuk membangun jalan angkut batubara.
Bejajo (45), warga setempat, mengatakan, warga terpaksa tetap memanfaatkan air sungai yang tercemar itu karena tidak punya pilihan. Selain mandi, warga juga menggunakan airnya untuk kebutuhan minum. Ia mengaku sudah minta petugas tambang menyediakan air bersih bagi mereka, tetapi tidak direspons.
Sebagaimana diketahui, tambang batubara, jika tanpa pengelolaan lingkungan memadai, dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan gangguan kesehatan. Pembuangannya berupa partikel abu yang mengandung arsen, timah hitam, logam berat lainnya memapar di udara dan air. Dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia, seperti kanker kulit.
Kepala Kepolisian Daerah Jambi Inspektur Jenderal Rachmad Wibowo menyebut kasus terkait aktivitas perusahaan tambang batubara tanpa izin itu sempat ditangani pihaknya beberapa bulan lalu. Namun, kasus itu dilimpahkan ke Mabes Polri.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Batanghari M Jafar membenarkan adanya perusahaan tambang batubara yang telah beroperasi tanpa punya izin. Namun, pihaknya tidak melaporkan karena menilai, perizinan batubara kini menjadi kewenangan pemerintah pusat. ”Sejak kewenangan diambil alih pusat, daerah kesulitan mengawasi,” ujarnya.