Kondisi Sulit dan Tidak Normal, Presiden: Kerja Jangan Rutin dan Standar
”Kita tidak boleh bekerja standar, enggak bisa lagi, karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja (dalam) rutinitas karena memang keadaannya tidak normal,” kata Presiden Jokowi.
JAKARTA, KOMPAS — Semua negara di dunia saat ini menghadapi situasi sulit dan tidak normal. Pandemi Covid-19 belum pulih dengan beberapa negara masih berada pada angka kasus tinggi dan kemudian muncul perang, krisis pangan, krisis energi, serta krisis keuangan. Pada kondisi tak mudah seperti ini, Presiden Joko Widodo meminta jajaran di pusat dan daerah untuk bekerja dengan melihat secara makro, mikro, dan mendetail dengan berbasis angka serta data.
”Kita tidak boleh bekerja standar, enggak bisa lagi, karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja (dalam) rutinitas karena memang keadaannya tidak normal. Tidak bisa kita memakai standar-standar baku, standar-standar pakem, enggak bisa,” kata Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Kita tidak boleh bekerja standar, enggak bisa lagi, karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja (dalam) rutinitas karena memang keadaannya tidak normal. Tidak bisa kita memakai standar-standar baku, standar-standar pakem, enggak bisa.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menginginkan para bupati, wali kota, dan gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan tim pengendali inflasi di daerah (TPID) serta di pusat (TPIP). Komoditas yang harganya naik dan menyebabkan inflasi mesti dicek. Daerah dengan pasokan komoditas melimpah mesti disambungkan dengan daerah yang kekurangan komoditas tersebut.
Daerah melimpah dan daerah kekurangan tersebut harus disambungkan karena Indonesia adalah negara besar. Saat ini ada 514 kabupaten/kota dan 37 provinsi dengan adanya tiga DOB (daerah otonom baru). ”Ini negara besar. Saya pernah ke Merauke. Kepala daerah menyampaikan kepada saya, ’Pak, beras kita melimpah di sini, tapi enggak ada yang beli. Harganya juga murah Rp 6.000, Pak.’ Saya cek ke bawah, bener, harga Rp 6.000,” kata Presiden Jokowi.
Sementara itu, ada daerah lain yang kekurangan beras. Hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak mengambil beras dari Merauke yang harganya masih murah. ”Problemnya transportasi mahal. Saya sampaikan kemarin dalam rapat, kepada Menteri Dalam Negeri, (bahwa terkait) transportasi itu semestinya anggaran tak terduga bisa digunakan untuk menutup biaya transportasi bagi barang-barang,” ujar Presiden.
Kepala Negara menuturkan bahwa ia sudah memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk mengeluarkan surat keputusan atau surat edaran yang menyatakan bahwa anggaran tidak terduga dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan terkait inflasi di daerah. ”Gunakan (anggaran tidak terduga) untuk itu tadi, menutup biaya transpor, biaya distribusi. Ini kerja lapangan yang harus TPIP, TPID, semuanya mengerti barang-barang mana yang menjadi masalah. (Hal ini) karena momok semua negara sekarang ini inflasi,” ujar Presiden Jokowi.
Baca juga: IMF: Kenaikan Biaya Logistik Laut Bisa Perburuk Inflasi 2022
Presiden menuturkan inflasi Indonesia berada di angka 4,94 persen. Sebagai perbandingan, inflasi di beberapa negara sudah tinggi, bahkan ada yang mencapai 79 persen. Inflasi di Uni Eropa sudah 8,9 persen, sedangkan Amerika Serikat 8,5 persen. Bukan sesuatu yang mudah dan ini menjadi momok semua negara. ”Tapi, saya meyakini kalau kerja sama yang tadi saya sampaikan—provinsi, kabupaten, kota, gubernur, bupati, wali kota, TPID, TPIP—semuanya bekerja, rampung,” ujarnya.
Kerja sama tersebut diyakini akan mampu menyelesaikan masalah untuk mengembalikan lagi inflasi ke angka di bawah 3 persen. ”Wong kita barangnya juga ada, kok. (Di) Lapangan yang saya dengar juga keluhan, ’Pak, harga tiket pesawat tinggi’. Udah, langsung saya reaksi. Pak Menteri Perhubungan saya perintah, segera ini diselesaikan. Garuda, Menteri BUMN, juga saya sampaikan segera tambah pesawatnya agar harga bisa kembali pada keadaan normal. Meskipun itu tidak mudah karena harga avtur internasional juga tinggi,” kata Presiden.
Posisi inflasi
Kepala Negara meminta pemerintah provinsi mengerti posisi inflasi masing-masing untuk mengetahui apakah masuk posisi tinggi, normal, atau rendah. Lima provinsi di Indonesia yang inflasinya berada di atas 5 persen diminta berhati-hati.
Lima provinsi dimaksud adalah Provinsi Jambi yang inflasinya 8,55 persen, Sumatera Barat 8,01 persen, Bangka Belitung 7,77 persen, Riau 7,04 persen, dan Aceh 6,97 persen. ”Tolong ini dilihat secara detail yang menyebabkan ini apa? Agar bisa kita selesaikan bersama-sama dan (inflasi di provinsi tersebut) bisa turun lagi di bawah 5 (persen) syukur bisa di bawah 3 (persen),” katanya.
Menurut Presiden Jokowi, bangsa Indonesia harus bersyukur karena mampu mengendalikan harga pangan, terutama beras, dengan baik. ”Harga beras di angka rata-rata masih sekitar Rp 10.000. Coba lihat di negara-negara lain. Kemarin saya cek di kedutaan, coba cek harga beras di Jepang Rp 66.000, Korea Selatan Rp 54.000, di Amerika Rp 53.000, di China Rp 26.000. Ini yang terus harus kita pertahankan,” ujarnya.
Sertifikat penghargaan dari Internasional Rice Research Institute untuk sistem ketahanan pangan dan swasembada beras yang didapatkan Indonesia juga harus disyukuri. ”Ini yang harus kita pertahankan dan kita tingkatkan sehingga tidak hanya swasembada beras saja, tetapi nanti bisa ekspor beras. (Sehingga Indonesia bisa) ikut mengatasi kelangkaan pangan di beberapa negara,” kata Presiden.
Baca juga: Pemerintah Akan Terus Tingkatkan Produksi Beras
Apalagi, kata Presiden, lembaga-lembaga internasional sudah menyampaikan ada 60 negara yang rentan ambruk ekonominya. Dan, ada 345 juta orang di 82 negara yang akan menderita kekurangan pangan akut serta kelaparan. ”Inilah kenapa saya sampaikan kita tidak boleh bekerja rutinitas, tidak boleh bekerja standar. Kenapa ini saya sampaikan? Karena juga belanja di daerah itu masih, sampai hari ini, belanja daerah, belanja APBD baru 39,3 persen. Hati-hati, ini baru Rp 472 triliun,” ujar Presiden.
Padahal, APBD sangat penting segera keluar dan beredar di masyarakat agar terjadi perputaran uang dan pertumbuhan ekonomi di daerah. ”Saya cek APBD di bank. Hal-hal kecil seperti ini harus saya cek dan saya harus tahu angkanya ada berapa uang APBD di bank. (Ternyata) masih Rp 193 triliun, sangat besar sekali. Ini yang harus didorong agar ikut memacu pertumbuhan ekonomi di daerah,” kata Presiden Jokowi.
Subsidi BBM
Di kesempatan tersebut Kepala Negara menuturkan bahwa inflasi Indonesia yang berada di angka 4,9 persen masih didukung oleh harga BBM yang tidak naik. Seperti diketahui, harga pertalite, pertamax, solar, elpiji, dan listrik itu bukan harga yang sebenarnya atau bukan harga keekonomiannya.
”Itu harga yang disubsidi oleh pemerintah yang besarnya, itung-itungan kita di tahun ini, subsidinya Rp 502 triliun. Angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu untuk apa, untuk menahan agar inflasinya tidak tinggi, tapi apakah terus-menerus APBN akan kuat? Ya, nanti akan dihitung oleh Menteri Keuangan,” kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Bertemu Pimpinan Lembaga Tinggi Negara, Presiden Bahas Subsidi BBM
Saat ditanya media terkait arah subsidi BBM pada 2023, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan seusai Pembukaan Rakornas Pengendalian Inflasi memberikan penjelasan.
”Arah 2023 kemarin sudah dijelaskan di Kementerian keuangan. Kita punya subsidi BBM plus kompensasinya itu sekitar di atas Rp 330 triliun. Energi tetap disubsidi. Tidak hanya energi, tetapi seperti pupuk juga masih ada subsidi,” katanya.
Saat ditanya terkait menipisnya kuota pertalite bersubsidi tahun ini, Airlangga mengatakan sedang dilakukan penghitungan. ”Tentu kita sedang hitung kembali, baik dari segi availability-nya, dari segi volumenya, dari segi ketersediaan anggaran yang ada,” katanya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan Kementan tentu tidak dapat sendirian dalam mengendalikan inflasi agar terjaga, khususnya di sisi pangan. ”Tentu saja Kementan tidak bisa sendiri. Saya yakin sekali dengan produktivitas yang ada. Tetapi, bagaimana menjaga agar harga tidak naik? Ini, kan, ada persoalan transportasi di situ, ada persoalan pedagang dan pengumpul, di situ, dan lain-lain. Kerja sama dengan para gubernur dan para bupati di lapangan menjadi sangat penting. Dan, itulah yang menjadi arahan bagi kita semua. Tidak hanya untuk Kementan, tetapi semua pihak harus terlibat,” katanya.
Saat ditanya mengenai teknis koordinasi antara daerah yang berlimpah dan berkekurangan suatu komoditas, Syahrul menuturkan hal tersebut harus dibicarakan. Data dan pemetaan di daerah-daerah juga mesti kuat.
”Ini di-connecting-kan satu dengan lain menjadi bagian-bagian yang penting. Tentu saja seperti apa yang selama ini kita lakukan. Antar-pemerintah daerah juga harus bisa melakukan connecting satu dengan yang lain. Tapi, harus mendetail. Tidak semua kabupaten yang shortage (atau) kurang, tidak semua provinsi yang kurang. Ini dipertemukan (antara) yang kurang dan yang lebih untuk saling memenuhi (kebutuhan) yang ada,” ujar Syahrul.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menuturkan, Presiden Jokowi telah memerintahkan agar segera memperhatikan peran gubernur, bupati, dan wali kota dalam bersama-sama mengendalikan inflasi. ”Karena inflasi ini tidak hanya (peran) pusat, tetapi peran bupati, gubernur, sama-sama menentukan,” katanya.
Zulkifli menuturkan terkadang yang menjadikan mahal harga suatu komoditas adalah transportasi antarpulau yang jauh. ”Misalnya, di Sumatera Barat bawangnya banyak dan bagus, tapi cuma Rp 30.000 (atau) Rp 25.000. (Sementara itu harga bawang) Di sini Rp 35.000. Tapi, bawanya gimana? Nah, itu diperbolehkan nanti, kalau sudah ada keputusan Menteri Dalam Negeri, transportasi itu bisa disubsidi oleh anggaran tak terduga. Kira-kira itu,” ujarnya.