Bertemu Pimpinan Lembaga Tinggi Negara, Presiden Bahas Subsidi BBM
Pemerintah tak berani memastikan subsidi BBM tetap diberikan tahun depan. Namun, opsi untuk menjaga daya beli masyarakat masih dipertimbangkan.
Oleh
NINA SUSILO, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis global yang mendera saat pemulihan ekonomi akibat Covid-19 belum seusai menjadi topik dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan tujuh pimpinan lembaga tinggi negara, Jumat (12/8/2022). Opsi untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan menjaga daya beli masyarakat juga dibicarakan.
Pertemuan yang berlangsung pukul 14.00 hingga 15.50 di Istana Negara, Jakarta, dihadiri Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. Selain itu, hadir pula Ketua MA Syarifuddin, Ketua MK Anwar Usman, Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar, dan Ketua BPK Isma Yatun. Selama pertemuan, Presiden Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Presiden Jokowi menyebut sudah lama para pimpinan lembaga tinggi negara tidak bertemu akibat pandemi Covid-19. Karena itu, dalam pertemuan tatap muka tersebut, para pimpinan lembaga tinggi negara membahas perkembangan kondisi global ”Utamanya mengenai krisis global yang berkaitan dengan krisis pangan, krisis energi, dan juga krisis keuangan. Dan kami berbagi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan (masalah) domestik, baik yang berkaitan dengan pangan dan berkaitan dengan energi,” tutur Presiden kepada wartawan seusai pertemuan.
Kondisi sulit ini membuat pemerintah juga perlu menimbang ulang mengenai subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dalam beberapa kesempatan seperti saat bertemu para pengusaha mikro dan kecil di acara pemberian Nomor Induk Berusaha di Gedung Olahraga Nanggala Kopassus, Jakarta Timur, Rabu (13/7/2022), dan saat Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD, Kabupaten Bogor, Jumat (5/8/2022), Presiden mengungkapkan subsidi BBM yang terlalu besar.
Dalam pertemuan dengan para pimpinan lembaga tinggi negara, persoalan subsidi BBM yang telampau besar juga dibahas. Tahun ini, subsidi BBM mencapai Rp 502 triliun. ”Cari saja negara yang subsidinya sampai Rp 502 triliun karena kita harus menahan harga pertalite, gas, listrik, termasuk pertamax, gede sekali. Tapi apakah angka Rp 502 triliun masih terus kuat kita pertahankan? Ya, kalau bisa, ya, alhamdulillah baik, artinya rakyat tidak terbebankan tapi kalau memang APBN tidak kuat, bagaimana,” tutur Presiden sembari mencontohkan harga BBM di negara lain yang sudah naik dua kali lipat.
Diperkirakan, ketika harga komoditas baik dan pendapatan negara tinggi, subsidi bisa dikembalikan seperti semula. Namun, Presiden tidak menjawab jelas mengenai antisipasi bagi kemungkinan terburuk.
Cari saja negara yang subsidinya sampai Rp 502 triliun, karena kita harus menahan harga pertalite, gas, listrik, termasuk pertamax, gede sekali. Tapi apakah angka Rp 502 triliun masih terus kuat kita pertahankan? Ya, kalau bisa, ya, alhamdulillah baik, artinya rakyat tidak terbebankan, tetapi kalau memang APBN tidak kuat, bagaimana.
Seusai pertemuan, Ketua MPR Bambang Soesatyo menuturkan bahwa dalam pertemuan tersebut para ketua lembaga negara mendengarkan penjelasan dari Presiden mengenai arti penting kewaspadaan menghadapi ancaman krisis yang sedang melanda dunia. ”Dunia sedang muram hari ini. Laporan IMF setidaknya ada 66 negara yang terancam bangkrut,” tuturnya.
Antisipasi perlu disiapkan mengingat inflasi, cadangan devisa, dan besaran subsidi berpotensi mempeberatkan APBN. ”Kita beruntung termasuk negara yang memiliki risiko tidak terlalu besar dibandingkan negara lain. Tapi, ini tidak boleh membuat kita terlena. Kita (harus) tetap waspada,” ujarnya.
Terkait besaran subsidi, Bambang menuturkan ada saran agar subsidi dievaluasi. Salah satu sarannya adalah mengalihkan subsidi BBM yang selama ini banyak disalahgunakan, untuk kebutuhan lain. ”Beliau (Presiden Jokowi) masih mempertimbangkan dan menghitung apakah subsidinya melalui bantuan langsung tunai ke masyarakat yang memang membutuhkan. Ini masih pembahasan,” tuturnya.
Presiden dan seluruh pembantu presiden, yakni para menteri, serta para ahli sedang menghitung. ”(Upaya tersebut dilakukan) karena ini sudah masuk tahun politik tentu saja harus diperhitungkan. Takutnya ada yang menggosok-gosok jadi persoalan lain. Sedang dihitung sesuai kemampuan. Intinya, pemerintah memiliki keinginan kuat untuk tetap meringankan beban masyarakat yang baru saja menarik nafas lega dari Covid,” kata Bambang.
Dalam pertemuan itu, lanjut Bambang, Presiden menyampaikan kepada para pemimpin lembaga bahwa pemerintah akan mematok defisit di angka 2,8 persen di APBN 2023.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers sesuai sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (8/8/2022), menuturkan, subsidi dan kompensasi tahun ini diperkirakan mencapai Rp 502 triliun. Diperkirakan, besaran subsidi dan kompensasi untuk tahun depan juga masih sangat besar.
”Nanti angka finalnya akan disampaikan oleh Bapak Presiden. Artinya, tahun depan untuk beberapa subsidi dari beberapa barang yang diatur pemerintah masih akan dicoba untuk distabilkan dan dengan konsekuensi subsidi yang meningkat,” ujar Sri Mulyani.
Presiden Jokowi juga meminta Kementerian Keuangan membuat simulasi APBN saat kondisi global tidak kunjung membaik. Bagaimana agar ekonomi Indonesia tetap terjaga dan APBN tetap berkelanjutan di tengah situasi global yang tidak menentu. ”Ini yang sedang terus kita finalkan. Tadi kami membuat beberapa skenario mengenai kondisi tahun depan apabila gejolak akan berlangsung lebih besar dari yang kita asumsikan,” katanya.
APBN tahun 2023 didesain agar tetap fleksibel saat perekonomian global mengalami guncangan serta ketidakpastian. ”Ini kami sering menyebutnya sebagai shock absorber. Namun, di sisi lain, Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable (berkelanjutan) atau sehat. Sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga,” kata Sri Mulyani.
Perekonomian Indonesia, lanjutnya, sudah kembali seperti sebelum Covid-19, terutama jika dihitung level produk domestik bruto. Sementara itu, dari sisi defisit APBN masih relatif moderat. ”Untuk tahun 2023 nanti akan disampaikan oleh Bapak Presiden angka finalnya. Oleh karena itu, kami tidak menyampaikan di sini. Namun, Presiden tadi menyampaikan bahwa defisit APBN harus di bawah 3 persen dan dijaga dari sisi sustainabilitas,” katanya.