Pemerintah diminta bergerak cepat mengatasi kegaduhan subsidi BBM jenis pertalite. Regulasi tentang kriteria penerima subsidi sebaiknya segera diterbitkan agar ada kepastian.
Oleh
MEDIANA, FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepastian kriteria penerima subsidi bahan bakar minyak atau BBM dan elpiji 3 kilogram beserta cara memperolehnya seharusnya segera ditetapkan melalui regulasi pemerintah yang baru. Hal ini akan mencegah kegaduhan di masyarakat yang belakangan terjadi menanggapi uji coba mekanisme pendaftaran subsidi BBM secara daring.
”Kami juga mendorong pemerintah agar tidak menunda-nunda terbitnya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014. Revisi ini akan memberi kepastian pelaksanaan subsidi BBM (jenis pertalite). Apakah tekniknya subsidi BBM langsung dan apakah motor bersama angkutan umum dipersilakan masuk ke jalur BBM bersubsidi,” ujar anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, saat dihubungi, Senin (4/7/2022), di Jakarta.
Mulyanto menyarankan, selain kriteria penerima subsidi beserta cara pelaksanaannya diperjelas, pemerintah perlu mempertegas kelompok mana yang tidak boleh membeli BBM bersubsidi. Sejauh ini, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, ia menyebut pemerintah baru mengategorikan kendaraan dinas yang dilarang menerima BBM bersubsidi.
”Saya melihat Pertamina terlalu maju dengan uji coba pendataan secara daring. Pemerintah belum memutuskan siapa yang berhak atas BBM bersubsidi. Begitu pula, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) belum menerbitkan peraturan soal pembatasan penggunaan BBM bersubsidi,” papar Mulyanto.
Head of Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra PG Talattov berpendapat, dalam konteks subsidi energi, pemerintah memegang peran yang signifikan. Jika pemerintah menginginkan subsidi BBM dilakukan tertutup, pemerintah perlu segera merevisi Perpres No 191/2014. Dia sependapat dengan Mulyanto bahwa itu akan memperjelas kriteria penerima dan mekanisme penyaluran.
”Pendataan daring yang dilakukan Pertamina sekarang memiliki sejumlah catatan. Contohnya, infrastruktur jaringan internet tidak merata dan pengetahuan masyarakat terhadap gawai pun terbatas. Dengan demikian, pemerintah tetap harus menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial,” ucap Abra.
Abra juga mendorong subsidi jangan berbasis kendaraan, tetapi individu ataupun rumah tangga. Dengan subsidi BBM yang menyasar ke orang, pemerintah dalam revisi Perpres No 191/2014 harus memasukkan individu/rumah tangga miskin, masyarakat rentan miskin, pelaku angkutan umum, angkutan daring, angkutan logistik, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira memandang, celah penyimpangan pendataan ataupun penyaluran subsidi BBM berbasis kendaraan dinilai terlalu besar. Data kendaraan sebagian boleh jadi bukan milik sendiri. Misalnya, mobil bekas yang dibeli dari tangan ketiga tanpa balik nama. Ia cenderung mendorong penggunaan DTKS sebagai basis data penerima subsidi BBM.
Lebih lanjut Bhima Yudhistira mengatakan, tinggal didata saja jumlah orang miskin, nelayan, dan petani yang berhak mendapat jatah solar. Atau, sebaliknya pemerintah bisa menerapkan pendataan jumlah truk/angkutan logistik pertambangan dan perkebunan besar. ”Daripada mendata kendaraan pribadi, tentu jumlah kendaraan angkutan barang yang menggunakan solar lebih sedikit sehingga pengawasan subsidi lebih mudah,” katanya.
Kendala infrastruktur
Dari Papua, DPRD Provinsi Papua meminta persyaratan pengisian data di situs MyPertamina untuk membeli bahan bakar minyak bersubsidi dilaksanakan secara bertahap. Sebab, kondisi Papua yang belum memadai dalam fasilitas telekomunikasi dan data kependudukan hingga saat ini.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Papua Thomas Sondegau, penggunaan situs MyPertamina untuk pengisian data konsumen cara yang tepat untuk mengatasi penyalahgunaan BBM bersubsidi. Namun, penggunaan situs tersebut belum dapat digunakan di SPBU di daerah-daerah terisolasi dan pedalaman.
”Masih terdapat ibu kota kabupaten di daerah pegunungan Papua yang belum memiliki layanan jaringan telekomunikasi yang memadai hingga saat ini. Misalnya, di Kabupaten Intan Jaya dan Puncak. Selain itu, salah satu syarat pengisian data di situs MyPertamina menggunakan nomor induk kependudukan (NIK). Faktanya, perekaman KTP elektronik di Papua belum mencapai 50 persen,” ucap Thomas.
Sementara itu, sejak 1 Juli 2022 atau sejak pendaftaran dibuka bagi konsumen yang ingin mendaftarkan kendaraannya sebagai pengguna BBM bersubsidi, PT Pertamina Patra Niaga mencatat terdapat 50.000 kendaraan mendaftar.
”Sejak 1 Juli sampai hari ini (Senin), kami mendapatkan antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat yang telah mendaftarkan kendaraannya di situs subsiditepat.mypertamina.id,” ujar Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting.
Penyaluran subsidi BBM jenis pertalite dan solar bersubsidi akan diatur lewat revisi Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Pertalite oleh pemerintah diputuskan sebagai BBM bersubsidi untuk menggantikan premium yang dihapus dari pasaran. Pertalite dijual seharga Rp 7.650 per liter.