Pendataan konsumen jangan sampai keliru agar subsidi BBM ini tepat sasaran. Pasalnya, masih ada kelemahan soal akurasi basis data di Indonesia.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pendataan calon konsumen bahan bakar minyak atau BBM jenis pertalite mesti akurat untuk menghindari penyaluran subsidi salah sasaran. PT Pertamina (Persero) telah membuka pendaftaran kendaraan roda empat atau lebih yang berhak mendapatkan pertalite yang merupakan BBM bersubsidi per 1 Juli 2022.
Pendaftaran di masa uji coba ini diterapkan di 11 kota/kabupaten di lima provinsi melalui laman subsiditepat.mypertamina.id. Konsumen yang sudah mendaftar dan datanya telah diverifikasi bakal mendapat kode respons cepat (QR code). Selain identitas pribadi, data yang harus diisi adalah jenis kendaraan, nomor polisi dan kapasitas mesin (cc), serta foto kendaraan.
Menurut Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno, Minggu (3/7/2022), pendataan konsumen jangan sampai keliru agar subsidi BBM ini tepat sasaran. Pasalnya, masih ada kelemahan soal akurasi basis data di Indonesia. Ia menyarankan agar pendataan ini melibatkan struktur aparat pemerintah paling bawah, yakni tingkat kelurahan.
”Pemerintah harus proaktif turun langsung karena tingkat kelurahan yang tahu persis siapa yang pantas disubsidi. Pendataan harus riil dan faktual. Pada pertalite, (harga) barangnya yang disubsidi sehingga yang terjadi adalah masyarakat yang tak layak disubsidi turut menikmati subsidi. Ini yang harus dibenahi,” ucap Agus.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, saat dikonfirmasi terkait pelaksanaan registrasi pengguna pada situs MyPertamina dalam dua hari terakhir, Minggu, belum bersedia mengungkapkan. ”Besok (Senin, 4/7), ya,” katanya.
Sebelumnya, Irto mengemukakan, pendataan ini diharapkan membuat BBM bersubsidi dinikmati oleh orang yang berhak. Jika tak diatur, realisasi penyaluran pertalite pada akhir 2022 diperkirakan mencapai 28 juta kiloliter (kl) atau melebihi kuota 23,05 juta kl.
”Orang-orang yang mampu atau 60 persen teratas (kaya) menikmati hampir 80 persen dari total BBM bersubsidi. Sementara masyarakat miskin dan rentan atau 40 persen terbawah hanya menikmati 20 persen. Bisa dilihat di antrean-antrean (kendaraan mewah pada BBM subsidi) di SPBU,” ujar Irto.
Sementara itu, sebagai BUMN yang mengemban penyaluran BBM dan elpiji bersubsidi, Pertamina, pada Jumat (1/7) telah menerima pembayaran kompensasi dari pemerintah. Kompensasi senilai Rp 64,5 triliun itu untuk penyaluran BBM dan elpiji bersubsidi yang telah dilakukan di tahun 2021.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dalam keterangannya, mengatakan, pembayaran itu akan berdampak positif pada keuangan Pertamina. "Pembayaran ini dapat memperkuat cashflow (arus kas) untuk menjaga ketahanan energi nasional. Ini bentuk dukungan penuh pemerintah agar Pertamina semakin mampu melindungi daya beli masyarakat dari terpaan langsung harga minyak mentah dunia," ujarnya.
PT PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) juga telah menerima kompensasi dari pemerintah senilai Rp 24,6 triliun, yang merupakan realisasi dari skema stimulus listrik sepanjang 2021. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, mengapresiasi langkah pemerintah. Apabila sebelumnya pencairan perlu waktu sampai dua tahun, kini bisa dilakukan dalam semester berikutnya.
Menurutnya, alokasi APBN sangat mendukung PLN dalam memastikan pelayanan kelistrikan kepada masyarakat tidak terganggu. PLN akan menggunakan dana kompensasi untuk kembali diberikan ke masyarakat melalui pembangunan infrastruktur kelistrikan dalam menjamin pasokan listrik yang andal bagi masyarakat.