Menjadikan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai jaminan utang bank merupakan inovasi dan terobosan yang menggembira. Kendati demikian, perbankan masih perlu aturan teknis pelaksanaan yang lebih detail soal ini.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Sejumlah produk industri kreatif bertema sepeda motor klasik dijual dalam acara Djogjantique Day di Jogja Expo Center, Yogyakarta, Jumat (5/8/2022). Acara yang diselenggarakan selama dua hari oleh Motor Antique Club (MAC) Yogyakarta itu menjadi ajang pertemuan para penggemar sepeda motor klasik dari berbagai daerah. Kegiatan ini juga menjadi acara pamer bermacam produk industri kreatif yang bertema otomotif.
Hari-hari ini pekerja industri kreatif sedang bergembira. Buah kerja keras mereka dalam bentuk hak kekayaan intelektual atau HKI bakal bisa digunakan sebagai jaminan utang bank dan lembaga keuangan nonbank. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Aturan itu telah diteken Presiden pada 12 Juli 2022 dan mulai berlaku satu tahun sejak tanggal diundangkan.
Gagasan ini berawal dari puncak perayaan Hari Kekayaan Intelektual di Istana Wakil Presiden, Jakarta, pada 26 April 2022. Dalam acara itu mengemuka, sekitar 90 persen pelaku usaha ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual belum memiliki perlindungan kekayaan intelektual. Padahal, HKI merupakan modal aset tak berwujud yang bisa dimanfaatkan untuk menjamin keberlanjutan karya dan kesejahteraan para pekerja industri kreatif ini. Menurut rencana, berbagai HKI pelaku industri kreatif, seperti buku, karya tulis, lagu, bahkan konten Youtube, bakal bisa dijadikan agunan dalam pengajuan pinjaman bank ataupun lembaga nonbank.
Perhatian pemerintah terhadap pelaku industri kreatif ini cukup berdasar. Pada 2021, kontribusi sektor industri kreatif pada produk domestik bruto mencapai Rp 1.300 triliun. Industri kreatif juga berhasil membuka 17 juta lapangan kerja. Apalagi, saat ini profesi pembuat konten di media sosial sedang naik daun dan digemari banyak orang. Mengingat besarnya potensi ekonomi dari sektor ini, sentuhan pemberdayaan HKI perlu dilakukan.
Sejatinya, aturan menjadikan HKI sebagai agunan utang bank dan lembaga keuangan nonbank merupakan sebuah inovasi yang patut diapresiasi. Sebab, aturan ini bisa memperluas inklusi keuangan di segmen nasabah pelaku industri kreatif yang sebelumnya tidak bisa mengakses bank dan lembaga keuangan nonbank.
Ini sejalan dengan cita-cita pemerintah untuk memperluas inklusi keuangan kepada 90 persen penduduk Indonesia pada 2024. Adapun menurut survei literasi dan inklusi keuangan teranyar Otoritas Jasa Keuangan, pada 2019 inklusi keuangan baru mencapai 76,19 persen penduduk.
Pelaku industri kreatif sebelumnya kesulitan memenuhi aturan penjaminan yang dijadikan persyaratan dari bank agar bisa memberikan kredit. Adapun aturan ini bisa menjawab persoalan tersebut karena akan ada payung hukum yang menjadi dasar agar HKI dari karya yang mereka ciptakan bisa dijadikan jaminan utang.
Masih gamang
Kendati bisa memperluas akses kredit ke segmen pelaku industri kreatif, kalangan perbankan terkesan gamang menyambut aturan baru ini. Berdasarkan diskusi dengan sejumlah direksi bank, kegundahan perbankan bersumber dua hal. Pertama adalah persoalan bagaimana menilai keberhargaan nilai ekonomis suatu HKI sehingga setara dengan nilai kredit yang dipinjamkan. Saat ini belum ada lembaga yang bertugas menilai secara ekonomis HKI tersebut.
Jika dibandingkan proses kredit bank dengan agunan yang umum atau konvensional, terdapat staf yang bisa menaksir nilai keekonomian suatu agunan. Dengan demikian, bisa dihitung nilai ekonomis agunan pinjaman tersebut yang bisa digunakan untuk menutupi utang apabila terjadi kegagalan pelunasan dari debitor.
BPMI SEKRETARIAT WAPRES
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan penghargaan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia (WIPO Awards) kepada salah satu penerimanya, Angel Lee, siswi SMP 2 Tarakanita kelahiran 11 Juni 2007. Hal ini dilakukan dalam puncak peringatan Hak Kekayaan Intelektual Sedunia di Istana Wapres, Jakarta, Selasa (26/4/2022).
Kedua, belum adanya mekanisme penilaian kelayakan pemberian kredit dengan jaminan HKI bagi calon debitor pelaku industri kreatif ini. Pada dasarnya perbankan bisa memberi pinjaman ke calon debitor dari profesi apa pun dan dari segmen usaha apa pun selama memenuhi kelayakan penilaian pemberian kredit (credit scoring).
Dalam memberikan penilaian, perbankan menerapkan konsep kriteria 5C yang harus dipenuhi calon debitor. Adapun 5C itu adalah character, capacity, capital, condition, dan collateral. Agar bisa memenuhi persyaratan kredit bank, calon debitor akan dinilai karakternya, kapasitas kemampuannya, kondisi keuangannya, jumlah permodalannya, dan memiliki jaminan.
Persoalannya ada pada 1C, yakni collateral atau agunan. Kembali lagi ke poin pertama kegundahannya, yakni apakah HKI yang diajukan itu cukup punya nilai ekonomi sehingga layak menjadi agunan pinjaman bank?
Perbankan bukannya mau mempersulit calon debitor pelaku industri kreatif. Akan tetapi, perbankan ingin memitigasi risiko potensi gagal bayar atau kredit macet. Debitor yang memiliki jaminan fisik saja masih banyak yang gagal bayar, lantas bagaimana HKI yang sifatnya tak berwujud ini apabila dijadikan agunan? Hal-hal detail seperti itu yang perlu dibakukan dalam aturan pelaksana.
Namun, harus diakui perbankan juga punya sifat follow the trade atau mengikuti potensi pasar mana yang akan berkembang. Mengingat potensi yang besar di sektor industri kreatif, tak tertutup kemungkinan sektor ini bisa memperoleh pendanaan bank. Mereka hanya perlu aturan teknis yang detail dan jelas agar teryakinkan mengucurkan pinjaman.