Penggunaan HKI sebagai Jaminan Kredit Bank Butuh Regulasi Tambahan
Terobosan untuk menjadikan hak kekayaan intelektual (HKI), seperti lagu dan konten Youtube, menjadi jaminan kredit bank perlu dilengkapi sejumlah regulasi. Sebab, HKI tak berwujud fisik sehingga berisiko bagi bank.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan hak kekayaan intelektual atau HKI untuk menjadi jaminan bagi pelaku ekonomi kreatif dalam mengakses kredit perbankan memerlukan regulasi tambahan. Regulasi tambahan yang diperlukan adalah pengaturan lebih detail soal standardisasi cara penghitungan nilai kekayaan intelektual agar setara dengan nilai pinjaman yang diberikan dan cara menilai kelayakan calon debitor atau credit scoring.
Aturan lebih detail ini diperlukan perbankan dan lembaga keuangan non-bank untuk memitigasi risiko yang berpotensi timbul dari obyek penjaminan HKI yang sifatnya tak berwujud fisik ini. Ini agar ide terobosan penggunaan HKI sebagai obyek jaminan kredit ini bisa dinikmati lebih luas oleh pelaku ekonomi kreatif agar bisa memperluas inklusi keuangan.
Dihubungi pada Selasa (26/7/2022) di Jakarta, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyambut baik kehadiran PP tersebut. Menurutnya, ini merupakan kemajuan dan apresiasi bagi pelaku ekonomi kreatif karena HKI yang mereka miliki bisa dijadikan penjaminan kredit bank.
Amin menambahkan, hal ini juga bisa membantu memperluas inklusi keuangan bagi kalangan pelaku ekonomi kreatif yang sebelumnya tidak bisa mengakses layanan jasa keuangan. ”Ini juga bisa membantu mereka memperluas spektrum kegiatan mereka yang bisa ditingkatkan dengan akses pendanaan dari perbankan dan lembaga keuangan nonbank,” ujarnya.
Kendati demikian, Amin menilai, ada beberapa regulasi tambahan yang perlu disusun terlebih dahulu untuk mematangkan rencana ini. Saat ini belum ada regulasi ataupun lembaga yang secara tegas mengatur soal standardisasi penilaian atau penghitungan keberhargaan suatu HKI agar sesuai dengan nilai kredit yang akan dikucurkan.
Selain itu, lanjut Amin, perlu disusun juga regulasi tambahan mengenai persyaratan penilaian kelayakan calon debitor. Sebab, perbankan pada dasarnya perlu mengetahui terlebih dahulu apakah calon debitor tersebut layak untuk menerima pinjaman dan melunasinya kelak.
”Persoalannya HKI yang menjadi jaminan ini sifatnya tidak berwujud fisik. Selain itu, juga perlu ada upaya ataupun regulasi penilaian HKI sebagai sebuah aset. Bank harus menyesuaikan standar profil risiko dan penilaian kelayakannya. Ini belum ada regulasi atau aturan detailnya,” kata Amin.
Pemerintah telah mengizinkan produk kekayaan intelektual dari pelaku ekonomi kreatif untuk dijadikan obyek jaminan kredit bank maupun lembaga keuangan non-bank. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Adapun PP itu telah diteken Presiden Joko Widodo pada 12 Juli 2022 dan mulai berlaku satu tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
”Jadi, kalau kita mempunyai sertifikat kekayaan intelektual, atau merek, kah, atau hak cipta, kah, hak cipta lagu, kah, kalau sudah lagu kita ciptakan masuk ke Youtube, ini bisa jadi jaminan ke bank, ” ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memberi keterangan soal ini pada Jumat (22/7/2022) pekan lalu.
Menanti regulasi
Menanggapi penggunaan HKI sebagai obyek penjaminan kredit, Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Mucharom menjelaskan, pihaknya menunggu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk mengatur lebih lanjut terkait kekayaan intelektual, seperti konten Youtube, sebagai jaminan utang di bank. Ia menjelaskan, sebenarnya OJK telah mengatur semua kriteria jaminan kredit bank, baik yang bersifat pokok maupun tambahan. Namun, pengikatan jaminan berupa HKI ini belum diatur secara lengkap oleh regulator sehingga pembiayaan menggunakan jaminan HKI ini sulit dipertanggungjawabkan.
”Tantangannya adalah penggunaan sertifikat HKI sebagai jaminan adalah pada mekanisme pengikatan jaminan HKI. Sebab, dalam hal ini belum diatur secara eksplisit dari regulator, ” ucap Arom.
Namun, lanjut Arom, pihaknya mendukung kebijakan itu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas inklusi keuangan di kalangan pelaku ekonomi kreatif.
Hal senada dikemukakan Vice President Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano. Ia menjelaskan, pihaknya tentu mendukung kebijakan pemerintah dalam PP No 24/2022 untuk mendorong perkembangan industri kreatif serta perekonomian nasional di masa mendatang. Pihaknya juga menilai aturan itu bisa meningkatkan akses masyarakat kepada lembaga keuangan.
Kendati demikian, ia belum bisa berkomentar banyak mengenai tata cara lebih detail soal ini. ”Untuk itu, saat ini kami mengkaji lebih dalam aturan tersebut serta menunggu ketentuan dari regulator yang akan menjadi turunan pelaksanaan kebijakan tersebut,” ujar Ricky.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, prospek dan kelayakan HKI menjadi jaminan kredit bank saat ini masih dalam kajian OJK. Ini terkait valuasi, ketersediaan secondary market, appraisal untuk likuidasi HKI, dan infrastruktur hukum eksekusi HKI.
Ia menambahkan, kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan sepenuhnya kewenangan bank berdasarkan hasil penilaian calon debitor. Dalam pencairan dananya, perbankan tentu bergantung pada tingkat risiko (risk appetite) bank terhadap skema dan jenis kredit serta kapasitas calon debitor.
”Selain itu, bank juga memiliki credit scoring yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan bayar calon debitor. Selama calon debitor memenuhi kriteria yang ditetapkan bank dan dalam rentang risk appatite bank tersebut, kredit dapat dipertimbangkan untuk disetujui,” kata Dian.