Tantangan Membiayai Sektor Ekonomi Kreatif
Pembentukan badan layanan umum sektor industri kreatif diharapkan mengatasi problem pembiayaan yang selama ini dihadapi para pelaku industri. Namun, apakah regulasi dan lembaga itu akan mampu mengatasi problem tersebut?
Regulasi baru terkait pembentukan badan layanan umum sektor industri kreatif dijanjikan segera terbit. Lembaga ini mengemban amanat Undang-Undang Nomo 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Salah satu tugasnya adalah memfasilitasi pembiayaan berbasis intelektual bagi pelaku ekonomi kreatif.
Apakah payung hukum itu akan mengatasi problem pembiayaan di sektor ini? Bagaimana memvaluasi hak kekayaan intelektual dan menjadikannya dasar pembiayaan? Upaya mengatasi masalah yang bertahun-tahun dihadapi para pelaku industri kreatif ini akan menghadapi tantangan.
Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno menganggap skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual ideal bagi pelaku usaha ekonomi kreatif, terutama bagi sektor industri gim yang seluruhnya digital dan tidak punya jaminan. Akan tetapi, teknis pelaksanaannya dinilai tidak mudah, apalagi menyangkut proses memvaluasi nilai hak kekayaan intelektual.
”Di negara-negara lain pun, meski sudah memahami pentingnya nilai hak kekayaan intelektual, metode valuasinya masih sangat subyektif. Tidak jarang suatu hak kekayaan intelektual yang dijadikan jaminan mengakses pembiayaan, tetapi pengusaha bersangkutan malah kesulitan menemukan pembeli yang setuju dengan nilai valuasinya,” ujarnya.
Menurut dia, soal badan layanan umum (BLU) ekonomi kreatif, keberadaannya akan lebih fleksibel dalam mengelola dana dibandingkan kementerian. Dengan demikian, BLU dapat bergerak lebih cepat dalam membentuk program dan inisiatif yang bermanfaat bagi industri. Selama ini, pelaku industri ekonomi kreatif sering kali menghadapi masalah pembiayaan atau pemasaran karena karakteristik bisnisnya yang berisiko tinggi.
Baca juga : Menggali Kekuatan Ekonomi Kreatif
”Idealnya, fleksibilitas pengelolaan dana BLU dapat membantu pelaku industri, seperti gim, menghasilkan dan memasarkan produk-produk baru. Keberhasilan mendapat pengembalian investasi tinggi dapat dikelola lagi oleh BLU untuk membantu semakin banyak pelaku industri lainnya. BLU mungkin (sebaiknya) di bawah Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif),” tutur Cipto.
Menurut CEO GGWP.ID Ricky Setiawan, industri gim di Tanah Air tertinggal. Sebagai gambaran, Vietnam yang sesama anggota ASEAN telah menghasilkan dua perusahaan rintisan bidang teknologi bervaluasi 1 miliar dollar AS atau unicorn di sektor gim. Pada saat bersamaan, meski delapan dari 30 perusahaan rintisan berstatus unicorn berasal dari Indonesia, tidak ada satu pun yang berlatar belakang gim.
Oleh karena itu, dia menilai skema pendanaan apa pun dari pemerintah akan berdampak positif bagi industri gim di Tanah Air asalkan pemerintah punya kontrol yang kuat. Keberadaan BLU juga dia anggap strategis. Sebab, sebagian besar pengembang gim di Indonesia masih mengandalkan jasa alih daya atau penjualan dengan skema bisnis ke bisnis (B2B) sebagai skema pemasukan utama mereka.
Hasil survei GGWP.ID ke 59 studio gim di Indonesia menemukan, pendapatan 71 persen di antara studio-studio itu sangat tergantung dari penjualan berskema B2B (bisnis ke bisnis). ”Di situlah peran Pemerintah Indonesia jadi penting. Apalagi kebanyakan pembeli produk gim buatan pengembang Indonesia berasal dari luar negeri. Sementara studio gim di Indonesia, meski punya kemampuan teknis yang lumayan besar, bisnisnya belum sebesar itu sehingga pendanaan untuk promosi di luar negeri perlu terus didukung,” kata Ricky.
Pendiri studio gim Digital Happiness, Rachmad Imron, saat dihubungi, Kamis (27/1/2022), di Jakarta, mengatakan baru mendapatkan suntikan pendanaan tahun 2013. Imron mengembangkan gim DreadOut tahun 2010. Itu pun dari salah satu perusahaan urun dana publik (crowdfunding) internasional. Nilainya hanya sekitar 29.000 dollar AS.
”Pada tahun itu, gim DreadOut sudah kami daftarkan hak kekayaan intelektualnya. Kami sudah memikirkan hak kekayaan intelektual DreadOut bisa dimonetisasi ke bentuk/produk ekonomi kreatif lain, seperti film. Semua proses dari awal pakai dana mandiri atau bootstrapping,” ujarnya.
Hingga sekarang, Digital Happiness hidup dari hasil penjualan gim. Menurut Imron, pihaknya pernah mendapatkan Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) dari Badan Ekonomi Kreatif tahun 2017. BIP membantu mencukupi kebutuhan pendanaan pengembangan DreadOut Realitas Virtual (VR). ”Program BIP bersifat insentif penambahan modal. Pelaku ekonomi kreatif yang ingin mengakses program itu harus mendaftar,” kata Imron.
Baca juga : Mengungkit Ekonomi Kreatif Ponorogo
Penuhi syarat
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro berpendapat, pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual sudah berkembang di negara lain, seperti Malaysia dan Singapura. Dengan demikian, lanjutnya, sudah tepat apabila Pemerintah Indonesia memutuskan untuk ikut menerapkan skema pembiayaan yang sama.
Menurut Andry, ada beberapa syarat pelaksanaan skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual yang mesti dipenuhi. Pertama, kerangka dan metode standar yang terkait dengan perhitungan valuasi hak kekayaan intelektual. Hal ini menuntut lembaga sertifikasi dan valuator terakreditasi nasional dan internasional.
Syarat kedua, yaitu besaran valuasi, harus mencakup nilai dan risiko yang bisa dipakai perbankan memperkirakan estimasi besaran pendanaan yang akan disalurkan kepada pelaku ekonomi kreatif. Pendanaan tersebut juga perlu dukungan dari pemerintah dalam bentuk pembagian dana atau subsidi bunga.
”Selain itu, pemerintah juga perlu mendukung pembangunan pusat kreatif di daerah yang berfungsi sebagai bentuk fasilitasi mentoring ataupun pengembangan teknologi,” katanya.
Meski skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual akan berdampak positif bagi pelaku ekonomi kreatif, Andry menyebutkan masih ada pemilik usaha memiliki persepsi bahwa hak kekayaan intelektual belum terlalu efektif untuk mendukung kesuksesan usaha. Persepsi ini akan menjadi tantangan pelaksanaan skema itu.
Terbitkan peraturan
Selain membentuk badan layanan umum (BLU) sektor ekonomi kreatif, pemerintah juga berencana untuk segera merilis skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual. Skema pembiayaan untuk produksi, promosi, dan pemasaran sektor ini diharapkan dapat membantu pengembangan produk ekonomi kreatif di Tanah Air.
Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif mengamanatkan skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual. Pasal 16 undang-undang tersebut mengamanatkan pemerintah untuk memfasilitasi skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual bagi pelaku ekonomi kreatif.
Selain itu, pada Pasal 18 Ayat (1) UU No 24/2019 disebutkan, dalam pengembangan ekonomi kreatif, pemerintah atau pemerintah daerah dapat membentuk badan layanan umum. Guna menjalankan amanat tersebut, pemerintah perlu mengatur teknisnya, yakni melalui peraturan pemerintah (PP).
Direktur Regulasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sabartua Tampubolon, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/1/2022), menyatakan, rancangan PP terkait UU No 24/2019 sudah selesai dibahas dan diharmonisasi. Saat ini, rancangan PP sedang menunggu tanda tangan Presiden RI untuk ditetapkan. Harapannya, PP itu sudah bisa diundangkan dalam waktu dekat.
Inti dari rancangan PP itu adalah hak kekayaan intelektual bisa jadi jaminan memperoleh pembiayaan.
”Inti dari rancangan PP itu adalah hak kekayaan intelektual bisa jadi jaminan memperoleh pembiayaan. Jadi, kelak, bukan hanya sertifikat hak kekayaan intelektual, melainkan juga kontrak kerja pelaku ekonomi kreatif yang melibatkan/berisi hak kekayaan intelektual, dan bukti hak tagih kekayaan intelektual bisa dijadikan jaminan dapat pembiayaan. Sumber pembiayaan bisa pula datang dari perbankan,” ujarnya.
Sabartua mengatakan, sejauh ini masyarakat lebih banyak mengenal profesi penilai jaminan pembiayaan untuk aset yang tampak (tangible). Padahal, profesi penilai jaminan untuk aset tak tampak (intangible), seperti hak kekayaan intelektual, ada dan sudah berkembang. Rancangan PP terkait UU No 24/2019 akan secara eksplisit memperkenalkan penilai dan panel penilai hak kekayaan intelektual.
Bagi lembaga pembiayaan, seperti bank, yang sudah punya komite penilai jaminan, ujar Sabartua, mereka akan didorong untuk meningkatkan kompetensinya. Dengan demikian, lembaga pembiayaan itu bisa menilai hak kekayaan intelektual sebagai jaminan mengakses pembiayaan.
Mengenai BLU di sektor ekonomi kreatif, rancangan PP terkait UU No 24/2019 menyebutkan, BLU akan berlaku satu tahun setelah PP berlaku. Jadi, kurun waktu satu tahun itu akan dipakai menyusun kelembagaan BLU. Menurut rencana, BLU bersangkutan akan berada di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
”Subsektor gim akan jadi pionir saat PP mulai berlaku. Bisnis gim ini sangat erat dengan hak kekayaan intelektual dan potensi ekonominya besar. Namun, hal itu tidak lantas subsektor ekonomi kreatif lain tidak dapat perhatian,” ujarnya.
Industri gim
Terkait gim, pemerintah secara paralel melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga menyusun peta jalan pengembangan industri gim nasional. Salah satu isi substansi peta jalannya adalah pembiayaan yang nanti diharapkan jadi model bisnis pertama BLU ekonomi kreatif.
Sesuai riset Newzoo (2019), pendapatan pasar gim Indonesia pada akhir 2018 mencapai 1,15 miliar dollar AS. Sebanyak 74 persen warganet laki-laki dan 70 persen warganet perempuan bermain gim seluler. Sementara di gim konsol, 62 persen warganet laki-laki dan 50 persen warganet perempuan memainkan.
Dalam konferensi pers mingguan secara virtual, Senin (24/1/2022), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno mengatakan, nilai pasar gim di Indonesia sekarang mencapai 2 miliar dollar AS. Akan tetapi, pasar itu masih didominasi produk gim dari luar. Dia berharap, ketika hak kekayaan intelektual jadi jaminan mengakses pembiayaan dan lahir BLU, produk gim buatan pelaku usaha dalam negeri bisa meraup 50 persen pasar gim nasional.
Baca juga : UMKM dan Ekonomi Kreatif Berperan Pulihkan Ekonomi Bali