Mendorong penerbitan nomor induk berusaha untuk usaha mikro, kecil, dan menengah masih jauh dari target. Dibutuhkan percepatan supaya fasilitasi dan pendampingan UMKM sebagai manfaat memiliki NIB lebih tepat sasaran.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menargetkan setiap hari 100.000 nomor induk berusaha atau NIB diterbitkan. Namun, target itu sulit tercapai, salah satunya karena data usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang akan mendapatkan NIB belum akurat. Banyak UMKM yang masih enggan mendaftar.
Sejauh ini, target itu masih jauh dari kenyataan. Pada 13 Juli 2022, NIB yang sudah terbit sebanyak 1.513.000, sedangkan pada awal Agustus ini sebanyak 1.629.778. Sepanjang 13 Juli sampai 4 Agustus 2022 itu, hanya terdapat penambahan penerbitan NIB sekitar 100.000 atau terbit sekitar 5.000 NIB per hari.
Sebelumnya, di acara pemberian NIB pelaku usaha mikro kecil (UMK) perseorangan tahun 2022 di Gedung Olahraga Nanggala, Kopassus, Jakarta Timur, Rabu (13/7/2022), Presiden Jokowi menyatakan, untuk memenuhi target penerbitan NIB, menjadi tanggung jawab Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal bersama kepala-kepala daerah. Penerbitan NIB 100.000 per hari itu untuk menjangkau 65,4 juta UMKM yang ada di Indonesia secepatnya.
Sementara, hingga kini, setiap hari dengan aplikasi online single submission (OSS), baru berkisar 7.000-8000 NIB diterbitkan.
Permasalahannya, menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Albertien E Pirade, belum ada data pelaku usaha yang lengkap untuk diberikan NIB. Hal itu ia sampaikan seusai memimpin rapat koordinasi bersama kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait percepatan penerbitan NIB bagi UMKM, Kamis (4/8/2022), di Bina Graha, Jakarta.
Sejauh ini, data pelaku usaha kecil menengah (UKM) tersebar di sejumlah instansi pemerintah pusat, dinas-dinas di pemerintah daerah, dan badan usaha seperti perbankan ataupun lembaga keuangan nonbank.
Adapun dari 1.629.778 NIB yang sudah diterbitkan, sebanyak 1.318.312 NIB diterbitkan untuk usaha perseorangan, sedangkan 248.466 untuk badan usaha. Dilihat dari skala usaha, NIB dimiliki 1.513.038 usaha mikro, 83.632 usaha kecil, 19.348 usaha besar, dan 13.760 usaha menengah.
Selain itu, lanjut Albertien, pelaku usaha enggan mengurus NIB. Selain tidak memahami manfaat NIB, pelaku usaha mikro kecil umumnya khawatir dengan masalah pajak.
”Pelaku usaha juga merasa enggan untuk mengurus NIB karena bertanya manfaat NIB dan khawatir masalah pajak. Ini juga menjadi kendala yang harus kita cari solusinya,” kata Albertien. Albertien menambahkan, NIB adalah bentuk perizinan tunggal. Artinya, NIB berlaku sebagai legalitas pelaku usaha.
Pelaku usaha enggan mengurus NIB. Selain tidak memahami manfaat NIB, pelaku usaha mikro kecil umumnya khawatir dengan masalah pajak.
Bagi pelaku usaha mikro, NIB ini akan menjadi syarat fasilitasi bantuan pemerintah, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Sertifikasi Jaminan Produk Halal (SJPH). Dengan memiliki NIB, pelaku usaha juga bisa memanfaatkan sejumlah program dan fasilitas pemerintah dalam pengembangan UKM/UMKM, termasuk akses kredit perbankan.
”Memiliki NIB akan banyak mendapatkan manfaat bagi keberlangsungan usaha. NIB ini menjadi perizinan tunggal bagi pelaku UMK risiko rendah. Selanjutnya, NIB juga menjadi syarat apabila UMKM nonrisiko rendah perlu mengurus izin lanjutan sesuai bidang usaha,” ujarnya.
Untuk mendorong percepatan penerbitan NIB, Albertien menekankan pentingnya koordinasi dan kolaborasi antar-kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kesiapan regulasi, ketersediaan personel, penyediaan data pelaku usaha, dan anggaran menjadi penting.
Sejauh ini, koordinasi dan kolaborasi melibatkan Kementerian Investasi/BKPM, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kementerian Dalam Negeri.
”BKPM yang menjadi leading sector dalam penerbitan NIB akan berkoordinasi dengan Kemenkop UKM terutama terkait data pelaku usaha. Harapannya program bantuan NIB di 20 kota bisa berjalan maksimal. Tentunya butuh intervensi Kemendagri sebagai jembatan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,” ujarnya.
Untuk mendorong percepatan penerbitan NIB, Albertien menekankan pentingnya koordinasi dan kolaborasi antar-kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Pengembangan UMKM menjadi salah satu fokus dalam kerja pemerintah saat ini. Seperti disampaikan ekonomi senior Indef, Aviliani, seusai bertemu dengan Presiden Jokowi bersama belasan ekonom di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/8/2022), UMKM merupakan salah satu dari tiga hal yang dibahas dalam pertemuan.
”Idenya bagaimana membangun pola UMKM yang berbeda-beda dengan sistem insentif sehingga melihat pada demand site. Demand-nya apa, lalu membangun kelompok-kelompok UMKM dan mereka mendapatkan insentif,” ujarnya.