Modal disetor perusahaan teknologi finansial pendanaan ditingkatkan menjadi minimal Rp 25 miliar dari sebelumnya hanya Rp 1 miliar. Penguatan modal untuk meningkatkan kapasitas operasional perusahaan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persyaratan modal disetor industri teknologi finansial atau tekfin pinjaman antarpihak ditingkatkan menjadi minimal sebesar Rp 25 miliar dari sebelumnya hanya Rp 1 miliar. Hal ini diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan terbaru mengenai industri tekfin pendanaan. Aturan ini untuk meningkatkan kapasitas dan pengembangan industri ini ke depan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang disahkan 29 Juni 2022 merevisi POJK No 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Dalam aturan terbaru itu, penyelenggara atau perusahaan tekfin pinjaman antarpihak (peer to peer lending) harus memiliki modal disetor sebesar Rp 25 miliar dari sebelumnya hanya sebesar Rp 1 miliar. Aturan ini juga mewajibkan perusahaan tekfin pinjaman agar setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar. Bab batas minimum ekuitas ini tidak diatur sebelumnya.
Selain mengatur permodalan dan ekuitas, POJK ini juga mendorong penguatan kelembagaan dan manajemen di tubuh perusahaan tekfin pinjaman. Perusahaan diwajibkan memiliki paling sedikit satu pemegang saham pengendali.
Tak hanya itu, perusahaan wajib memiliki paling sedikit dua orang direksi, satu orang dewan komisaris, dan jumlahnya paling banyak sama dengan anggota direksi. Perusahaan juga wajib memiliki tim audit internal yang dijalankan paling tidak oleh satu orang.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menjelaskan, aturan ini disusun untuk mengembangkan industri peer to peer lending. Harapannya, pertumbuhan industri ini bisa mendorong pertumbuhan alternatif pembiayaan dan mempermudah akses pendanaan bagi masyarakat.
”Dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen,” ujar Sekar, Senin (25/7/2022).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, aturan ini sudah sesuai dengan ekspektasi para penyelenggara jasa tekfin pinjaman. Menurut dia, selama dua tahun terakhir para pelaku industri rutin berdiskusi untuk memberi masukan kepada OJK.
”Para anggota AFPI berkomitmen untuk memenuhi seluruh ketentuan dalam POJK terbaru itu. Tujuannya untuk memperkuat industri ini,” kata Sunu yang juga merupakan Chief Executive Officer (CEO) dan Co-Founder Dompet Kilat, Senin.
Inisiatif industri
Upaya untuk memperkuat industri ini juga datang dari inisiatif para perusahaan di dalamnya. CEO Mekar Pandu Aditya Kristy mengatakan, untuk peningkatan mitigasi risiko dan penilaian kualitas kredit (credit scoring) calon nasabah, pihaknya telah mengembangkan algoritma dan sistem kecerdasan buatan.
Algoritma ini, lanjut Pandu, dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit untuk mengukur risiko kredit calon peminjam yang tidak memiliki riwayat kredit. Seluruh proses pengajuan pinjaman dari penerima pinjaman (borrower) maupun pemberian pendanaan dari pemberi pinjaman (lender) dilakukan secara digital.
”Inilah keunggulan dari praktik bisnis tekfin yang menerapkan teknologi digital untuk menyalurkan pembiayaan kepada borrower maupun untuk menerima dana dari lender. Dengan demikian, kami lebih fleksibel menjangkau masyarakat yang selama ini belum terlayani akses keuangan konvensional, seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Ini berkontribusi nyata bagi peningkatan inklusi keuangan melalui teknologi digital,” kata Pandu.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menambahkan, untuk meningkatkan aspek perlindungan konsumen serta menjaga kerahasiaan data pribadi, perusahaan tekfin sudah menerapkan pembatasan akses data nasabah. Perusahaan hanya boleh mengakses data nasabah terbatas pada kamera, mikrofon, dan lokasi (camera, microphone, dan location/CAMILAN). Ini pun hanya untuk kepentingan agar perusahaan bisa mengidentifikasi calon nasabahnya secara elektronik (electronic-Know Your Costumer/e-KYC).
”Jika ada yang melebihi akses CAMILAN ini, berarti pinjaman online ilegal yang tak terdaftar dan tidak berizin OJK,” ujar Kuseryansyah.
Menurut Kuseryansyah, pihaknya sudah lama menyusun pedoman perilaku AFPI serta memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi insan pekerja industri ini. Hal ini untuk memberikan perbedaan antara perusahaan tekfin pendanaan dan entitas pinjaman daring ilegal yang beroperasi tanpa pedoman perilaku.
”Pelatihan dan sertifikasi ini tujuannya untuk membangun industri tekfin pendanaan yang andal dan sehat dalam mendukung akselerasi peningkatan inklusi keuangan. Hal ini dilakukan dengan memastikan para anggota AFPI melakukan praktik bisnis yang beretika, sesuai Pedoman Perilaku AFPI yang berkomitmen tinggi terwujudnya perlindungan konsumen secara maksimal,” ucap Kuseryansyah.
Saat ini terdapat 102 perusahaan tekfin pendanaan. Berdasarkan data OJK, outstanding penyaluran pinjaman dari itekfin pendanaan per Mei 2022 sebesar Rp 40,17 triliun, meningkat 54,14 persen secara tahunan yang sebesar Rp 21,74 triliun.