Penerimaan daerah dari hasil tambang sebaiknya tidak habis dibelanjakan dalam tahun anggaran berjalan. Dana tersebut perlu dikelola dengan bijak secara berkelanjutan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Suasana di sekitar kawasan objek wisata Lubang Tambang Mbah Soero, salah satu lubang tambang peninggalan tambang batubara Ombilin di Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Rabu (22/6/2022). Lubang tambang ini merupakan salah satu cagar budaya dari Warisan Budaya Dunia Unesco Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto. Tambang Batubara Ombilin ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Unesco pada 6 Juli 2019.
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan daerah dari hasil kegiatan pertambangan, seperti batubara, mineral, termasuk minyak dan gas bumi, bisa dialokasikan menjadi dana abadi daerah. Dana tersebut untuk pembangunan berkelanjutan yang berguna saat kekayaan sumber daya alam di daerah tersebut habis. Dibutuhkan aturan lebih lanjut mengenai pembentukan dana abadi daerah tersebut.
Pembentukan dana abadi daerah (DAD) diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. DAD adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana itu bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk belanja daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
Dalam Pasal 164 UU No 1/2022 disebutkan, daerah dapat membentuk DAD yang ditetapkan oleh peraturan daerah, dengan mempertimbangkan, antara lain, kapasitas fiskal darah dan pemenuhan kebutuhan urusan pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar publik.
DAD dikelola oleh bendahara umum daerah atau badan layanan umum daerah, dengan dikelola dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai. Hasil pengelolaan DAD menjadi pendapatan daerah. Hal itu seperti halnya pemerintah pusat yang telah memiliki dana abadi, di antaranya di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengatakan, pembentukan dana abadi adalah salah satu cara agar hasil yang didapat dari sumber daya alam, seperti migas dan tambang, tidak habis begitu saja. Dengan demikian, pembangunan daerah diharapkan berkelanjutan lewat penggunaan DAD tersebut.
Ia mencontohkan, tambang timah di Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang cadangannya sempat dianggap habis kendati kemudian ditemukan lagi cadangan yang baru. Kala itu, perekonomian Belitung sempat anjlok ketika cadangan timah menurun, tetapi kemudian tertolong sektor pariwisata. Begitu juga nasib tambang emas di Cikotok, Banten. Setelah cadangan emas habis, daerah tersebut tak terlalu berkembang.
”Ini menjadi pelajaran agar dana yang digunakan dari tambang dan migas itu (dikelola) berkelanjutan untuk generasi mendatang. Namun, dengan transparansi (pengelolaannya),” ujar Irwandy dalam webinar bertema ”Dana Abadi Daerah Penghasil untuk Pembangunan yang Adil dan Berkelanjutan” yang digelar Kementerian ESDM, Selasa (19/7/2022).
Anggota Dewan Energi Nasional, Satya Widya Yudha, menambahkan, dana abadi merupakan upaya strategis negara untuk mengonversi manfaat dari pengelolaan sumber daya alam yang sifatnya terbatas dan tidak terbarukan menjadi manfaat lain yang mendukung pembangunan berkelanjutan. DAD pun diperlukan sebagai alat investasi yang dapat digunakan untuk mewujudkan ketahanan energi.
”Juga menjamin kelangsungan pembangunan, stabilisasi ekonomi, dan tabungan generasi mendatang. Pengelolaan dananya oleh badan independen yang dibentuk pemerintah serta dikelola secara terarah, bertanggung jawab, dan transparan,” kata Satya.
DOKUMENTASI SKK MIGAS
Ilustrasi pengelolaan hulu minyak dan gas bumi atau migas di Wilayah Kerja/Blok Rokan, Riau.
Aturan turunan
Direktur Dana Transfer Umum Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Adriyanto mengatakan, DAD bisa menjadi salah satu instrumen peningkatan kualitas pengelolaan keuangan pemda. ”Sebab, syarat pembentukan DAD cukup ketat, seperti adanya kapasitas fiskal yang baik dan terpenuhinya kebutuhan terkait publik yang sifatnya wajib,” ujarnya.
Kendati sudah ada ketentuan dalam UU No 1/2022, imbuh Adriyanto, pengelolaan DAD memerlukan pengaturan lebih lanjut. Pemda perlu menyiapkan diri dalam mengatur dana abadi, terutama dalam mengidentifikasi prioritas dan kebutuhan daerah. Hal itu untuk menentukan tujuan pembentukan DAD.
Menurut dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Amirullah Setya Hardi, perlu dipikirkan bagaimana menyiapkan skema dan regulasi turunan terkait pembentukan DAD. Akan tetapi, yang terpenting ialah bagaimana cara mengelola dana, penempatan dana, dan instrumen investasinya.
”Negara-negara mana yang mau jadi tempat investasi? Ataukah cukup di dalam (negeri)? Kalau iya, di mana? Oleh karena itu, aturan-aturan teknis yang lebih detail harus ada dan segera disampaikan. Mudah- mudahan segera direalisasikan agar tak kehilangan momentum,” ucapnya.