Sertifikasi Halal dan Badan POM Masih Jadi Kendala UMKM
Nomor induk berusaha membuka akses pelaku UMKM pada kredit perbankan serta program pemerintah. Namun, baru 1,5 juta UMKM yang memiliki nomor induk berusaha.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memiliki nomor induk berusaha atau NIB. Kepemilikan NIB itu akan memudahkan pelaku UMKM mengakses pembiayaan perbankan dan juga program pemerintah. Namun, pengurusan sertifikasi halal dan Badan POM masih menjadi keluhan bagi pelaku UMKM.
Hal ini terungkap dalam dialog Presiden Joko Widodo dan pelaku usaha mikro di acara pemberian NIB untuk UMKM perseorangan tahun 2022 di Gedung Olahraga Nanggala Kopassus, Jakarta, Rabu (13/7/2022). Hadir pula dalam acara ini Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Dalam dialog itu, Wageningtyas, pengusaha roti bakar dari Condet, Jakarta, meminta supaya pengurusan sertifikasi halal bisa diberlakukan secara nasional. Sebab, selama ini ia harus mengurus sertifikasi halal di dua wilayah. Sebab, roti diproduksi di Depok, Jawa Barat, dan dijual di Jakarta.
Presiden Jokowi menangkap masalah tersebut dan menjanjikan mencari jalan keluarnya. ”Sebab, kalau di setiap daerah harus urus (halal), berarti harus bayar, kan?” kata Presiden.
Pengusaha produk herbal, I Made Janar Dana, juga menyampaikan kesulitan dalam mendapatkan sertifikasi halal dan izin Badan POM. Saat ini, usahanya membuat kapsul herbal, seperti brotowali dan sambiloto, sudah beromzet Rp 2 juta per hari. ”Persyaratannya sulit dan terlalu banyak. Pendirian perusahaan, sertifikasi halal produk, dan lain-lain,” ujarnya.
Presiden pun meminta jajarannya untuk mendampingi pelaku UMKM mengatasi sejumlah hambatan ini. Pendampingan dinilai penting. Sebab, terdapat 65,4 juta UMKM di Indonesia yang berkontribusi 61 persen pada PDB Indonesia. Tak hanya itu, 97 persen tenaga kerja diserap UMKM, bukan perusahaan besar.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengimbau para pelaku UMKM mendaftarkan usaha dan mendapatkan NIB melalui aplikasi OSS. Pendaftaran mudah dan tidak dipungut biaya.
Presiden sempat pula menceritakan di saat dia masih menjadi pengusaha di tahun 1988-1989, izin usaha tidak pernah dimiliki. Sebab, biayanya memberatkan. Padahal, izin usaha sangat penting.
Saat ini, penerbitan izin usaha relatif lebih cepat daripada sebelumnya. Setiap hari, dengan OSS, setidaknya ada 7.000-8.000 NIB diterbitkan. Sebelum ada OSS, hanya 2.000 NIB yang diterbitkan per hari.
Ada tanggung jawab dari kepala daerah supaya mendorong pengusaha-pengusaha mikro, pengusaha kecil, menengah untuk semuanya memiliki izin yang namanya nomor induk berusaha.
Bahlil dalam laporannya menyebutkan, sejak OSS diresmikan pada Agustus 2021 sampai saat ini, sudah lebih dari 1,5 juta NIB yang diterbitkan. Dari jumlah tersebut, lebih dari 98 persen adalah UMKM, bukan pengusaha besar.
Namun, Presiden tetap menargetkan penerbitan paling sedikit 100.000 NIB per hari. ”Itu nanti ada tanggung jawab dari kepala daerah supaya mendorong pengusaha-pengusaha mikro, pengusaha kecil, menengah untuk semuanya memiliki izin yang namanya nomor induk berusaha,” kata Presiden, menambahkan.
NIB memudahkan pelaku UMKM mengakses kredit perbankan. Sejauh ini, kredit yang diakses UMKM masih sangat sedikit. Dari Rp 1.195 triliun realisasi kredit perbankan sampai April 2022, kredit yang diakses UMKM dalam bentuk KUR hanya sekitar Rp 182 triliun. Pemerintah juga sudah menyiapkan KUR sebesar Rp 373 triliun tahun ini. Dengan demikian, baru 49 persen KUR yang diserap UMKM atau masih tersisa sekitar Rp 191 triliun.
Pelaku UMKM yang mengakses KUR hanya dikenai bunga 3 persen. Sebab, pemerintah menyubsidi bunga 13 persen melalui dana pemulihan ekonomi nasional.
Platform daring
Tak hanya itu, Presiden pun mendorong para pelaku UMKM untuk menjual produknya dengan memanfaatkan platform daring. Beberapa pelaku UMKM yang berinteraksi dengan Presiden menceritakan penjualan produk mereka memang bertumpu pada pemasaran secara daring.
Wageningtyas, misalnya, menceritakan saat ini ia menggunakan empat aplikasi untuk mendorong penjualan produk roti bakarnya. Hal ini dimanfaatkan terutama di masa pandemi Covid-19.
Ngadimin, seorang penjual mi ayam asal Bojonegoro, Jawa Timur, juga berhasil meningkatkan usahanya dengan memanfaatkan aplikasi daring. Amin, demikian ia biasa disapa, menyebutkan, omzetnya berkisar Rp 500.000hingga Rp 1 juta per harinya. Sebanyak 90 persen dari penjualannya dihasilkan dari pesanan lewat aplikasi daring.
Mendengar pengalaman itu, Presiden meminta para pelaku UMKM yang hadir untuk mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Wageningtyas agar kesempatan untuk memasarkan produk terbuka lebar.
Di sisi lain, kesiapan produk perlu diperhatikan saat memasarkan menggunakan aplikasi daring. Selain kualitas produk baik dan khas, kemasan ataupun jenama juga harus bagus.
”Tetapi ingat, kalau sudah yang namanya masuk ke pasar online, kesiapan produksi harus betul-betul siap. Jangan sampai kita hanya produksi bisa 100, nanti pesanannya 10.000. Ada banyak kejadian seperti itu dan tidak siap. Jadi harus mempersiapkan diri kalau ordernya banyak,” ujar Presiden.
Seusai acara, Teten menjelaskan, ditargetkan tahun ini 2,5 juta pelaku UMKM memiliki NIB dan didampingi. Saat ini, realisasi sudah 1,5 juta. ”Saya kira bisa tercapai. Tadi catatannya bagaimana bisa mengoneksikan antara OSS dan sertifikasi halal. Dan juga sertifikasi yang lain,” ujarnya.
Sementara itu, Erick menambahkan akan mengintegrasikan data pelaku usaha ultramikro di PNM Mekar yang mencapai 12,7 juta nasabah dengan data nasabah pelaku UMKM di Bank Himbara. Dengan demikian, data UMKM bisa diperoleh.
Kenyataannya, jumlah pelaku UMKM sekitar 65 juta, tetapi tidak ada pembaruan data. Karena itu, data pelaku UMKM sangat terbatas.