Ekosistem Terintegrasi Perlu Dibangun untuk Dongkrak Industri Halal
Produk halal tidak hanya tergantung pada zat yang dikandungnya, tetapi juga didasarkan pada proses logistik, pengemasan, hingga penyajiannya.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Produk halal tidak hanya tergantung pada zat yang dikandungnya, tetapi juga didasarkan pada proses logistik, pengemasan, hingga penyajian. Untuk itu, perlu dibangun ekosistem yang terintegrasi sehingga produk benar-benar terjamin kehalalannya.
Strategi tersebut perlu dilakukan karena produk halal memiliki potensi pasar yang besar di masa pandemi ini. Sebab, dengan proses halal, higienitas suatu produk akan turut terjamin. Dengan demikian, produk halal tidak hanya dikonsumsi umat Muslim, semua oleh seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan data dari laporan State of the Global Islamic Economy Report 2019-2020, Indonesia kini berada di posisi kelima sesuai Indikator Ekonomi Islam Global (GIEI) di bawah Malaysia (1), Uni Emirat Arab (2), Bahrain (3), dan Arab Saudi (4). Sebelumnya, pada 2018, Indonesia berada di peringkat ke-10.
Pengeluaran masyarakat Muslim untuk makanan halal, salah satu indikator penilaian, menunjukkan peningkatan. Secara global, pada 2018, pengeluaran tersebut mencapai 1,4 triliun dollar AS atau meningkat 5,1 persen dibandingkan 2017 dan diproyeksikan akan terus tumbuh hingga 6,3 persen atau mencapai 2 triliun dollar AS pada 2024.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menyampaikan, meskipun kandungannya halal, suatu produk akan menjadi haram apabila dalam prosesnya tidak sesuai dengan syariat Islam. Produk halal dinilai melalui tiga kriteria, mulai dari zat yang terkandung, cara memperoleh, hingga cara pengolahan.
”Tiga kriteria ini harus disampaikan kepada publik bahwa ada proses bagaimana halal itu terjaga. Termasuk, dalam proses logistik yang merupakan pengadaan, pergerakan, dan penyimpanan agar produk halal tidak terkontaminasi,” kata Marsudi, Kamis (19/11/2020).
Paparan ini mengemuka dalam webinar ”Logistik Halal di Tengah Pandemi”. Acara diadakan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero), salah satu badan usaha milik negara yang bergerak di bidang logistik.
Secara aturan, produk halal diatur melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Jaminan Produk Halal.
Berbagai dasar hukum tentang produk halal, kata Marsudi, dapat menjadi landasan untuk menjamin produk tetap halal sampai di tangan konsumen, termasuk produk dari luar negeri. Logistik halal pun dibutuhkan agar produk-produk luar negeri dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
”Ketika produk luar negeri yang sifatnya konsumtif harus ada label halal, dengan sendirinya akan masuk ke logistik halal. Saya yakin logistik halal pasti dibutuhkan oleh pasar dan pasar sendiri membutuhkannya (logistik halal),” kata Marsudi.
Pemerhati logistik dan industri halal, Sitta Rosdania, mengatakan, kebutuhan terkait produk halal semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19. Masyarakat kini cenderung mengonsumsi makanan sehat yang juga sejalan dengan produk halal karena mencakup higienitas dan keamanan.
”Halal itu bersifat universal dan memiliki standar yang jelas from farm to fork (dari pertanian hingga ke meja makan). Inilah yang harus sama-sama kita bangun untuk menyadarkan pasar terkait pentingnya membangun ekosistem halal terintegrasi,” kata Sitta.
Dengan adanya sertifikat halal yang bersifat universal, pasar baru pun akan tercipta. Peluang ini dapat menjadi kesempatan bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk turut menjadi bagian dalam ekosistem halal.
Membantu UMKM
Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) Kuncoro Wibowo menyampaikan, dalam upaya membantu pemulihan ekonomi nasional akibat Covid-19, perusahaan bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM membuat aplikasi Warung Pangan. Aplikasi ini bertujuan menghidupkan warung-warung kecil untuk menjadi tujuan berbelanja tetangga sekitar.
Saat ini, sudah ada sekitar 5.000 warung di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung yang menjadi mitra dari Warung Pangan. Hingga tiga tahun ke depan, ditargetkan akan ada 200.000 mitra Warung Pangan yang tergabung dari berbagai provinsi.
Warung Pangan yang baru dibentuk pada Agustus 2020 juga menjamin produk halal dari proses pengadaan, penyimpanan, hingga pendistribusian ke warung-warung. Dengan begitu, masyarakat dipastikan menerima produk halal.
”Misalnya, untuk mesin pendingin itu kami pisahkan antara penyimpanan untuk daging halal dan non-halal, termasuk truk yang digunakan untuk pengiriman. Melalui sertifikasi halal, produk yang diimpor dari Jepang, China, dan Korea itu juga sudah dijamin halal sampai ke warung-warung,” kata Kuncoro.
Kepastian produk halal dari Bhanda Ghara Reksa diawasi langsung oleh PT Sucofindo (Persero). Pengawasan juga memberikan akses ketelusuran sehingga setiap pergerakan produk dapat dipantau untuk memastikan halal.
Direktur Utama Sucofindo Bachder Djohan Buddin mengatakan, Sucofindo merupakan lembaga sertifikasi produk yang sudah diakreditasi sesuai ISO 17065 oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Selain itu, Sucofindo juga merupakan lembaga inspeksi yang sudah diakreditasi sesuai ISO 17020 oleh KAN.
Sucofindo juga memiliki laboratorium pengujian halal yang diakreditasi sesuai ISO 17025 oleh KAN. Terdapat pula pusat kajian halal dan didukung auditor halal yang tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
”Melalui sistem ketelusuran, alur logistik mulai dari produsen bahan mentah, pengolahan, pengemasan, distribusi, hingga sampai konsumen dapat dipastikan terpantau kualitasnya dan terjamin halal. Produk pun akan memberikan nilai tambah karena terjamin halal dan higienis,” kata Bachder.