Citra koperasi sebagai saka guru perekonomian rakyat terus tergerus. Tepat hari jadi Koperasi Indonesia ke-75 tahun, yang diperingati 12 Juli 2022, koperasi Indonesia semakin diwarnai kegamangan.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·3 menit baca
Tepat hari jadi ke-75 tahun Koperasi Indonesia, yang diperingati pada 12 Juli 2022, koperasi di Indonesia semakin diwarnai kegamangan. Tidak hanya kesuksesan yang diraih, sebagian koperasi gagal bayar akibat lemahnya tata kelola manajemen. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga koperasi terancam pudar.
Dari sejumlah peristiwa yang dihimpun Kompas, citra koperasi tak hanya tercoreng oleh oknum pengurus koperasi, tetapi juga kegagalan dalam tata kelola keuangan, terutama terjadi pada koperasi simpan pinjam (KSP). Namun, sejumlah koperasi lainnya tetap masih layak menjadi percontohan untuk dikembangkan dan menjadi pendorong pemulihan ekonomi nasional.
Sepanjang tahun ini, dunia perkoperasian Indonesia diramaikan oleh delapan koperasi bermasalah yang harus menyelesaikan pembayaran utang sesuai dengan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Pengadilan Niaga. Kedelapan KSP tersebut adalah Sejahtera Bersama, Indosurya, Pracico Inti Sejahtera, Pembiayaan Syariah Pracico Inti Utama, Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, Lima Garuda, dan Timur Pratama Indonesia. Total dana anggota koperasi bermasalah akibat gagal bayar tersebut diperkirakan Rp 20 triliun.
Merespons situasi tersebut di atas, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) lantas membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah di awal 2022. Satgas ini beranggotakan lintas kementerian dan lembaga, seperti kepolisian dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk melacak aliran dana koperasi yang diduga diselewengkan.
Dalam sebuah konferensi pers pekan lalu, Menteri Koperasi dan UKM Tetes Masduki mengatakan bahwa sebagian besar koperasi yang bermasalah tersebut dibentuk oleh pebisnis, bukan didorong kesamaan visi dari kumpulan orang-orang kecil yang ingin membangun usaha secara kolektif untuk mencapai kesejahteraan bersama. Ia menyebut, koperasi semacam itu tidak lagi sebagai koperasi berupa kumpulan orang yang menarik simpanan nasabah dan menyalurkannya kembali kepada anggota koperasi sendiri. Ia bahkan menamai koperasi jenis itu ibarat shadow banking. Koperasi semacam inilah yang dirasa perlu ditertibkan.
Masalah mendasar
Bagi praktisi perkoperasian, sekaligus Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, kemelut yang terjadi pada koperasi di Indonesia menunjukkan masalah yang kian akut dan mengkhawatirkan. Bukan hanya menyangkut buruknya tata kelola, melainkan juga ada masalah serius dalam hal dasar tentang regulasi dan kebijakan tentang perkoperasian di Indonesia, termasuk pemerintah selaku regulator.
Dari sudut pandang regulasi, Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian tidak benar-benar serius dituntaskan. Apalagi, Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Namun, UU tersebut masih dinyatakan berlaku sembari menunggu terbentuknya UU yang baru.
Kementerian Koperasi dan UKM berkomitmen mengajukan RUU tentang Perkoperasian secepatnya. Apabila tidak segera tuntas, dikhawatirkan akan menjadi bom waktu. Tidak menutup kemungkinan, sampai UU tentang Perkoperasian yang baru terbentuk, bakal terjadi praktik penyelewengan dana anggota koperasi di Indonesia. Jangan sampai terjadi lagi ”perampokan” dana simpanan anggota koperasi oleh oknum tak bertanggung jawab.
Banyak yang berharap kepada Teten, yang berlatar belakang aktivis antikorupsi, dapat membersihkan koperasi abal-abal yang merugikan anggotanya itu. Sebab, selama ini sejumlah koperasi tersebut disinyalir menjadi tempat bersarangnya praktik cela, seperti dana subsidi/bantuan yang disalurkan namun tidak jelas pertanggungjawabannya, pinjaman yang diselewengkan, dan juga sekadar alat penampung program-program pemerintah lainnya yang sengaja ”dimainkan”.
Selain itu, sejumlah usulan mencuat ke permukaan untuk merealisasikan tata kelola koperasi yang bersih dan bermanfaat. Sebut saja, misalnya, perlunya pembentukan lembaga penjamin simpanan untuk KSP dan pembubaran koperasi abal-abal. Selain itu, pemerintah juga harus ngotot untuk menuntaskan RUU Perkoperasian demi terciptanya kepastian hukum.
Di Indonesia, koperasi identik dengan semangat gotong royong. Bahkan, koperasi disebut-sebut sebagai sokoguru perekonomian nasional. Koperasi dapat menumbuhkan kekuatan bersama, mewujudkan kepentingan bersama, dan saling menolong antaranggotanya, terutama kelompok masyarakat dari kalangan tidak mampu. Apabila koperasi tidak mampu mewujudkan cita-citanya yang mulia itu, tak mustahil koperasi akan ditinggalkan anggotanya. Saat ini, citra koperasi sedang dipertaruhkan.