Subsidi BBM Tekan APBN, Tingkatkan Edukasi kepada Masyarakat
Presiden Joko Widodo menyatakan negara melalui APBN masih mampu menahan kenaikan harga pertalite. Namun, kenaikan bakal tidak terhindarkan jika APBN dianggap sudah tidak cukup untuk menyokong subsidi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Subsidi bahan bakar minyak atau BBM terus diberikan pemerintah agar daya beli masyarakat terjaga. Namun, tingginya harga minyak mentah, yang juga dipengaruhi oleh situasi global, diperkirakan masih akan bertahan. Pada akhirnya, penyesuaian harga BBM subsidi bisa jadi bakal tak terelakkan. Edukasi kepada masyarakat dinilai masih penting.
Pada peringatan Hari Keluarga Nasional di Medan, Sumatera Utara, Kamis (7/7/2022), Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah tidak akan menaikkan harga pertalite meski harga jualnya sudah jauh di bawah harga keekonomian. Lantaran disubsidi, pertalite dijual dengan harga Rp 7.650 per liter, sedangkan di Jerman dan Singapura bahan bakar serupa dijual Rp 31.000 per liter serta di Thailand mencapai Rp 20.000 per liter (Kompas.id, 7/7/2022).
Presiden menyatakan, negara melalui APBN masih mampu menahan untuk tidak menaikkan harga pertalite. Akan tetapi, Presiden juga mengirim sinyal kenaikan harga pertalite bakal tak terhindarkan jika APBN sudah tidak kuat memberi subsidi.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, Kamis, mengatakan, selisih Rp 9.950 per liter antara harga pertalite yang dijual dengan kompensasi pemerintah dan harga keekonomian akan memberatkan APBN serta keuangan Pertamina jika realisasi melebihi kuota. Di sisi lain, jika penyesuaian harga dilakukan saat ini, inflasi bakal terdongkrak signifikan.
Ia memperkirakan, setidaknya hingga akhir tahun ini pemerintah tidak akan melakukan penyesuaian harga dan lebih mengupayakan pembatasan agar BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. ”Itu terlihat dengan kebijakan pemerintah yang menambah anggaran subsidi energi hingga nilainya menjadi Rp 520 triliun. Namun, bisa saja Presiden berubah pikiran, lalu dilakukan penyesuaian (menaikkan harga pertalite),” ujar Mamit.
Menurut dia, selama perang Rusia-Ukraina masih berlangsung, harga minyak mentah dunia diperkirakan masih akan di atas 100 dollar AS per barel. Kendati pada tahun 2023 harganya diharapkan turun, seiring surutnya kasus-kasus Covid-19, perekonomian bakal tetap tumbuh. Permintaan BBM pun akan meningkat sehingga tingginya harga berpotensi bertahan.
Apabila akhirnya APBN sudah tidak bisa menahan beban subsidi BBM, mau tidak mau penyesuaian harga memang perlu dilakukan. Saat itu dilakukan, masyarakat diharapkan teredukasi sehingga ada pemahaman terkait pengaruh situasi global.
”Edukasi penting agar masyarakat paham bahwa harga BBM di Indonesia ini paling murah (karena disubsidi), sementara (APBN) harus dibagi-bagi dengan sektor lain karena menyangkut perekonomian nasional. Juga bahwa BBM bersubsidi hanya untuk yang tidak mampu sehingga hanya mereka yang berhak yang mendapatkan,” ujar Mamit.
Pemerintah mengupayakan hal itu, salah satunya melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tetang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Namun, ketentuan itu masih dalam finalisasi. Sementara Pertamina mulai mendaftar pelanggan ke laman MyPertamina.
Tepat sasaran
Sejak pendaftaran MyPertamina dibuka pada 1 Juli 2022, hingga Senin (4/7/2022), PT Pertamina Patra Niaga mencatat terdapat 50.000 kendaraan telah didaftarkan. Saat ditanya data terbaru terkait perkembangan pendaftaran MyPertamina, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting hanya menjawab singkat, ”Masih progres,” ujarnya, Kamis.
Sementara itu, saat ditanya mengenai potensi kenaikan harga pertalite, Irto mengemukakan, hal tersebut bukan kewenangan Pertamina. ”Harga BBM subsidi merupakan kewenangan dari pemerintah,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu (6/7/2022), menyatakan, harga jual pertalite saat ini masih Rp 7.650 per liter. Sementara jika mengacu pada harga minyak hari ini, seharusnya sudah pada harga Rp 17.200. ”Untuk setiap liter pertalite, pemerintah menyubsidi Rp 9.550,” ujarnya.
Nicke menuturkan, revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 sedang difinalisasi dan akan keluar pada bulan ini. Secara normatif, kriteria siapa yang berhak membeli BBM bersubsidi, termasuk pertalite, ditentukan pemerintah. Pertamina akan mengikuti apa pun yang akan ditetapkan pemerintah melalui revisi perpres.
Adapun yang dilakukan Pertamina saat ini, dengan proses pendaftaran laman MyPertamina, ialah sebagai persiapannya. ”Jadi, saat sudah ada kriterianya, akan dimasukkan ke sistem. Misalnya, (yang boleh) kendaraan roda empat (dengan kapasitas mesin) di bawah 1.500 cc. Jadi, jika 1.500 cc, nozelnya tidak akan keluar,” katanya.
Adapun Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada Selasa (5/7/2022) beraudiensi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam memperkuat peran pemerintah daerah dalam pengawasan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran. Itu agar pelaksanaan di lapangan, di banyak daerah, tak menemui kendala.
”Saat ini BPH Migas sedang melakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014 yang dalam pelaksanaannya memerlukan bantuan dan kerja sama Kemendagri sebagai pembina pemerintah daerah,” ujar Erika, dalam keterangannya.
Ke depan, diharapkan ada dukungan dari Kementerian Dalam Negeri dengan memberikan penugasan kepada pemda terkait verifikasi konsumen pengguna dalam sistem teknologi informasi (TI) Badan Usaha Penugasan. Juga mengenai pengawasan pendistribusian jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan oleh pemda serta bantuan sosial dan harmonisasi data kependudukan.