Penyederhanaan Birokrasi e-Katalog Dibutuhkan untuk Permudah Akses UMKM
Inpres No 2/2022 mengharuskan minimal 40 persen nilai anggaran belanja barang/jasa pemerintah dibelanjakan untuk produk lokal. Birokrasi masuk ke sistem pengadaan disederhanakan untuk memudahkan UMKM berpartisipasi.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen menyederhanakan birokrasi yang menyulitkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM mengakses sistem belanja negara lewat layanan elektronik pengadaan barang dan jasa. Komitmen positif ini semestinya diikuti dengan menyiapkan UMKM yang andal, baik dari sisi produksi maupun distribusi.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Abdullah Azwar Anas saat dihubungi, Selasa (21/6/2022), di Jakarta, mengatakan, selama ini ada sejumlah kendala bagi usaha mikro dan kecil (UMK) untuk masuk ke sistem elektronik pengadaan barang/jasa pemerintah atau e-katalog, seperti kewajiban mengantongi Standar Nasional Indonesia. Akan tetapi, persyaratan itu sekarang sudah tidak wajib, kecuali memang produk yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan karena alasan kesehatan dan keselamatan jiwa.
Birokrasi untuk masuk ke e-katalog nasional ataupun lokal, yang biasanya terdiri dari delapan tahap penayangan produk, kini telah dipangkas menjadi dua tahap. Mekanisme pengelolaan katalog lokal disederhanakan dari sebelumnya empat tahapan menjadi satu tahapan saja.
”Kami juga menyiapkan pengembangan sistem pada rencana umum pengadaan (RUP) kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Dengan sistem RUP, kami nantinya bisa mengetahui alokasi belanja produk lokal UMKM sejak dari perencanaan. Kemudian, kelak juga ada dashboard untuk memonitor dan mengevaluasi pengadaan yang mana Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan akan terlibat,” papar Anas.
Dari sisi pembayaran, imbuh Anas, LKPP telah menyelesaikan harmonisasi kebijakan untuk kartu kredit pemerintah. Dengan adanya fasilitas ini, UMKM tidak lagi kesulitan bertransaksi dengan pemerintah daerah karena pemerintah daerah bisa langsung membayar transaksi tersebut sehingga arus kas UMKM tidak terganggu.
Seperti diketahui, sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022, paling sedikit 40 persen nilai anggaran belanja barang/jasa pemerintah pusat dan daerah dibelanjakan untuk produk UKM dan koperasi dari hasil produksi dalam negeri. Kemudian, untuk mendukung pencapaian target APBN dan APBD tahun anggaran 2022, inpres itu mengharuskan paling sedikit Rp 400 triliun untuk produk dalam negeri, dengan prioritas produk buatan UKM dan koperasi.
Pencapaian pemerintah daerah untuk penyelenggaraan katalog elektronik lokal masih belum sesuai harapan. Hingga saat ini, baru 127 instansi pemerintah daerah yang sudah menayangkan etalase e-katalog lokal dan 415 instansi pemerintah daerah belum melakukan tayang produk.
Asisten Deputi Pengembangan Teknologi Informasi dan Inkubasi Usaha pada Kementerian Koperasi dan UKM Cristina Agustin menambahkan, pihaknya bersama kementerian/lembaga lain telah melaksanakan rapat koordinasi nasional (rakornas) transformasi digital serta pendataan lengkap koperasi dan UMKM pada 28-30 Maret 2022. Dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan agar produk UMKM/IKM (industri kecil menengah) harus membanjiri pasar.
”Selain 30 juta UMKM onboarding di platform digital (lokapasar) pada 2030, target berikutnya adalah ada 500 koperasi modern berbasis digital pada 2024 serta 1 juta UMKM onboarding di e-katalog LKPP pada 2022,” ujar Cristina saat membuka peluncuran aplikasi Youtap POS (kasir digital) pada hari yang sama.
Menanggapi hal itu, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti berpendapat, jika semua pemerintah daerah bisa membangun e-katalog dan peran UMKM dimaksimalkan, hal ini akan berdampak besar terhadap perekonomian lokal ataupun nasional. Bagaimanapun, salah satu hambatan UMKM maju adalah akses ke pasar.
Meski demikian, ketika UMKM akhirnya dapat dilibatkan secara maksimal di e-katalog, masih ada beberapa tantangan lain yang harus diselesaikan. Sebagai contoh, masih ada kesenjangan digital yang ditandai dengan infrastruktur telekomunikasi yang cenderung fokus di Jawa. Kesenjangan digital juga menyangkut antargender pengusaha. Pengusaha perempuan UMKM sering kali lebih sedikit memiliki akses digital daripada pengusaha laki-laki.
”Tantangan lain yang patut diwaspadai adalah akses informasi UMKM yang terbatas karena sering kali muncul informasi asimetris terhadap implementasi kebijakan pemerintah. Maksudnya, informasi pelaksanaan kebijakan hanya diketahui oleh pemilik UMKM yang dekat dengan instansi pemerintah,” ucap Esther.
Oleh karena itu, Esther menyarankan agar pembangunan infrastruktur telekomunikasi diperluas hingga ke luar Jawa agar tidak ada lagi kecenderungan Jawa sentris. Semua pemilik UMKM dari Sabang sampai Merauke dapat mengakses e-katalog dengan sinyal jaringan seluler yang memadai meskipun berada di pelosok. Kemudian, sosialiasi kebijakan pelibatan UMKM dalam belanja barang/jasa harus gencar demi menekan informasi yang asimetris.
Dosen Administrasi Hukum Universitas Airlangga, Emanuel Sujatmoko, menyambut positif itikad LKPP yang ingin mengurangi hambatan-hambatan regulasi yang membuat UMKM susah bergabung ke sistem e-katalog. Sebab, inti keberadaan e-katalog bukan semata-mata meningkatkan transparansi pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintah, melainkan juga pembukaan lapangan kerja.
”Ketika UMKM bisa masuk ke sistem e-katalog, barangnya laku, maka produksi jalan dan terjadi penyerapan tenaga kerja. Kewirausahaan semakin lama semakin banyak terbentuk. Kalau masuk ke sistem harus melalui lelang dan aturan yang ribet, ini berpotensi menyulitkan UMKM,” katanya.
Lebih jauh, Emanuel berpendapat, itikad positif LKPP itu seharusnya didukung kementerian/lembaga dan dinas-dinas yang dipunyai pemerintah daerah, terutama untuk urusan menyiapkan kapasitas produksi UMKM. Sebab, peran LKPP hanya sampai pada penyediaan sistem layanan pengadaan.
Saat ditemui di konferensi pers Jakarta Hajatan ke-495, Nyok Kite Dukung Karya UMKM Lokal, pada hari yang sama Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) DKI Jakarta Fery Farhati menyebutkan terdapat sekitar 400 perajin yang dibina Dekranasda DKI Jakarta. Profil usaha dan produk mereka telah masuk ke sistem informasi yang dibuat oleh Dekranasda DKI Jakarta.
Sebagian besar anggota ataupun perajin Dekranasda DKI Jakarta merupakan anggota komunitas Jakpreneur. Jakpreneur merupakan platform kreasi, ruang fasilitasi, dan kolaborasi pengembangan UMKM berbasis ekosistem kewirausahaan. UMKM bersangkutan sebenarnya menawarkan barang di e-katalog yang dikelola Pemprov DKI Jakarta.
”Di Jakpreneur, UMKM perajin bisa saling membantu pelatihan dan mengenal cara kerja e-katalog. Dari sisi Dekranasda DKI Jakarta, kami punya koperasi yang berfungsi sebagai ajang promosi produk perajin binaan. Jadi, ketika ada perajin binaan masuk ke e-katalog, instansi pemerintahan yang akan membeli sudah mengetahui informasi mutu produk perajin terlebih dulu,” tuturnya.
Kebanyakan usaha perajin yang masuk ke Dekranasda DKI Jakarta adalah mode dan aksesoris. Fery menekankan, pihaknya selalu melakukan kurasi produk yang dibuat perajin. Setelah itu, mereka dilatih agar memiliki usaha berkelanjutan serta semakin meningkatkan mutu produk.