Ketahanan Ekonomi Bergantung kepada Pemberdayaan Perempuan
Peningkatan peran wirausaha perempuan erat kaitannya dengan pemulihan ekonomi berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan ini, kesetaraan finansial antarjender harus diperjuangkan demi terwujudnya inklusivitas ekonomi.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan kewirausahaan perempuan dapat menjadi pendorong kebangkitan dan pemulihan ekonomi secara berkelanjutan setelah pandemi Covid-19 berakhir. Potensi perempuan harus terus dimaksimalkan, bukan hanya bagi perekonomian nasional, melainkan juga untuk ketahanan ekonomi dunia.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) Teten Masduki dalam gelaran pendukung (side event) presidensi G20 bertema ”Mengakselerasi Inklusivitas Pelaku UMKM Perempuan dalam Perekonomian Global” yang berlangsung secara hibrida di Jakarta, Jumat (17/6/2022) malam.
Turut hadir dalam acara ini Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Kegiatan ini dihadiri juga oleh peserta secara langsung dan daring dari seluruh negara yang tergabung pada presidensi G20, termasuk pejabat tinggi pemerintah, pemimpin bisnis, filantropis, serta pemangku kepentingan terkait.
UMKM berkontribusi terhadap 60 persen pendapatan nasional. Oleh karena itu, pemerintah memberikan dukungan penuh agar pelaku usaha perempuan dapat meningkatkan kontribusi mereka, terutama pasca-pandemi Covid-19.
Teten memaparkan data Kemenkop UKM hingga 2021, yang menunjukkan sebanyak 64 persen dari 63,9 juta pelaku usaha mikro di Indonesia adalah perempuan. Sementara untuk tingkat usaha kecil, 56 persen dari 193.000 usaha kecil dimiliki oleh perempuan. Adapun untuk tingkat usaha menengah, sebanyak 34 persen dari 44.700 pelaku usaha adalah perempuan.
Dalam perekonomian nasional, UMKM berkontribusi terhadap 60 persen pendapatan nasional. Oleh karena itu, lanjut Teten, pemerintah memberikan dukungan penuh agar pelaku usaha perempuan dapat meningkatkan kontribusi mereka, terutama pasca-pandemi Covid-19, sehingga pemulihan ekonomi nasional bisa mengalami percepatan.
”Untuk meningkatkan inklusi bisnis, wirausaha perempuan membutuhkan dukungan dari pemerintah, baik berupa akses pembiayaan, dukungan ekspor, pengembangan dan pelatihan bagi karyawan, peningkatan kualitas produk, maupun dukungan infrastruktur digitalisasi, khususnya di area perdesaan,” ujarnya.
Peningkatan peran wirausaha perempuan Indonesia menjadi agenda utama Kemenkop UKM dalam upaya pemulihan ekonomi berkelanjutan. Pemerintah, lanjutnya, berupaya meningkatkan kesetaraan dan kesejahteraan melalui kebijakan yang ramah jender, serta mencapai inklusi ekonomi dengan mendukung UMKM yang dimiliki dan dikelola oleh perempuan.
Menteri PPPA Bintang Darmawati menyampaikan, di tengah krisis akibat pandemi Covid-19, perempuan telah melahirkan berbagai kreativitas dalam membangkitkan potensi perekonomian. Perempuan hadir menggerakkan usaha mikro, kecil, menengah, hingga upaya menembus peluang-peluang ekonomi secara daring agar usahanya bertahan dan semakin kuat.
”Sumber daya perempuan memiliki potensi yang luar biasa untuk berpartisipasi sebagai penggerak, tidak hanya dalam pemulihan ekonomi pascapandemi, tetapi juga sebagai pondasi bagi stabilitas ekonomi jangka panjang,” katanya.
Meski begitu, tantangan baru yang juga dimunculkan pascapandemi adalah peningkatan kesenjangan jender dalam partisipasi dan peluang ekonomi. Riset yang dilakukan kementeriannya menunjukkan bahwa pandemi paling mempengaruhi pengusaha perempuan, dengan mencapai angka 76 persen, karena perempuan harus bekerja dari rumah.
Usaha berbasis daring atau internet, lanjut Bintang, menjadi peluang yang bisa mendorong pengembangan usaha perempuan. Transisi ini tidak bisa dihindari oleh perempuan, terlebih lagi sektor industri global saat ini sedang mengarah pada tren digitalisasi ekonomi.
Presiden dan CEO Kale Group, industri manufaktur yang berbasis di Turki, Zeynep Bodur Okyay mengatakan, penguatan kesadaran kritis perempuan, pemahaman terkait kesetaraan jender, dan mewujudkan keuangan yang inklusi menjadi penting untuk memastikan akses perempuan terhadap produk finansial dasar. Hal ini terkait mengakselerasi inklusi keuangan bagi perempuan untuk mendorong inklusi ekonomi global.
”Tantangannya saat ini adalah bagaimana membuat para pemangku kebijakan dan kepentingan ekonomi global punya kesamaan visi untuk mengakselerasi inklusi keuangan bagi perempuan. Upaya meningkatkan akses perempuan terhadap layanan keuangan formal akan memberdayakan perempuan dengan terlibat dalam kegiatan bisnis,” ujarnya.
Kesetaraan finansial
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kesetaraan finansial antarjender merupakan hal yang penting karena inklusi keuangan bagi perempuan dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan serta menurunnya angka kemiskinan.
”Pemerintah menggunakan berbagai kebijakan fiskal untuk bisa bantu sebanyak mungkin dan semua segmen membutuhkan. Itu semuanya dilakukan bagi masyarakat, terutama pelaku usaha yang sangat ultramikro sehingga mereka mampu mendapatkan akses permodalan,” kata Sri Mulyani.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sekaligus Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani menyampaikan kesenjangan jender terhadap partisipasi perekonomian perlu dijembatani, terutama sejak pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir. Menurut dia, kurangnya akses, kesempatan, dan representasi perempuan pada posisi strategis di dunia usaha merupakan permasalahan yang harus dipecahkan dalam forum G20.
Sebagai informasi, B20 atau Business of Twenty adalah forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global yang dibentuk untuk mengawal kebijakan G20. Selain itu, B20 Indonesia telah membentuk gugus tugas Women in Business Action Council (WiBAC) yang telah mengeluarkan rekomendasi kebijakan dalam tiga tema yang diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam keterlibatan bisnis.
Tema pertama adalah pemberdayaan pengusaha perempuan dengan cara mengembangkan ekosistem yang dapat memberikan akses pada bantuan finansial, regulasi, hingga akses pada bantuan teknis bagi pelaku usaha. Sebagai tindak lanjut, jaringan bisnis perempuan dalam skala global harus terus dikembangkan.
Sementara tema kedua adalah mendorong kemampuan digital dan kepemimpinan perempuan dengan mempercepat akses perempuan pada lingkup digital serta meningkatkan kemampuan yang diperlukan untuk dapat mengambil posisi-posisi pimpinan.
Adapun tema ketiga ialah mendorong lingkungan kerja yang adil dan aman bagi lintas jender. Hal ini dapat dimulai dengan meningkatkan keamanan kerja bagi pekerja perempuan di sektor perekonomian informal, termasuk di masyarakat perdesaan, serta membangun kebijakan sistematis untuk menghindari kekerasan berbasis jender dan membantu korban kekerasan.
”Agar WiBAC mampu berkontribusi dalam memperbaiki ekonomi global dan juga bisa menjawab isu-isu perempuan, kami meluncurkan platform bernama One Global Women Empowerment (OGWE) sebagai program akselerator untuk membekali 1.000 pebisnis perempuan dalam skala UMKM untuk meningkatkan kemampuan digital, memberikan akses pendanaan dan investasi,” ujarnya.