The Fed Naikkan Suku Bunga, BI Diyakini Masih Punya Ruang Pertahankan Suku Bunga
Bank Sentral Amerika Serikat kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya. Ekonom menilai Bank Indonesia tidak perlu serta-merta ikut menaikkan tingkat suku bunga.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve atau The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 75 basis poin menjadi 1,5 persen– 1,75 persen pada Rabu (15/6/2022) waktu setempat. Meski demikian, para ekonom menilai Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan.
Dalam situs resminya, Ketua The Fed Jerome H Powell menjelaskan, kebijakan menaikkan suku bunga acuan bertujuan untuk meredam inflasi AS yang pada Mei mencapai 8,6 persen. Harapannya, inflasi negeri Paman Sam itu bisa kembali ke posisi 2 persen. Kenaikan tingkat suku bunga itu adalah yang tertinggi sejak 1994.
”Jelas, kenaikan 75 basis poin hari ini adalah hal yang luar biasa besar dan saya tidak berharap pergerakan sebesar ini menjadi hal biasa. Keputusan ini dibuat dari pertemuan demi pertemuan, dan The Fed akan terus mengomunikasikan niat kami sejelas mungkin. Kami ingin melihat kemajuan hingga inflasi turun,” kata Powell.
Bukan hanya itu, The Fed juga mengisyaratkan akan kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 50-75 basis poin pada Juli mendatang.
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed itu sesuai ekspektasi sehingga tidak terlalu mengejutkan pasar. Menurut dia, pasar sudah siap menghadapi kenaikan suku bunga The Fed sebab rencana itu sudah lama dikomunikasikan secara luas ke publik.
”Alasan The Fed menaikkan suku bunga karena inflasi juga sesuai ekspektasi karena inflasi mereka yang sudah terlampui tinggi,” ujar Josua yang dihubungi Kamis (16/6/2022).
Meski demikian, menurut Josua, Bank Indonesia (BI) tidak perlu serta-merta ikut mengerek naik suku bunga acuannya. Menurut dia, BI masih memiliki ruang untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 3,5 persen.
Josua menjelaskan, meski inflasi umum terus merangkak naik, sejatinya inflasi inti yang menjadi indikator agregat permintaan masyarakat belum terlampaui panas sehingga belum perlu ditahan dengan kenaikan suku bunga.
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada Mei mencapai 0,4 persen, inflasi tahun berjalan (Januari-Mei 2022) sebesar 2,56 persen dan inflasi tahunan sebesar 3,55 persen.
Adapun inflasi inti pada Mei mencapai 0,23 persen, sedangkan secara tahunan mencapai 2,58 persen.
Selain itu, lanjut Josua, BI sendiri sebenarnya juga sudah melakukan pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat giro wajib minimum (GWM). Mulai 1 Juni 2022, BI menaikkan GWM rupiah untuk bank umum konvensional dari 5 persen menjadi 6 persen. GWM akan terus dinaikkan menjadi 7,5 persen mulai 1 Juli 2022 dan 9 persen mulai 1 September 2022.
”Instrumen moneter tidak semata hanya pengaturan tingkat suku bunga, tetapi juga melalui GWM. Ini bentuk upaya BI untuk menormalisasi likuiditas,” ujar Josua.
Berkah ekspor
Josua menambahkan, Indonesia memperoleh berkah dari tingginya harga komoditas energi yang mendongkrak kinerja ekspor. Masih tingginya harga komoditas energi seperti batubara dan minyak sawit mendorong kinerja ekspor sehingga menciptakan surplus neraca perdagangan yang pada ujungnya menjaga cadangan devisa. Sampai dengan 31 Mei 2022, cadangan devisa Indonesia pada posisi 135,6 miliar dollar AS.
Josua meyakini, cadangan devisa Indonesia dalam posisi cukup kuat untuk menjaga kestabilan nilai tukar dari berbagai tekanan global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina, kenaikan suku bunga The Fed, dan normalisasi kebijakan moneter bank sentral sejumlah negara.
”Keyakinan ini berasal dari cadangan devisa Indonesia saat ini lebih besar ketimbang saat krisis ekonomi 2008 dan 1998. Harapannya bisa menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah,” ujar Josua.
Dengan berbagai indikator itulah, Josua merasa yakin BI masih punya cukup ruang untuk mempertahankan tingkat suku bunga pada Juni. Menurut dia, BI sebaiknya menaikkan tingkat suku bunga acuan mulai semester kedua 2022.
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Faisal Rachman juga memperkirakan, BI baru akan menaikkan tingkat suku bunga acuan pada semester kedua nanti.
Ia menilai BI tidak perlu tergesa-gesa untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan bulan ini. Sebab, berbagai indikator domestik seperti inflasi masih bisa dikendalikan. Selain itu, dorongan kenaikan harga komoditas global memberi angin segar tambahan cadangan devisa sehingga memperkuat stabilitas sistem keuangan.