Penyehatan bisnis Garuda Indonesia terus berlanjut beriringan dengan proses PKPU di pengadilan niaga. Pada 17 Juni 2022, pailit atau tidaknya Garuda akan ditentukan melalui voting dalam proses PKPU.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Restrukturisasi utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, baik melalui jalur pengadilan maupun nonpengadilan, perlahan-lahan mencapai titik terang. Restrukturisasi pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap kontrak investasi kolektif efek beragun aset atau KIK-EBA Mandiri GIAA 01 disetujui.
Di sisi lain, penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memasuki babak krusial, yaitu voting. Pengambilan suara untuk menentukan Garuda berlanjut atau dipailitkan akan dilakukan pada 17 Juni 2022.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Selasa (14/6/2022), mengatakan, Rapat Umum Pemegang Efek Beragun Aset Mandiri GIAA 01 menyetujui memperpanjang tenor pembayaran KIK-EBA hingga 10 tahun. Penjadwalan pembayaran baru melalui mekanisme balloon payment (membayar cicilan ringan di awal, kemudian melunasinya saat jatuh tempo) juga disepakati.
Persetujuan restrukturisasi instrumen investasi itu dilakukan melalui voting. Sebanyak 92 persen pemegang saham KIK-EBA Mandiri GIAA 01 menyepakati restrukturisasi tersebut. ”Persetujuan restrukturisasi KIK-EBA ini menjadi outlook positif penyehatan kinerja Garuda di tengah restrukturisasi menyeluruh melalui proses PKPU,” kata Irfan melalui siaran pers di Jakarta.
KIK-EBA Mandiri GIAA 01 merupakan instrumen investasi Garuda Indonesia yang diluncurkan pada tahun 2018. Melalui instrumen itu, Garuda melakukan sekuritisasi hak pendapatan atas penjualan tiket pesawat Garuda rute Jeddah dan Madinah kepada pemegang KIK-EBA senilai Rp 2 triliun dengan tenor selama 5 tahun.
Persetujuan restrukturisasi KIK-EBA ini menjadi outlook positif penyehatan kinerja Garuda di tengah proses restrukturisasi menyeluruh melalui proses PKPU.
Restrukturisasi KIK-EBA ini juga menjadi salah satu fokus Garuda menyehatkan kinerja perusahaan, selain PKPU. KIK-EBA ini bukan tergolong atau masuk kategori utang-piutang, melainkan sebagai kontrak jual-beli kolektif.
Hal itu mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 65 Tahun 2017 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Oleh karena itu, penyelesaian kewajiban perusahaan atas kontrak investasi tersebut perlu dilakukan melalui pedoman tata laksana kontrak investasi yang berlaku.
Selain upaya tersebut, Garuda Indonesia juga mengajukan permohonan penundaan tahap voting dalam proses PKPU di pengadilan niaga selama dua hari. Dengan begitu, pemungutan suara akan digelar pada 17 Juni 2022 dan sidang pengumuman hasil PKPU akan tetap berlangsung pada 20 Juni 2022.
Menurut Irfan, Garuda akan memaksimalkan masa perpanjangan ini untuk memastikan pengambilan suara dapat berjalan lancar. Garuda juga akan mengoptimalkan dan mematangkan beberapa tahapan administratif yang perlu difinalisasi serta menyelaraskannya dengan berbagai pertimbangan dan masukan dari pemangku kepentingan atas usulan proposal perdamaian.
”Proses ini harus dijalani dengan penuh kehati-hatian, mengingat keputusan yang akan diambil dalam voting sangatlah krusial dalam keseluruhan proses PKPU,” ujarnya.
Untuk mencapai kesepakatan, Garuda membutuhkan suara 50 plus 1 dari seluruh kreditor. Garuda juga memerlukan 67 persen klaim dari kreditor nonpreferen yang memiliki hak voting.
Adapun agar bisa memenuhi persentase klaim itu, Garuda perlu bernegosiasi dengan para kreditor, terutama lessor (perusahaan sewa guna) pesawat. Negosiasi dengan lessor kecil telah berhasil dan tinggal mendorong sejumlah lessor besar untuk menyepakati opsi restrukturisasi sehingga 67 persen klaim kreditor terpenuhi.
Selama proses PKPU berlangsung, lanjut Irfan, Garuda terus memaksimalkan komunikasi intensif dengan para pemangku kepentingan, terutama para kreditor, hingga berhasil menetapkan daftar piutang tetap (DPT). Sinyal positif juga telah diterima dari sebagian besar kreditor.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, langkah-langkah restrukturisasi utang Garuda Indonesia berada di jalur yang tepat. Butuh upaya keras agar mayoritas kreditor, termasuk lessor, menyetujui proposal perdamaian yang ditawarkan Garuda.
Tidak cukup hanya itu, Garuda juga membutuhkan dukungan negara, terutama untuk meyakinkan para lessor besar terhadap proposal yang ditawarkan. Jika memiliki komitmen kuat menyelamatkan Garuda, pemerintah perlu memberikan penyertaan modal negara kepada Garuda.
”Para lessor saat ini butuh diyakinkan untuk menyepakati proposal perdamaian Garuda. Mereka butuh bukti kehadiran negara di balik upaya restrukturisasi utang Garuda,” kata Bhima.
Para lessor saat ini butuh diyakinkan untuk menyepakati proposal perdamaian Garuda. Mereka butuh bukti kehadiran negara di balik upaya restrukturisasi utang Garuda.
Bhima menambahkan, meyakinkan para lessor besar atas keberlanjutan bisnis Garuda Indonesia sangat penting mengingat pemulihan industri penerbangan masih sangat menantang. Pemulihan permintaan pesawat masih berjalan lambat.
Di sisi lain, industri penerbangan juga tengah menghadapi kenaikan harga avtur dan berpotensi terimbas kenaikan suku bunga acuan. Jika suku bunga acuan meningkat, otomatis utang maskapai juga akan turut meningkat.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, Kementerian BUMN tetap mengupayakan Garuda mendapatkan suntikan dana dari APBN. Salah satunya melalui dana program Investasi Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (IP-PEN) senilai 527 juta dollar AS atau Rp 7,5 triliun yang baru cair Rp 1 triliun.