IMF: Pemulihan Ekonomi Indonesia Berada di Jalur yang Tepat
Kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah sudah sangat kredibel untuk menghadapi tren pemulihan. Bank Indonesia juga sudah sangat sadar dan siap untuk menghadapi normalisasi kebijakan moneter global.
Dana Moneter Internasional atau IMF meyakini kebijakan ekonomi makro Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencapai pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan. Kebijakan fiskal dinilai kredibel untuk menghadapi tren pemulihan. Bank Indonesia juga dipandang siap menghadapi normalisasi kebijakan moneter global.
Hal tersebut disampaikan oleh Senior Resident Representative IMF untuk Indonesia, James P Walsh, dalam wawancara dengan harian Kompas di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (8/6/2022). Berikut petikan wawancara Kompas dengan Walsh.
Seperti apa outlook ekonomi untuk Indonesia dan kawasan, serta outlook ekonomi secara global?
Setahun terakhir ini kami melihat banyak negara di dunia yang berhasil pulih dari pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi global tahun lalu mendekati 6 persen. Mengawali tahun ini, rata-rata negara telah siap untuk melanjutkan pemulihan sehingga di awal tahun kami sempat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 4,4 persen.
Kemudian, kami menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi karena concern terhadap perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina yang tentunya berdampak pada perekonomian global sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini ada di level 3,6 persen.
Tahun lalu kita menghadapi situasi yang benar-benar berbeda dengan tahun ini. Tahun lalu, masalah kesehatan menjadi perhatian dunia sehingga ekonomi perlahan mulai pulih seiring berakhirnya pandemi Covid-19. Adapun tahun ini masalah pandemi dan kesehatan sudah tidak terlalu mengkhawatirkan, tetapi geliat ekonomi global melambat akibat situasi yang terjadi di Ukraina.
Indonesia saya rasa ada di tengah-tengah. Artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan lebih cepat dari India tetapi akan lebih cepat dari China.
Untuk proyeksi wilayah, kami harap rata-rata pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia bisa tumbuh sedikit lebih cepat dari ekonomi global, yang akan ditopang oleh pertumbuhan ekonomi India, meski di sisi lain juga terhambat oleh pelemahan ekonomi China. Indonesia saya rasa ada di tengah-tengah. Artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan lebih cepat dari India tetapi akan lebih cepat dari China.
Ekspektasi kami, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini mencapai 5,4 persen, sama dengan ekspektasi dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Kami juga memperkirakan inflasi yang terjadi pada banyak negara di dunia akan melesat tinggi tahun ini salah satunya akibat konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Ini adalah sesuatu yang tidak kita ekspektasikan sebelumnya di akhir periode pandemi Covid-19.
Untuk negara-negara maju kami perkirakan inflasi akan berada di level 6 persen dan untuk negara-negara berkembang inflasi bisa mencapai 9 persen. Perkiraan ini sedikit lebih tinggi dari apa yang kami perkirakan di saat pandemi.
Bagaimana risiko stagflasi dunia dapat memengaruhi Indonesia?
Terdapat dua hal yang menjadi perhatian kami terkait risiko stagflasi.
Pertama, inflasi tinggi harus direspons dengan kebijakan moneter berupa suku bunga tinggi agar inflasi bisa ditarik turun. Kebijakan moneter ini berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Risiko stagflasi bagi Indonesia akan memengaruhi neraca perdagangan karena perlambatan ekonomi dari mitra-mitra dagang penting seperti Amerika Serikat dan China.
Tadinya kami berharap saat pandemi berakhir, aktivitas dan geliat ekonomi bisa kembali seperti periode sebelum krisis kesehatan terjadi. Namun, ternyata pengetatan kebijakan moneter berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya.
Risiko stagflasi bagi Indonesia akan memengaruhi neraca perdagangan karena perlambatan ekonomi dari mitra-mitra dagang penting seperti Amerika Serikat dan China. Perlambatan pertumbuhan ekonomi AS bukanlah hal yang baik untuk kinerja ekspor Indonesia.
Kedua, dari sudut pandang kami, dengan adanya tren inflasi tinggi yang terjadi di seluruh dunia berarti semakin tinggi juga tingkat ketidakpastian soal aset keuangan, terutama soal nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga bank sentral.
Tren suku bunga tinggi di negara-negara maju berarti aliran modal keluar menuju negara safe haven akan semakin kencang. Kombinasi dari kedua potensi risiko ini perlu diantisipasi oleh Pemerintah Indonesia.
Baca juga: Hantu Stagflasi dan Dampaknya bagi Indonesia
Bagaimana pendapat Anda tentang kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia untuk mempercepat pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19?
Menurut saya, kerja Pemerintah Indonesia dari sisi pengelolaan ekonomi makro untuk pemulihan ekonomi sudah baik. Pada dasarnya, tidak ada satu pun negara di dunia yang sempurna dalam mengeluarkan kebijakan untuk melindungi ekonomi mereka dari pandemi Covid-19.
Secara garis besar, desain besar kebijakan ekonomi makro untuk pemulihan ekonomi nasional sudah sangat baik.
Harus diakui bahwa Indonesia adalah negara yang sangat besar dan sangat heterogen sehingga upaya untuk percepatan pemulihan ekonomi bukanlah hal yang sederhana. Namun, secara garis besar, desain besar kebijakan ekonomi makro untuk pemulihan ekonomi nasional sudah sangat baik.
Kalau boleh lebih spesifik, terdapat tiga hal penting yang dilakukan pemerintah selama pandemi.
Pertama adalah meningkatkan anggaran belanja untuk sektor kesehatan sehingga layanan untuk menguji, menelusuri, dan perawatan akibat Covid-19 semakin mudah diakses masyarakat. Harga untuk tes Covid-19 relatif lebih murah di sini dibandingkan negara-negara tetangga.
Tidak cuma anggaran belanja kesehatan saja yang ditambah, tetapi belanja untuk sektor kesehatan juga dilakukan secara tepat sasaran. Capaian vaksinasi Indonesia terhitung sangat baik jika dibandingkan dengan negara-negara dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit.
Hal kedua yang tidak kalah pentingnya adalah keputusan untuk memperlebar defisit fiskal. Alasan kenapa defisit fiskal diperlebar juga masuk akal mengingat di saat kebutuhan belanja negara untuk kesehatan meningkat, masyarakat juga memerlukan insentif fiskal berupa pemotongan pajak di tengah situasi ekonomi yang tak menentu akibat pandemi.
Dalam hal ini, pemerintah sangat mendukung UMKM sebagai tulang punggung perekonomian negara. Imbasnya, konsumsi rumah tangga menjadi terjaga.
Hal ketiga yang menjadi catatan saya adalah kebijakan moneter Bank Indonesia yang pintar dan suportif dalam mendukung sektor keuangan dalam melalui krisis akibat pandemi Covid-19.
Bank Indonesia telah membangun kredibilitasnya di mata internasional dalam 10-20 tahun terakhir dengan mampu menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar.
Kalau kita lihat, deflasi terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia, di awal-awal periode pandemi. Namun, nilai tukar rupiah bisa tetap stabil. Bank Indonesia telah membangun kredibilitasnya di mata internasional dalam 10-20 tahun terakhir dengan mampu menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar.
Kalau kita kembali ke Maret 2020 saat pandemi dimulai, terdapat dislokasi besar dalam sistem keuangan global. Di saat itu, Indonesia relatif mampu memproteksi dampak tersebut.
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sangat aktif untuk memastikan pasar keuangan tidak bergejolak dan memastikan operasional perbankan tetap berjalan. Hal ini penting karena sistem keuangan adalah fondasi untuk kembali membangun pertumbuhan ekonomi di saat pandemi berakhir.
Apa yang ditanam otoritas moneter di awal masa pandemi berhasil dituai saat ini. Kita bisa melihat intermediasi perbankan ada di posisi yang sehat. BI dan OJK layak mendapatkan pujian setelah mampu membantu industri keuangan melalui krisis yang ditimbulkan akibat pandemi.
Bagaimana pandangan Anda soal subsidi energi serta dukungan untuk jaring pengaman sosial yang digelontorkan Pemerintah Indonesia? Apakah ini akan menjadi beban bagi anggaran negara?
Di banyak negara berkembang dan semua negara ekonomi maju, harga bahan bakar minyak tidak ditentukan oleh pemerintah. Itulah kenapa di banyak negara harga BBM akan banyak berkontribusi untuk inflasi. Sementara di Indonesia, harga BBM diatur oleh pemerintah sehingga ada selisih harga BBM yang dijual di mayoritas negara dunia dengan harga pertalite.
Jika penyesuaian untuk keseimbangan pasar baru berlangsung dengan lambat bukanlah masalah bagi Anda, subsidi BBM bukanlah hal yang buruk. Namun, kami merekomendasikan agar penyesuaian harga BBM dapat berlangsung sejalan dengan pergerakan pasar. Dengan demikian, pemerintah bisa meningkatkan insentif untuk hal lain, seperti pengembangan kendaraan berbahan bakar nonfosil atau untuk konservasi lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Untuk menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah bisa mendesain program bantuan langsung tunai dan Pemerintah Indonesia sudah sangat berpengalaman dalam melakukan ini. Salah satu jaring pengaman sosial yang dibuat pemerintah untuk melindungi ekonomi masyarakat saat pandemi adalah program bantuan langsung tunai secara tepat sasaran.
Saya yakin dalam jangka panjang pasti akan ada penyesuaian harga BBM di Indonesia sebagai bagian dari komitmen mencegah perubahan iklim. Sejujurnya, harga BBM di Indonesia sangat murah sehingga tidak sejalan dengan upaya mengontrol pemanasan global.
Seiring berjalannya waktu, kami harap harga BBM di Indonesia bisa meningkat, tetapi di waktu yang sama program pemerintah untuk mendukung konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah bisa berjalan semakin baik dan semakin tepat sasaran.
Bagaimana pendapat Anda tentang program bantuan langsung tunai di Indonesia saat ini?
Tidak ada sistem yang sempurna. Tidak ada negara yang sempurna dalam mengelola keuangan mereka sehingga selalu ada ruang untuk perbaikan. Kualitas program bantuan langsung tunai oleh Pemerintah Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Apa yang saya lihat adalah pemerintah Indonesia telah melakukan pekerjaan yang hebat selama pandemi Covid-19. Ini terbukti dari statistik tingkat kemiskinan yang menurun.
Banyak orang kehilangan pekerjaan dan hidup mereka di awal pandemi tetapi setelah itu efektivitas program pemerintah, termasuk bantuan langsung tunai, membuat pemulihan berlangsung secara cepat. Mungkin ke depannya bantuan langsung tunai bisa dimanfaatkan untuk membantu penduduk miskin dalam melakukan transisi energi.
Kualitas program bantuan langsung tunai oleh Pemerintah Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Apa yang saya lihat adalah pemerintah Indonesia telah melakukan pekerjaan yang hebat selama pandemi Covid-19.
Menurut Anda, prioritas kebijakan apa yang perlu diambil pemerintah dalam menghadapi tren global, termasuk di antaranya ledakan harga komoditas dan normalisasi kebijakan AS?
Apa yang harusnya menjadi fokus dalam kebijakan pemerintah adalah memastikan agar pertumbuhan ekonomi lebih inklusif dan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang. Ada dua hal penting yang perlu menjadi prioritas.
Pertama adalah memastikan laju pertumbuhan ekonomi bisa stabil dalam jangka panjang dan, menurut saya, saat ini proses yang dijalani Indonesia sudah berada di jalur yang tepat. Kementerian Keuangan telah menegaskan pada tahun 2023 defisit fiskal akan kembali di bawah 3 persen dan pemerintah punya rencana yang jelas untuk mencapai target.
Kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah sudah sangat kredibel untuk menghadapi tren pemulihan. Bank Indonesia juga sudah sangat sadar dan siap untuk menghadapi normalisasi kebijakan moneter global.
Setidaknya dalam sekade terakhir Indonesia punya rekam jejak yang sangat baik dalam mengeluarkan kebijakan ekonomi makro yang sesuai dengan kebutuhan. Tentu saya berharap ini akan terus berlanjut sehingga bisa menjadi pondasi yang kokoh untuk melanjutkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah sudah sangat kredibel untuk menghadapi tren pemulihan. Bank Indonesia juga sudah sangat sadar dan siap untuk menghadapi normalisasi kebijakan moneter global.
Di sisi lain, kebijakan struktural seperti pembatasan mobilisasi masyarakat di saat kasus penularan Covid-19 sedang tinggi-tingginya telah mampu meminimalisasi kerusakan serta gejolak sosial yang ditimbulkan akibat pandemi Covid-19.
Untuk saat ini, memastikan anak-anak untuk kembali ke sekolah, memastikan bisnis kembali berjalan dengan normal, kemudian memastikan perbankan terus menyalurkan kredit modal untuk dunia usaha, serta memastikan aliran investasi untuk infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia adalah hal yang penting agar pertumbuhan ekonomi bisa berlangsung secara berkelanjutan.
Baca juga: Diapresiasi IMF, Ekonomi Indonesia Menyisakan Pekerjaan Rumah
Selama pandemi Covid-19, utang pemerintah meningkat. Data Kementerian Keuangan menunjukkan utang pemerintah pusat mencapai Rp 7.052,50 triliun di akhir Maret 2022. Apakah utang Indonesia akan jadi hambatan untuk pemulihan ekonomi secara berkelanjutan?
Utang luar negeri memang hal yang perlu menjadi perhatian khusus. Adalah hal yang baik ketika banyak pengamat mengkhawatirkan tingkat utang Indonesia karena hal ini perlu terus ada dalam perhatian pemangku kebijakan.
Namun, apa yang perlu saya katakan adalah tingkat utang Indonesia saat ini masih terkelola dengan baik. IMF tidak mengkhawatirkan utang Indonesia. Kami mengikuti dan mempelajari perkembangan utang di banyak negara selama bertahun-tahun. Kami tahu kapan utang sebuah negara ada di level yang aman atau tidak.
IMF tidak mengkhawatirkan utang Indonesia. Kami mengikuti dan mempelajari perkembangan utang di banyak negara selama bertahun-tahun. Kami tahu kapan utang sebuah negara ada di level yang aman atau tidak.
Menurut kami, perkembangan utang Indonesia masih konsisten dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya kekhawatiran terkait utang Indonesia sangatlah wajar mengingat defisit fiskal yang melebar sepanjang pandemi. Namun, ini tidak menjadi soal karena pelebaran defisit selama pandemi merupakan hal yang wajar.
Defisit tentu akan melebar di saat penerimaan negara rendah, tetapi belanja negara meningkat untuk membantu masyarakat menghadapi pandemi. Tidak masalah untuk menambah utang di masa-masa sulit selama mampu mempertanggungjawabkan utang di saat ekonomi telah membaik. Itulah hal yang, menurut saya, saat ini sedang dilakukan Pemerintah Indonesia.
Target defisit fiskal di bawah 3 persen dari PDB secara berkelanjutan adalah target yang masuk akal untuk Indonesia. Target tersebut telah dicanangkan Kementerian Keuangan di awal-awal masa pandemi. Ini menunjukkan seberapa besar komitmen pemerintah untuk mengelola keuangan negara.
Kami yakin target defisit fiskal dapat dicapai oleh pemerintah. Peningkatan kinerja pajak juga akan mendukung capaian ini sehingga program pemulihan ekonomi nasional yang dicanangkan pemerintah tidak akan terganggu oleh tingkat utang.
Sejauh apa Anda melihat daya tahan ekonomi Indonesia dari imbas konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina?
Dampak utama dari adanya konflik Rusia-Ukraina adalah lonjakan harga komoditas. Lonjakan harga terjadi pada batubara, gandum, dan komoditas lainnya. Indonesia mengekspor komoditas ke wilayah tersebut dan juga mengimpor komoditas dari wilayah tersebut.
Indonesia mengimpor minyak bumi yang harganya sedang melonjak yang artinya semakin besar anggaran belanja yang perlu dikeluarkan untuk subsidi bahan bakar. Namun, di sisi lain, lonjakan harga batubara menjadi hal positif bagi keseimbangan neraca eksternal Indonesia selaku pengekspor komoditas ini.
Setidaknya ada dua area yang akan berdampak langsung terhadap ekonomi Indonesia. Selain soal kenaikan harga komoditas yang akan berdampak pada ekonomi Indonesia, konflik antara Rusia dan Ukraina juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi global, yang akan memengaruhi pasar ekspor Indonesia. Rusia dan Ukraina adalah mitra dagang yang kontribusinya tidak terlalu besar untuk pasar ekspor Indonesia, tetapi kita perlu mewaspadai ketidakpastian yang menjangkiti dunia.
Ekonomi dari negara-negara Asia dan Amerika Utara yang merupakan mitra dagang utama Indonesia jelas akan terpengaruh konflik antara Rusia dan Ukraina. Kondisi eksternal yang dikhawatirkan akan memengaruhi perekonomian Indonesia adalah pemulihan ekonomi China serta lonjakan inflasi di Amerika Serikat.
Hal lain yang perlu saya sampaikan soal perekonomian global adalah saat ini persoalan pendanaan mulai menjadi perhatian banyak organisasi internasional.
Ada banyak isu lain yang saat ini dihadapi oleh ekonomi global di antaranya soal perubahan iklim dan utang negara berpenghasilan rendah yang mulai memberatkan pemulihan ekonomi mereka. Dunia benar-benar membutuhkan forum untuk mendiskusikan ini. Dunia perlu bekerja sama mencari jalan keluar dari persoalan ini.
Dalam hal ini, peran Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini menjadi sangat penting. Indonesia bisa menentukan topik, Indonesia juga bisa mengarahkan dialog untuk isu-isu global saat ini.
Kepemimpinan Indonesia benar-benar diperlukan untuk memastikan sistem multilateral bisa berjalan optimal di tengah tensi geopolitik yang saat ini memanas. Banyak sekali kekhawatiran ekonomi yang muncul akibat perang dan kami benar-benar berharap perang bisa berakhir secepatnya dengan dukungan dari kepemimpinan Indonesia.
Baca juga: Indonesia Mengusung Agenda Dunia