Diapresiasi IMF, Ekonomi Indonesia Menyisakan Pekerjaan Rumah
Ekonomi Indonesia masih banyak tergantung pada harga komoditas. Ketika harga komoditas naik, perekonomian ikut melaju. Sebaliknya, jika harga turun, perekonomian ikut lesu.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dana Moneter Internasional atau IMF mengapresasi kebijakan ekonomi Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi pandemi Covid-19. IMF menilai Indonesia mampu menciptakan kestabilan sambil mendorong pemulihan ekonomi. Namun, masih ada sejumlah pekerjaan rumah dalam perbaikan ekonomi nasional.
Apresiasi itu disampaikan Dewan Eksekutif IMF dalam laporan ”Article IV Consulation 2021” yang dirilis pada Rabu (23/3/2022). Dalam laporan itu, ada lima hal yang digarisbawahi IMF soal kinerja kebijakan ekonomi Indonesia.
Yang pertama, IMF mengapresiasi upaya Indonesia mengupayakan defisit fiskal Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kembali ke ambang batas di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini mendorong kredibilitas pengelolaan fiskal dan pembentukan kerangka kerja yang positif. Kedua, IMF juga mengapresiasi tingkat inflasi yang terkendali. Hal ini menciptakan stabilitas harga yang sangat penting bagi masyarakat.
Poin ketiga adalah Dewan Eksekutif IMF juga memuji upaya pendalaman pasar keuangan dan perluasan inklusi keuangan di Indonesia. Keempat, semangat untuk mereformasi struktur ekonomi juga diapresiasi IMF. Sementara poin kelima adalah apresiasi bagi Indonesia dalam upaya pengembangan ekonomi hijau dan pencegahan perubahan iklim.
Dengan berbagai kinerja tersebut, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 5,4 persen. Adapun untuk 2023, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 6 persen.
Estimasi ini ditopang oleh masih optimalnya harga komoditas yang bisa mendorong kinerja ekspor, berbagai upaya pelonggaran aktivitas ekonomi, serta berbagai kebijakan untuk mendukung dan meningkatkan aktivitas ekonomi, seperti vaksinasi massal yang terus digalakkan. Di tengah pemulihan ekonomi, tingkat inflasi juga terjaga dibandingkan dengan negara berkembang dan negara maju lain.
Di tengah pemulihan ekonomi, tingkat inflasi juga terjaga dibandingkan dengan negara berkembang dan negara maju lainnya.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, proyeksi positif IMF tersebut sejalan dengan hasil penilaian BI yang memperkirakan momentum perbaikan ekonomi nasional akan berlanjut pada 2022.
”BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi nasional. Sinergi kebijakan dengan otoritas terkait terus dilakukan, khususnya dalam rangka akselerasi vaksinasi, pembukaan sektor-sektor ekonomi produktif, dan upaya mendorong peningkatan pembiayaan pada sektor-sektor prioritas,” ujar Erwin, Rabu, di Jakarta.
Dihubungi terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, secara umum apa yang disampaikan IMF tidak banyak keliru. Ekonomi Indonesia memang dalam posisi stabil dan relatif terjadi selama pandemi.
Defisit fiskal masih terjaga dan semakin mengecil. Pertumbuhan ekonomi pada 2020 memang sempat terkontraksi, tetapi pada 2021 sudah kembali ke jalur pertumbuhan positif. ”Saya kira IMF mengapresiasi hal ini,” ujarnya.
Pekerjaan rumah
Namun, lanjut Piter, kalau ingin dilihat lebih detail, ekonomi Indonesia belum bisa dikatakan sangat baik. Sebab, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. ”Pasar uang Indonesia masih dangkal. Hal ini tecermin dari sumber pembiayaan yang masih terbatas. Pembiayaan mayoritas masih mengandalkan pendanaan bank. Di sisi lain, bunga kredit bank masih tinggi,” katanya.
Sementara itu, mengenai reformasi struktural, menurut Piter, isu itu sudah lama dicanangkan pemerintah. Sayangnya, hingga saat ini struktur ekonomi Indonesia belum banyak berubah. Ekonomi Indonesia masih banyak tergantung pada harga komoditas. Ketika harga komoditas naik, perekonomian ikut melaju. Sebaliknya, jika harga turun, perekonomian ikut lesu.
”Di sisi lain, kontribusi industri pengolahan atau manufaktur terhadap PDB terus menurun atau terjadi deindustrialisasi. Padahal, pengembangan industri manufaktur diharapkan bisa memberikan nilai tambah dan hilirisasi produk komoditas,” ucap Piter.
Piter menambahkan, meski penanganan pandemi sudah menciptakan kestabilan ekonomi, pekerjaan rumah untuk pendalaman dan reformasi struktur ekonomi harus perlu terus-menerus dilakukan.