Di kalangan bisnis, donasi perusahaan yang merupakan salah satu bentuk filantropi perusahaan sudah lama dilakukan. Pelibatan karyawan merupakan kunci agar donasi perusahaan memberi dampak yang maksimal bagi semua pihak.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Sejumlah perusahaan memberikan donasi. Ada yang terbuka, tetapi tidak sedikit yang diam-diam. Di antara yang diam-diam terdapat perusahaan yang mengaku tidak bersedia namanya muncul di permukaan. Donasi korporasi yang tulus dan bermakna memberi dampak pada pemasaran perusahaan. Donasi yang palsu dan ingin dianggap sebagai perusahaan berbelas kasih ternyata malah mendapat respons sebaliknya.
Di kalangan bisnis, donasi perusahaan yang merupakan salah satu bentuk filantropi perusahaan sudah lama dilakukan. Akan tetapi, CEO Groundswell Jake Wood, ketika menulis di laman Forbes pada akhir tahun lalu, mengatakan, saatnya semua pihak mempertimbangkan untuk merombak filantropi perusahaan. Sistem saat ini tidak memadai. Sebagian besar program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) membuat karyawan malah bingung, organisasi nirlaba yang dilibatkan kurang mendapat untung, dan keterlibatan karyawan sangat minim.
Pengamatan Jake Wood terhadap fenomena donasi perusahaan sangat menarik. Salah satu alasan donasi korporat gagal adalah karena amal itu jarang mencerminkan hasrat orang-orang yang ingin diwakilinya, yaitu karyawan. Model- model lama, baik melalui yayasan atau kegiatan CSR, cenderung sangat terpusat dengan pengambilan keputusan yang dilakukan segelintir eksekutif. Kalau toh dilakukan oleh yayasan perusahaan, dilakukan dengan sangat formal dan donasi itu sering terputus dengan perusahaan itu sendiri.
Eksekutif berusaha agar filantropi perusahaan diselaraskan dengan nilai-nilai perusahaan. Kelihatannya bagus, tetapi seringkali tidak diselaraskan dengan nilai-nilai karyawan perusahaan. Dalam bentuk terburuknya, aktivitas itu hanya berfungsi sebagai proyek demi kesombongan CEO. Para CEO ini sekadar senang hadir dalam acara pemberian penghargaan bagi perusahaan yang filantropis dan suka berderma, tetapi tak pernah melibatkan keinginan karyawan.
Keluhan terhadap donasi perusahaan sudah lama dilayangkan. Beberapa waktu lalu, Harvard Business Review pernah membahas masalah ini. Salah satu bahan pembahasan adalah filantropi perusahaan Amerika Serikat (AS) pada tahun 2002 yang menurun. Kontribusi amal oleh perusahaan AS turun 14,5 persen dan selama 15 tahun donasi perusahaan, sebagai bagian dari persentase keuntungan perusahaan, telah turun sebesar 50 persen.
Kajian waktu itu menyebutkan eksekutif semakin melihat diri mereka dalam situasi yang tidak menguntungkan. Mereka terjebak di antara kritik yang menuntut tingkat tanggung jawab sosial perusahaan yang semakin tinggi dan investor yang menerapkan tekanan tanpa henti untuk memaksimalkan keuntungan jangka pendek. Meski mereka memberi lebih banyak, ternyata tidak memuaskan para pengkritik. Banyak perusahaan berusaha lebih strategis dalam filantropi mereka, tetapi ternyata sesuatu yang strategis itu juga tidak pernah ditemukan.
Oleh karena itu, pembahasan tentang donasi perusahaan terus bermunculan. Pelbagai kalangan memiliki saran dan pendapat di samping tentu jawaban terhadap pertanyaan klasik tentang siapa yang berhak menerima bantuan. Berbagai cara dan bentuk dikemukakan, tetapi juga tidak memuaskan banyak pihak. Mereka merasa selalu ada yang kurang dan perlu diperbaiki.
Kritik Jake Wood di atas sepertinya perlu mendapat perhatian dalam konteks kultur perusahaan sekarang. Perusahaan yang dihargai oleh karyawan adalah perusahaan yang mampu melibatkan semua karyawan. Jake Wood berpendapat, kita semua tahu bahwa karyawan yang terlibat di dalam perusahaan lebih mudah dipertahankan alias tidak mudah keluar. Dalam konteks ini, maka donasi perusahaan disarankan agar melibatkan karyawan.
Filantropi korporat tradisional yang terpusat atau dikendalikan segelintir pimpinan perusahaan ternyata gagal melibatkan dan mempertahankan bakat karyawan. Langkah para CEO tidak otomatis menyenangkan karyawan. Karyawan mungkin bersedia untuk mengakui bahwa sebuah kegiatan donasi adalah tindakan mulia, tetapi hal itu tidak berarti mereka mau memberi penghargaan lebih kepada perusahaan atas bantuan atau donasi. Mereka tidak begitu saja bangga sekalipun perusahaan memberi bantuan.
Pelibatan karyawan merupakan kunci agar donasi perusahaan memberi dampak yang maksimal bagi semua pihak. Kualitas donasi yang melibatkan karyawan akan lebih baik. Kita bisa membayangkan karyawan memiliki keterlibatan tentu akan memberi nilai lebih pada bantuan itu. Tidak mengherankan bila kemudian dampak yang bisa dirasakan adalah merek makin dikenal oleh masyarakat.
Seorang penulis bernama Nikki Carlson mengatakan, donasi perusahaan adalah lebih dari sekadar upaya berbuat baik. Filantropi tersebut juga akan meningkatkan loyalitas konsumen kepada merek ketika kita mempraktikkannya dengan sungguh-sungguh dan unik. Tindakan memberi kembali kepada masyarakat akan meningkatkan keterlibatan para pelanggan kita ketika kita memiliki misi dan tujuan yang sama.