Banyak pihak telah lama menyarankan agar karyawan bekerja empat hari, bukan lagi lima hari seperti sekarang ini. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·3 menit baca
Ide empat hari kerja di dalam sepekan tengah menjadi pembicaraan di kalangan pebisnis global. Pandemi menyebabkan ide lama ini muncul kembali. Sebelumnya, dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan, waktu bekerja sudah diperkirakan makin pendek. Akan tetapi, pembahasan kali ini memperlihatkan bahwa jumlah hari kerja makin menjadi kebutuhan. Meski empat hari kerja, beban kerja tetap sama.
Belgia telah memutuskan empat hari kerja dalam seminggu sejak Maret lalu. Namun, karyawan diberi kebebasan untuk memutuskan apakah akan bekerja empat atau lima hari seminggu, tetapi ini tidak berarti mereka akan bekerja lebih sedikit. Mereka hanya akan menyingkat jam kerja mereka menjadi lebih sedikit hari.
Inggris tengah melakukan uji coba empat hari kerja dalam sepekan. Uji coba tersebut dimulai pada Januari lalu dengan melibatkan sejumlah perusahaan. Mereka membuat skema dalam sehari orang bekerja lebih lama, yaitu hingga 9,5 jam di kantor. Namun, kemudian mereka bisa libur selama tiga hari dalam seminggu. Dalam uji coba itu, mereka ingin mengetahui dampak penerapan kebijakan tersebut, seperti terhadap soal kesehatan, kesetaraan jender, dan lingkungan kerja.
Skotlandia juga akan melakukan uji coba yang sama pada tahun depan. Mereka mengatakan, ada banyak alasan mengambil keputusan kerja empat hari dalam seminggu. Beberapa pebisnis Skotlandia telah memulai pengaturan waktu kerja sendiri yang dikurangi. Karyawan akan menikmati waktu kerja empat hari dalam seminggu dengan gaji yang sama apabila program percontohan yang dijalankan sukses. Sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga setempat menyebutkan, para responden mengatakan program tersebut akan sangat meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan mereka.
Menanggapi fenomena ini, profesor ahli kepemimpinan di Sekolah Bisnis Henley di University of Reading Ben Laker, di dalam salah satu artikelnya di MIT Sloan Management Review, mengatakan, banyak pihak telah lama menyarankan agar karyawan bekerja empat hari, bukan lagi lima hari seperti sekarang ini. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas. Bukti pendukungnya berupa hasil riset di Eslandia. Di negara itu para peneliti menemukan bahwa empat hari kerja dalam seminggu tanpa pemotongan gaji telah meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas pekerja.
Microsoft pada Agustus 2019 telah melakukan uji coba selama empat hari kerja di Jepang. Hasil dari uji coba menghasilkan peningkatan produktivitas sebesar 40 persen. Sejak itu, banyak organisasi lain mengikutinya. Perusahaan kamera Inggris, Canon, adalah salah satu yang terbaru mencoba empat hari kerja seminggu tanpa pemotongan gaji. Di AS, Kickstarter dan Bolt termasuk di antara banyak perusahaan yang bereksperimen dengan empat hari dalam seminggu. Perusahaan global Unilever pada November lalu mengumumkan bahwa mereka akan menguji coba jadwal seperti itu di Selandia Baru.
Banyak pihak telah lama menyarankan agar karyawan bekerja empat hari, bukan lagi lima hari seperti sekarang ini.
Kabar lainnya, perusahaan yang menerapkan empat hari kerja juga diminati pencari kerja. Mereka dibanjiri lamaran kerja seperti yang dialami oleh sebuah perusahaan bank di Inggris, yaitu Atom Bank. Setelah mengumumkan empat hari seminggu untuk 430 anggota stafnya, perusahaan terus mendapat lamaran kerja meningkat 500 persen.
Meski demikian, usulan empat hari kerja tidak begitu saja diterima oleh sejumlah kalangan. Mereka menyampaikan beberapa hal yang mungkin saja bisa menjadi masalah. Masalah pokok adalah kemungkinan layanan ke konsumen yang akan terganggu. Konsumen mungkin akan ditangani oleh sedikit orang pada hari-hari tertentu. Kualitas layanan dan akses juga akan berkurang ketika hari libur karyawan bertambah. Kemungkinan pergantian layanan dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan bisa dilakukan, tetapi kemampuan mereka masih belum sesuai dengan keinginan konsumen.
Masalah lainnya adalah ketika jam kerja ditambah atau diperpanjang dalam sehari untuk mengompensasi pengurangan hari kerja, maka kualitas hasil kerja karyawan juga dipertanyakan. Mereka mungkin tidak akan optimal di dalam bekerja ketika jam kerja terlalu lama. Dampak lebih jauh juga akan berkait dengan kebahagiaan di dalam bekerja, keseimbangan hidup, komunikasi di dalam internal perusahaan, dan lain-lain.