Industri Tahu di Sidoarjo Kembali Gunakan Bahan Bakar dari Sampah Plastik
Dari 67 IKM tahu, 28 industri atau 42 persennya menggunakan bahan bakar kayu. Adapun 16 industri atau 24 persen menggunakan bahan bakar sampah plastik.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Puluhan industri tahu di Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, kembali menggunakan bahan bakar dari sampah plastik. Alasannya untuk menekan biaya produksi di tengah tingginya harga bahan baku kedelai. Situasi ekonomi makro yang belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19 turut memperparah situasi karena membuat pelaku usaha tak berani menaikkan harga jual produknya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo Bahrul Amig mengatakan, total industri kecil menengah (IKM) tahu di Desa Tropodo berjumlah 67 pengusaha. Sebagian besar industri tersebut berlokasi di Dusun Klagen, sementara sebagian kecil tersebar di Dusun Areng-Areng, Balepanjang, dan Tropodo.
”Dari 67 IKM tahu, 28 industri atau 42 persennya menggunakan bahan bakar kayu. Adapun 16 industri atau 24 persen menggunakan bahan bakar sampah plastik. Sementara sisanya sebanyak 16 industri atau 24 persennya lagi menggunakan bahan bakar campuran antara plastik dan kayu,” ujar Amig, Selasa (31/5/2022).
Dia menambahkan, selain kayu dan sampah plastik, industri tahu juga menggunakan limbah industri sepatu sebagai bahan bakar dan elpiji. Penggunaan limbah industri sepatu sejatinya juga tidak diperbolehkan karena berbahan karet. Hasil pembakaran karet ini mencemari udara.
Kapasitas produksi IKM tahu di Desa Tropodo ini sangat beragam. Ada yang mampu mengolah 1,25 ton kedelai setiap hari. Namun, ada juga yang hanya mampu mengolah 50-100 kilogram (kg) kedelai per hari. Mayoritas atau rata-rata kapasitas produksi IKM tahu adalah 200-600 kg kedelai per hari.
Amig mengatakan, sebagian besar industri tahu kembali menggunakan sampah plastik dengan alasan menekan biaya produksi. Pelaku usaha berskala kecil mengaku tidak memiliki modal usaha yang cukup besar untuk membeli kayu sebagai bahan bakar. Harga kayu mencapai Rp 1 juta per satu kendaraan pikap.
”Sementara harga sampah plastik tidak sampai Rp 500.000 per satu kendaraan pikap. Sampah plastik itu bisa dipakai sebagai bahan bakar produksi selama tiga hari. Selisih harganya bisa separuh lebih,” kata Deni, salah satu karyawan industri tahu di Dusun Tropodo.
Selisih harga itu menarik bagi pelaku usaha. Alasannya, mereka baru menghadapi tantangan kenaikan harga kedelai yang cukup tinggi. Di sisi lain, pengusaha kesulitan menaikkan harga jual produknya karena situasi ekonomi makro yang belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19.
Sudah lebih dari 20 tahun industri tahu di Desa Tropodo menggunakan bahan bakar dari sampah plastik. Pada 2019, aktivitas pembakaran sampah plastik ini mendapat perhatian dari pemerintah di tingkat pusat hingga daerah. Pelaku industri akhirnya mengonversi bahan bakarnya dengan yang ramah lingkungan, seperti kayu dan gas.
Bahrul Amig mengatakan, bahan bakar yang digunakan merupakan sampah plastik impor. Pihaknya masih berupaya menelusuri sumber atau asal sampah tersebut. Sebelumnya, sampah plastik impor berasal dari limbah pabrik daur ulang kertas. Pabrik itu mengimpor kertas bekas yang bersamanya terdapat sampah plastik sebagai ikutan.
”Untuk saat ini, masih ditelusuri pemasok sampah plastik impor di Desa Tropodo. Dari pemasok nantinya akan diketahui industri yang mengimpor sampah plastik,” ucap Bahrul Amig.
Penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar dapat menghasilkan gas CO2, NOX, dan karbon organik yang mencemari udara. Selain itu, pembakaran sampah plastik juga menghasilkan senyawa kimia dioksin yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia yang menghirupnya. International Pollutans Elimination Network juga pernah merilis hasil penelitian mereka yang menyatakan sampel telur ayam bukan ras (buras) bebas kandang di Desa Tropodo terkontaminasi racun dioksin.
Pembakaran sampah plastik juga mengakibatkan lingkungan udara berpotensi terkontaminasi mikroplastik. Terkait pencemaran mikroplastik pada udara di Jatim, lembaga konservasi lahan basah, Ecoton, telah meriset pada Juli hingga September 2021. Riset itu digelar di lima daerah, yakni Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Jombang.
Mikroplastik sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena bisa memicu kanker dan penyakit lain yang mematikan.
Peneliti Ecoton, Eka Chlara Budiarti, mengatakan, rata-rata kandungan mikroplastik di Surabaya sebanyak 13,86 partikel per dua jam, Gresik sebanyak 26,21 partikel per dua jam, dan Mojokerto sebanyak 11,45 per dua jam. Adapun rata-rata kandungan mikroplastik di Jombang rata-rata 16 partikel per dua jam.
”Sementara itu, rata-rata kandungan mikroplastik di Sidoarjo sangat tinggi, yakni 218 partikel per dua jam. Sumber pencemaran berasal dari pengolahan sampah plastik yang salah, seperti dibakar di insinerator, tungku terbuka, hingga lahan terbuka,” kata Chlara.
Asap dari hasil pembakaran sampah plastik impor pada industri tahu di Desa Tropodo berpotensi memperparah pencemaran mikroplastik di udara Sidoarjo. Selain itu, asap dari industri, terutama industri daur ulang, turut berkontribusi memperbanyak kandungan mikroplastik.
Mikroplastik sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena bisa memicu kanker dan penyakit lain yang mematikan. Salah satu jalur masuknya mikroplastik ke dalam tubuh adalah melalui udara yang terhirup. Hal inilah yang patut diwaspadai.