Digitalisasi Jasa Keuangan Beri Solusi Kalangan yang Paling Terdampak Pandemi
Digitalisasi layanan jasa keuangan diyakini dapat menjadi salah satu solusi bagi kalangan yang rentan terdampak pandemi, seperti perempuan, anak muda, dan UMKM.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan perempuan, anak muda, dan usaha mikro kecil menengah dinilai menjadi pihak yang paling terdampak tekanan ekonomi yang dipicu pandemi. Mereka disebut sebagai kalangan rentan yang mudah kehilangan mata pencaharian selama pandemi. Digitalisasi jasa keuangan menjadi salah satu solusi agar kalangan ini bisa mengakses layanan jasa keuangan.
Hal tersebut mengemuka dalam rangkaian diskusi presidensi G20 Indonesia bertema ”Digital Transformation for Financial Inclusion of Women, Youth, and MSMEs to Promote Inclusive Growth”, yang digelar secara hibrida di Bali dan secara daring pada Rabu (11/5/2022) malam.
Hadir sebagai pembicara pada acara itu, antara lain, Executive Vice President Global Advocacy Women World Bank Andy Woolnough, Global Partnership Financial Inclusion (GPFI) Co-Chair Bank Sentral Italia Magda Bianco, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
Seminar ini menjadi bekal untuk memulai sidang GPFI kedua pada 12 dan 13 Mei yang akan mendiskusikan progres penyusunan deliverables sebagai target dari Presidensi Indonesia G20 2022 di area inklusi keuangan digital serta pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM).
Tekanan ekonomi karena pandemi Covid-19 telah menghantam paling keras kalangan perempuan, anak muda, serta usaha mikro dan UKM.
Andy mengatakan, tekanan ekonomi karena pandemi Covid-19 telah menghantam paling keras kalangan perempuan, anak muda, serta usaha mikro dan UKM. Menurut riset yang dilakukan lembaganya, fenomena ini terjadi di seluruh dunia.
Secara khusus terkait kalangan perempuan, lanjut Andy, mereka lebih rentan kehilangan pekerjaan atau sumber mata pencaharian dibandingkan laki-laki. ”Tekanan ekonomi pandemi memang menghantam siapa saja tanpa pandang bulu, tetapi kalangan perempuan jadi yang paling rentan,” ujar Andy.
Hal senada juga dikemukakan oleh I Gusti Bintang. Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia, perempuan dan anak-anak menjadi yang paling rentan terdampak pandemi. Padahal, perempuan punya peranan besar sebagai bendahara di kebanyakan rumah tangga di Indonesia. Sementara anak-anak yang belum punya kapasitas hidup mandiri akan terdampak apabila ekonomi keluarganya ikut merosot.
Ia menambahkan, saat ini sudah banyak perempuan yang mencoba membangun kemandirian ekonomi dengan menjadi wirausaha dalam skala kapasitas UMKM. Dari sekitar 60 juta UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia, lanjut I Gusti Bintang, setengahnya merupakan UMKM yang dikelola oleh wanita.
Sayangnya, kalangan UMKM juga termasuk kalangan rentan terdampak pandemi. Omzet UMKM banyak yang merosot secara drastis selama pandemi.
Perempuan yang terlibat di bidang ekonomi dan pasar tenaga kerja berpotensi memberikan kontribusi sebesar 28 triliun dollar AS atau 26 persen dari PDB dunia pada tahun 2025.
Sri Mulyani menegaskan, kalangan perempuan memiliki peran dan potensi besar dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, perlu terus diberdayakan. Studi dari McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa 12 triliun dollar AS atau 11 persen dari produk domestik bruto (PDB) global dapat ditambahkan jika semua negara mendorong kesetaraan jender.
Lebih lanjut, perempuan yang terlibat di bidang ekonomi dan pasar tenaga kerja berpotensi memberikan kontribusi 28 triliun dollar AS atau 26 persen dari PDB dunia pada tahun 2025.
”Kami menyadari bahwa meningkatkan akses perempuan ke layanan keuangan formal tidak hanya akan mengamankan kehidupan keluarga perempuan dengan mengelola uang dan menabung dengan lebih baik untuk kebutuhan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan, tetapi juga memberdayakan diri mereka sendiri dengan terlibat dalam kegiatan bisnis seperti UMKM,” ujar Mulyani.
Perry menambahkan, pihaknya meyakini bahwa UMKM adalah salah satu tulang punggung dan motor penggerak ekonomi nasional. Berbagai pendampingan dan pelatihan UMKM, lanjut Perry, terus diberikan BI kepada kalangan UMKM.
Inklusi keuangan
Menurut Perry, digitalisasi merupakan faktor pengubah untuk membangun akses keuangan yang lebih inklusif. UMKM dihadapkan pada tantangan keterbatasan kemampuan ekonomi, literasi keuangan, dan akses infrastruktur digital. Terkait tantangan itu, Perry mengatakan, terdapat tiga langkah penting untuk mengatasinya
Langkah pertama melalui pemberdayaan ekonomi, termasuk bagi perempuan untuk menjadi pengusaha mikro. Kedua adalah peningkatan kapasitas, produktivitas, literasi dan pengelolaan keuangan melalui edukasi yang didukung inovasi dan digitalisasi proses bisnis sehingga UMKM lebih berdaya dan kompetitif.
Langkah pertama melalui pemberdayaan ekonomi, termasuk bagi perempuan untuk menjadi pengusaha mikro.
Ketiga adalah harmonisasi kebijakan, antara lain, melalui dukungan BI terhadap UU Cipta Kerja yang merupakan regulasi penyederhanaan proses perizinan serta mendukung ekosistem UMKM dan e-dagang atau e-commerce untuk mendorong akses UMKM ke pasar domestik dan global.
Sementara itu, Magda Bianco menjelaskan, digitalisasi telah mentransformasi kehidupan secara umum dan sistem keuangan secara khusus. Digitalisasi menjadi penolong utama di masa pandemi, membuka kesempatan luas bagi UMKM untuk inovasi produk dan jasa keuangan yang berkualitas, serta mendukung kemudahan akses. Selain itu, juga mengurangi biaya transaksi dan menjadi prasarana dalam evaluasi kelayakan kredit yang pada gilirannya akan menciptakan inklusi lebih luas.