Pada akhir perdagangan Senin (9/5/2022), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 4,42 persen jadi 6.909. Penurunan yang terjadi di pasar saham Indonesia sejalan dengan pergerakan pasar saham di Amerika Serikat dan Asia.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para investor melepaskan saham-saham berkapitalisasi besar pada perdagangan Senin (9/5/2022). Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG melorot signifikan setelah libur Idul Fitri.
Pada akhir perdagangan, indeks turun 4,42 persen menjadi 6.909. Sementara indeks 45 saham terlikuid atau LQ45 turun 5,48 persen menjadi 1.025. Investor asing melepaskan saham senilai Rp 2,59 triliun, sementara total nilai transaksi mencapai Rp 24,3 triliun. Penurunan itu merupakan penurunan harian terbesar sejak awal tahun 2022. Dengan posisi penutupan tersebut, indeks berada pada posisi terendah sejak 10 Maret 2022.
Di kawasan Asia, sebagian indeks saham juga melemah. Indeks Strait Times Singapura, misalnya, turun 0,51 persen, sementara indeks Nikkei 225 turun 2,53 persen, dan indeks Shanghai menguat 0,09 persen.
Hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2022 mencapai 5,01 persen. Perekonomian terus bertumbuh dan membaik setelah terhambat pandemi Covid-19. Sementara inflasi April 2022 tercatat naik 0,95 persen dibandingkan Maret 2022. Jika secara tahunan, inflasi naik 3,47 persen dari April tahun lalu. Level ini merupakan tertinggi sejak Agustus 2019.
Investor melepaskan saham-saham berkapitalisasi besar, seperti Bank BCA Tbk dan Bank BRI Tbk. Saham BCA hari ini turun 6,64 persen menjadi Rp 7.600 per saham. Investor asing melepaskan saham BCA senilai Rp 1,4 triliun. Sementara saham Bank BRI turun 6,98 persen dan investor asing melepaskan saham BRI senilai Rp 688 miliar. Kedua saham perbankan ini memiliki bobot besar pada IHSG. Pergerakan saham keduanya sangat memengaruhi indeks secara keseluruhan.
Selain BCA dan BRI, ada 10 saham dalam indeks LQ 45 yang turun lebih dari 6 persen hari ini, yaitu Bank Mandiri (-6,98 persen), Astra International (-6,93 persen), Bukalapak.com (-6,81 persen), Telkom (-6,71 persen), Elang Mahkota (-6,69 persen), Merdeka Cooper Gold (-6,60 persen). Sebaliknya, para investor asing membeli saham PT Aneka Tambang Tbk senilai Rp 160 miliar dan PT Unilever senilai Rp 100 miliar.
Faktor eksternal
Analis dari Eastspring Investment dalam risetnya mengatakan, penurunan yang terjadi di pasar saham Indonesia mengikuti pergerakan pasar saham di Amerika Serikat dan di pasar Asia. Pasar cenderung melemah setelah bank sentral Amerika Serikat, The Fed, menaikkan suku bunga 50 basis poin pada pertemuan kemarin. Selain menaikkan suku bunga, pertemuan tersebut juga mengindikasikan rencana The Fed mengurangi neraca 47,5 miliar per bulan sejak Juni 2022.
Penurunan yang terjadi di pasar saham Indonesia mengikuti pergerakan pasar saham di Amerika Serikat dan di pasar Asia.
Meskipun kenaikan tingkat suku bunga itu tidak seagresif yang diperkirakan oleh para analis dan ekonom, ada kekhawatiran terkait laju inflasi, pengetatan moneter, dan prospek perlambatan ekonomi global. Selain itu, ada risiko ketidakpastian imbas dari China yang masih menerapkan penutupan untuk menangani kenaikan kasus Covid-19.
”Meski demikian, kami masih melihat prospek IHSG tahun 2022 ini cenderung jauh lebih baik. Hal ini tentunya didukung oleh menguatnya harga komoditas global seperti batubara dan minyak sawit mentah yang merupakan sumber pendapatan ekspor utama bagi Indonesia. Naiknya harga komoditas akan menjadi angin segar dan diperkirakan akan mendatangkan optimisme aliran dana asing karena sebagian besar indikator makro Indonesia dipengaruhi oleh komponen ini,” demikian riset Eastspring Investment.
Penurunan indeks yang luar biasa dapat membuat bursa mengambil keputusan untuk menghentikan perdagangan sementara. Langkah ini biasa diambil oleh manajemen bursa. Di Bursa Efek Indonesia, penghentian perdagangan selama 30 menit akan dilakukan jika dalam satu hari indeks turun 5 persen. ”Akan ada trading halt selama 30 menit apabila indeks turun menyentuh 5 persen,” jelas Direktur BEI Laksono Widodo.
Penghentian karena indeks turun dalam pernah dilakukan di BEI pada 11 Maret 2020. Ketika itu, pandemi Covid sedang merebak dan membuat investor melepaskan sahamnya. Tujuan penghentian sementara ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi investor agar dapat mengambil keputusan investasi. Selain itu, mencegah kejatuhan lebih dalam lagi.