Puncak Intrusi Kapal Asing di Natuna, Patroli Aparat Justru Terkendala Harga BBM
Dua bulan belakangan, intrusi kapal asing kembali marak di Laut Natuna Utara. Di saat bersamaan, Bakamla dan PSDKP tidak mampu menggelar patroli laut secara optimal karena kekurangan anggaran untuk membeli bahan bakar.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kapal pukat berbendera Vietnam diduga berulang-ulang menangkap ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara. Aparat Indonesia mengeluh tidak dapat menggelar patroli secara optimal karena kurang anggaran untuk membeli bahan bakar.
Peneliti dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso, Kamis (28/4/2022), mengatakan, setidaknya ada sembilan kapal pukat Vietnam yang diduga berulang-ulang menangkap ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated/IUU Fishing) di Laut Natuna Utara (LNU). Hal itu dibuktikan dengan analisis citra satelit dan data (automatic identification system/AIS).
”Mereka (kapal Vietnam) sering keluar masuk LNU untuk menangkap ikan secara ilegal. Mereka berulang kali terpantau bergerak di perairan yang jelas-jelas merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, karena di situ tidak ada tumpang-tindih klaim dengan negara lain,” kata Imam.
Analisis Keamanan Laut dan IUU Fishing yang disusun IOJI juga menunjukkan, kapal Vietnam paling marak beroperasi di LNU setiap Maret hingga April. Pada Maret 2022 terdeteksi ada 58 kapal Vietnam yang diduga melakukan IUU Fishing di LNU. Adapun pada April 2022 terdeteksi 47 kapal Vietnam.
”Pola yang sama juga terjadi pada 2021. Tahun lalu, tren intrusi kapal asing di LNU juga mencapai puncaknya pada Maret hingga April,” ujar Imam.
Secara terpisah, Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengatakan, nelayan setempat bertemu enam pasang kapal pukat Vietnam pada 16-17 April 2022. Lokasi itu berada di perairan yang berjarak sekitar 79,6 kilometer dari Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal-kapal itu jelas melanggar karena masuk sangat jauh ke Laut Natuna Utara.
Perairan di sekitar Pulau Laut jelas masuk dalam ZEE Indonesia. Wilayah itu bukan kawasan abu-abu atau perairan yang masih dalam sengketa antara Indonesia dan Vietnam.
”Kapal-kapal itu jelas melanggar karena masuk sangat jauh ke Laut Natuna Utara. Tidak adanya upaya penindakan oleh aparat menunjukkan negara tidak serius mengatasi persoalan ini,” kata Hendri saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (26/4/2022).
Peneliti hukum laut IOJI, Jeremia Humolong Prasetya, menyatakan, pelanggaran IUU Fishing oleh kapal Vietnam yang terus berulang menjadi ancaman serius bagi keamanan maritim Indonesia. Aparat perlu meningkatkan intensitas patroli di laut agar nelayan lokal aman dari ancaman kapal ikan asing.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Pung Nugroho Saksono mengatakan, PSDKP tengah mengalami kendala untuk menggelar patroli laut secara optimal di tengah harga BBM yang melambung. Menurut dia, PSDKP hanya diberi anggaran untuk membeli BBM dengan hargap Rp 11.500 per liter.
Padahal, kini PSDKP harus membeli BBM jenis pertamina dex dengan harga Rp 21.500 per liter. Harga itu adalah harga dasar pertamina dex ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
”Intinya dalam hal patroli, kami harus mengutamakan intercept (penyergapan). Dengan harga (BBM) yang segitu, kami tidak bisa melakukan ronda,” kata Pung saat menghadiri diskusi daring Ancaman Keamanan Laut dan IUU Fishing yang diselenggarakan IOJI, Rabu (27/4/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Operasi dan Latihan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Muda I Gusti Kompiang mengeluhkan hal serupa. Ia mengatakan, Bakamla juga mengalami kendala yang sama akibat kenaikan harga BBM.
”Dengan naiknya harga bahan bakar, kami mengalami kendala. Banyak unsur (aparat), baik dari PSDKP maupun Bakamla, yang mau berangkat (patroli) terkendala bahan bakar sehingga terjadi kekosongan (di laut) seperti itu,” ucap Kompiang.