LPS Bayar Klaim Penjaminan Simpanan 2021 Sebesar Rp 71,46 Miliar
Tiga syarat rekening bisa dijamin Lembaga Penjamin Simpanan adalah rekening yang tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan tidak merugikan perbankan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS melakukan pembayaran klaim penjaminan simpanan sepanjang 2021 kepada 16.730 rekening dengan total nominal Rp 71,46 miliar. Rekening yang bisa dijamin adalah rekening yang tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank semisal kredit macet.
”Sebagai otoritas penjamin simpanan dan resolusi bank di Indonesia, dalam hal pelaksanaan resolusi bank tahun 2021, salah satu tugas dan fungsi LPS adalah membayar klaim penjaminan simpanan nasabah atas dana simpanan pada bank yang terpaksa dilikuidasi,” ujar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam keterangan resmi, Selasa (26/4/2022).
Purbaya menjelaskan, cakupan penjaminan LPS sangat memadai di mana sebanyak 99,9 persen rekening simpanan di perbankan nasional telah dijamin oleh LPS atau setara dengan 399.866.365 rekening.
Selain membayar klaim penjaminan simpanan, sepanjang 2021 LPS telah melakukan likuidasi delapan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau BPR Syariah (BPRS). Sejak tahun 2005 hingga 2021, secara keseluruhan LPS telah melakukan likuidasi 116 BPR/BPRS, satu bank umum, dan menyelamatkan satu bank umum.
Adapun secara kumulatif sejak 2005 hingga 2021, nominal simpanan layak bayar yang dibayarkan LPS sebanyak Rp 1,7 triliun atau 82,06 persen dari total simpanan pada bank yang dilikuidasi. Sementara untuk total rekening sebanyak 265.884 rekening atau 93,32 persen dari total rekening pada bank yang dilikuidasi.
Keuangan syariah
Pada kesempatan berbeda, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia (LPKSI) dengan tema ”Menjaga Ketahanan Keuangan Syariah dalam Momentum Pemulihan Ekonomi”, Selasa.
Laporan tersebut antara lain menjelaskan strategi industri keuangan syariah yang dinilai mampu mempertahankan kinerja dan beradaptasi dengan kondisi sosial ekonomi di masa pandemi yang mengharuskan pelaku ekonomi untuk menyusun strategi yang sesuai agar dapat bertahan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam acara peluncuran laporan tersebut secara virtual mengatakan, strategi yang dilakukan industri keuangan syariah mampu menciptakan momentum pemulihan yang dapat mempercepat proses transformasi menuju industri keuangan syariah yang lebih efisien dan kompetitif.
”Ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, baik perbankan syariah, pasar modal syariah, maupun industri keuangan non-bank (IKNB) syariah, telah menunjukkan resiliensi yang menunjang momentum pemulihan,” kata Wimboh.
Data menunjukkan selama tahun 2021, aset industri keuangan syariah telah mencapai Rp 2.050,44 triliun atau tumbuh 13,82 persen secara tahunan.
Untuk memperluas akses keuangan, khususnya bagi masyarakat yang belum tersentuh perbankan (unbank) di sekitar pesantren, OJK juga terus mengembangkan lembaga pembiayaan mikro berbasis syariah, yaitu Bank Wakaf Mikro yang saat ini telah berdiri sebanyak 62 Bank Wakaf Mikro (BWM) dan tersebar di 20 provinsi di seluruh Indonesia.
Menurut Wimboh, ketahanan dan kinerja positif industri keuangan syariah harus terus dipertahankan, di antaranya dengan mengakselerasi program-program berupa pengembangan aktivitas keuangan sosial syariah melalui sinergi, inovasi, dan kolaborasi yang diwujudkan dalam pengembangan ekosistem rantai nilai halal.
Untuk mencapai hal itu, OJK telah aktif bersinergi melalui berbagai program, antara lain Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia. OJK melihat bahwa terdapat banyak sekali potensi di berbagai daerah yang belum tergarap dengan optimal yang berpeluang dikembangkan melalui peran keuangan syariah berbasis industri halal, seperti di Sumatera Barat maupun Aceh, baik di sektor pariwisata, kuliner, fashion, maupun handicraft.
”Bila keseluruhan potensi ini dikembangkan secara komprehensif dalam satu ekosistem terintegrasi berbasis digital dari hulu ke hilir dan melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor, kami yakini ekosistem ini dapat memberikan multiplier effect yang tinggi bagi perekonomian,” tuturnya.
Pencapaian positif keuangan syariah Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 juga dicatat kalangan internasional dan berhasil mempertahankan peringkat ke-2 dalam Islamic Finance Development Indicator 2021 yang dipublikasikan oleh Islamic Finance Development Report 2021.
Arah pengembangan sektor keuangan syariah secara umum telah terangkum dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020-2025 (RP2SI) dan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2021-2025 untuk industri BPR dan BPRS, serta Roadmap Pasar Modal Syariah 2020-2024 (RPMS) bagi sektor pasar modal yang merupakan terjemahan lebih detail dari Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025.
OJK mengharapkan laporan ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat masyarakat luas sekaligus meningkatkan semangat seluruh pihak dalam mendorong ketahanan dan daya saing keuangan syariah untuk mewujudkan cita-cita bersama agar Indonesia mampu menjadi Pusat Ekonomi dan Keuangan Syariah Dunia.