Kemajuan Katalog Produk Lokal Belum Sesuai Harapan
Progres memasukkan produk-produk lokal dalam katalog barang/jasa dinilai belum sesuai harapan. Hingga 21 April 2022, baru 44 daerah atau 8 persen produk lokal yang sudah tayang dalam katalog untuk pengadaan barag/jasa.
JAKARTA, KOMPAS — Kemajuan proses memasukkan produk lokal dalam katalog dinilai belum sesuai ekspektasi Presiden Jokowi. Hingga 21 April 2022, baru 44 pemerintah daerah atau sekitar 8 persen yang sudah mendorong produk usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM di wilayahnya tayang dalam katalog produk lokal.
Sementara itu, 203 pemerintah daerah (pemda) atau 38 persen masih dalam tahap proses dan sebanyak 295 pemda atau 54 persen baru pada tahap pengumuman untuk mendorong pelaku UMKM di wilayanya masuk dalam e-katalog pengadaan barang dan jasa.
Kemajuan proses katalog lokal itu diungkapkan Deputi Bidang Monitoring, Evaluasi, dan Pengembangan Sistem Informasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Gatot Pambudhi Poetranto dalam diskusi panel ”Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Afirmatif Belanja Barang/Jasa Pemerintah dalam Produk Dalam Negeri” di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (26/4/2022).
Gatot menjelaskan, dari data LKPP, 21 pemda sudah bertransaksi dengan nilai transaksi produk lokal sebesar Rp 2,9 triliun. Karena belum sesuai harapan, LKPP mendorong pemda agar segera mengoptimalkan pengadaan barang/jasa dari katalog lokal dengan segera membuka etalase produk dan mengajak sebanyak mungkin pelaku usaha lokal untuk terlibat demi pemerataan ekonomi.
”Komisi Pemberantasan Korupsi juga mendukung pengembangan katalog lokal untuk percepatan dan akuntabilitas pengadaan barang/jasa,” tegas Gatot.
Baca juga: Jangan Hanya Berkomitmen, Kementerian/Lembaga Diminta Realisasikan Belanja
Penyerapan produk dalam negeri dan UMKM-koperasi menunjukkan lonjakan sejak Presiden Joko Widodo memberikan arahan di Bali pada awal Maret 2022. Dari total anggaran belanja barang/jasa, rencana belanja produk dalam negeri saat Business Matching (Pencocokan Bisnis) Tahap I secara nasional mencapai Rp 325,3 triliun atau 30,6 persen. Kemudian pada Business Matching Tahap II meningkat menjadi Rp 483,2 triliun atau naik 46,5 persen.
Rencana penggunaan produk UMKM, menurut LKPP, pun ikut melonjak. Saat penyelenggaraan Business Matching Tahap I secara nasional mencapai Rp 199,4 triliun atau 19 persen. Begitu Business Matching Tahap II digelar kembali di Jakarta, jumlahnya mencapai Rp 268,1 triliun atau 26 persen.
Seluruh rencana belanja barang/jasa itu terbagi dalam anggaran belanja yang terdapat pada kementerian/lembaga ataupun pemda. Meskipun belum sesuai harapan Presiden, lonjakan pelaku usaha yang masuk dalam katalog elektronik (e-katalog) dinilai terus terjadi.
Per 21 April 2022, LKPP mencatat jumlah produk yang masuk katalog telah mencapai 304.775 item atau melebihi target awal yang hanya 95.000 item. Dari jumlah itu, produk yang masuk ke katalog nasional mencapai 208.733 item, katalog sektoral 72.584 item, dan katalog lokal 23.458 item.
Gatot menjelaskan, permasalahan katalog elektronik lokal, antara lain, dari aspek pelaku usaha, disparitas kapasitas pelaku usaha lokal antar-daerah berbeda karakteristiknya. Kemudian, aspek kelembagaan, pengelolaan katalog lokal di daerah belum seluruhnya melibatkan ekosistem lain di luar unit kerja pengadaan barang/jasa (UKPBJ). Ini berkaitan dengan pembinaan pelaku usaha lokal yang perlu dukungan kuat dari dinas yang menangani urusan perdagangan, perindustrian, UKM, dan koperasi.
Selain itu, dari aspek teknologi, sistem aplikasi e-katalog dianggap menambah beban kerja baru bagi pelaku pengadaan, terutama untuk melakukan monitoring dan evaluasi transaksi secara berkala dan berkesinambungan. Kemudian, dari aspek pengguna (user), risiko dari sisi pengguna yang melakukan e-purchasing belum dimitigasi dengan baik, karena belum ada edukasi yang memadai kepada para pejabat pembuat komitmen (PPK) terkait cara e-purchasing yang lebih menyesuaikan dengan proses bisnis katalog yang baru.
Gatot juga mengatakan, aspek penataan pasar menjadi masalah. Tidak ada batasan domisili pelaku usaha dalam satu aglomerasi wilayah, berpotensi adanya bauran produk/pelaku usaha antar-pasar katalog lokal. Misalnya, antara katalog lokal provinsi dan katalog lokal pemerintah kota/kabupaten.
Baca juga: Optimalkan Belanja Barang dan Jasa 2022
Selain itu, dari aspek keuangan menjadi permasalahan. Pembayaran pengguna kepada pelaku usaha masih menggunakan tata cara pertanggungjawaban keuangan daerah yang konvensional. Belum cash on delivery (COD) sehingga berpotensi memengaruhi rendahnya arus kas (cash flow) pelaku usaha.
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Teguh Setyabudi mengatakan, sesuai tugas, langkah Kemendagri saat ini adalah mendorong pemda dalam menjalankan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN), mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pengawasan.
”Kami pun melakukan monitoring dan evaluasi pembentukan tim P3DN di daerah dengan target seluruh pemda telah membentuk Tim P3DN,” kata Teguh.
Selain itu, Kemendagri mendorong pemda meningkatkan realisasi belanja barang melalui e-purchasing (e-katalog lokal) dan e-kontrak. Pemda juga didorong melakukan input data Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) melalui aplikasi Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) mencapai 100 persen.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sebelumnya menyatakan optimistis dalam mendorong percepatan ekonomi melalui belanja barang/jasa pemerintah. Dari targetnya yang diminta Presiden Joko Widodo sebesar Rp 500 triliun, tujuannya sesungguhnya adalah memperkuat produk dalam negeri.
”Ini merupakan kebijakan afirmasi untuk keberpihakan pada pelaku UMKM dan koperasi. Ini pun dilakukan untuk mendukung produk-produk dalam negeri, termasuk UMKM. Bagi kami, ini momentum bagi kebangkitan UMKM untuk meningkatkan produktivitas dan kualitasnya,” ujar Teten.
Baca juga: Perbaiki Sistem Pengadaan Barang dan Jasa